{27} An-Naml / النمل | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | العنكبوت / Al-‘Ankabut {29} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Qashash القصص (Cerita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 28 Tafsir ayat Ke 51.
۞ وَلَقَدْ وَصَّلْنَا لَهُمُ الْقَوْلَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿٥١﴾
wa laqad waṣṣalnā lahumul-qaula la’allahum yatażakkarụn
QS. Al-Qashash [28] : 51
Dan sungguh, Kami telah menyampaikan perkataan ini (Al-Qur’an) kepada mereka agar mereka selalu mengingatnya.
Sungguh Kami telah merinci dan menjelaskan Al Qur’an sebagai rahmat bagi kaummu wahai rasul, agar mereka mengingat dan mengambil pelajaran darinya.
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al-Qur’an) kepada mereka. (Al Qashash:51)
Mujahid mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah Kami terangkan perkataan ini kepada mereka.
As-Saddi mengatakan, Kami jelaskan perkataan ini kepada mereka.
Qatadah mengatakan bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menceritakan kepada mereka apa yang telah diperbuat-Nya terhadap umat terdahulu dan apa yang Dia lakukan sekarang.
agar mereka mendapat petunjuk. (Al Qashash:51)
Mujahid dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: telah Kami turunkan berturut-turut kepada mereka. (Al Qashash:51) bahwa yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Quraisy, dan memang pengertian inilah yang tersimpulkan dari makna lahiriah ayat.
Tetapi Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Amr ibnu Dinar, dari Yahya ibnu Ja’dah, dari Rifa’ah ibnu Qarzah Al-Qurazi, yang menurut Ibnu Mandah disebut Rifa’ah ibnu Syamuel, paman dari pihak ibunya Siti Safiyyah binti Huyayyin, yang menceraikan istrinya Tamimah binti Wahb, lalu dikawini oleh Abdur Rahman ibnuz Zubair ibnu Bata sesudahnya. Demikianlah menurut Ibnul Asir.
Rifa’ah mengatakan bahwa firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan sesungguhnya telah Kami jelaskan perkataan ini kepada mereka. (Al Qashash:51) diturunkan berkenaan dengan sepuluh (orang Yahudi), saya adalah salah seorang dari mereka.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dengan keterangan bahwa hadis tersebut merupakan perkataan Rifa’ah.
(51) وَلَقَدْ وَصَّلْنَا لَهُمُ الْقَوْلَ “Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini kepada mereka.” Maksudnya, Kami telah mengangsurnya, meneruskannya dan menurunkannya sedikit demi sedikit sebagai rahmat (kasih sayang) dan anugerah kepada mereka لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ”agar mereka mendapat pelajaran,” ketika ayat-ayatNya berulang-ulang (datang) kepada mereka, penjelasan-pen-jelasannya diturunkan kepada mereka saat dibutuhkan. Sehingga turunnya secara berangur-angsur itu menjadi rahmat bagi mereka, lalu kenapa mereka menolak apa yang sebenarnya menjadi masla-hat mereka sendiri?
PASAL
Tentang beberapa faidah dan pelajaran yang ada di dalam kisah yang sangat berkesan ini:
1. Sesungguhnya ayat-ayat Allah جَلَّ جَلالُهُ , pelajaran-pelajaran dan hari-harinya pada umat-umat terdahulu hanyalah dapat dijadikan sebagai pelajaran dan pedoman (penerang) oleh orang-orang yang beriman. Pelajarannya sangat tergantung kepada kadar keimanan seseorang, dan bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ menurunkan kisah-kisah tersebut adalah untuk mereka; sedangkan selain mereka, maka sama sekali tidak dipedulikan oleh Allah, dan mereka sama sekali tidak memi-liki cahaya dan petunjuk darinya.
2. Sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُ apabila menghendaki suatu perkara, maka Dia mempersiapkan segala sebab-sebabnya dan dihadirkan-nya sedikit-demi sedikit secara bertahap, tidak sekaligus.
3. Sesungguhnya umat yang tertindas, sekalipun sudah men-capai puncak penindasan, maka tidak sepantasnya mereka dikuasai oleh sifat malas untuk menuntut haknya, dan tidak pula berputus asa untuk bangkit kepada kehidupan yang bermartabat, terutama jika mereka adalah orang-orang yang teraniaya; sebagaimana Allah telah menyelamatkan bangsa Bani Israil, umat yang tertindas dari tawanan Fir’aun dan para pembesarnya, kemudian memberikan kekuasaan kepada mereka di bumi dan menguasai negeri mereka.
4. Sesungguhnya umat, selagi masih hina dan tertindas, maka tidak akan dapat mengambil haknya, tidak akan bisa membicara-kannya, dan permasalahan agama dan dunianya tidak akan tegak, dan mereka tidak akan memiliki kepemimpinan di dalamnya.
5. Kelembutan Allah kepada ibunda Musa. Allah meringan-kan musibah atasnya dengan diberi kabar gembira, yaitu: Allah جَلَّ جَلالُهُ akan mengembalikan putranya ke pangkuannya dan akan menja-dikannya termasuk dalam golongan para rasul.
6. Sesungguhnya Allah kadang menakdirkan bagi hambaNya beberapa penderitaan untuk dianugerahi suatu kebahagiaan yang lebih besar daripada penderitaan itu, atau untuk melepaskannya dari suatu keburukan yang lebih besar daripada itu. Sebagaimana Dia telah menakdirkan kepada ibunda Musa kepiluan yang sangat dan kesedihan yang sangat berat yang akhirnya ia menjadi wasilah (sarana, jalan) bagi putranya untuk bisa sampai kepadanya dalam suasana jiwa sang ibu tenang, dadanya merasa lega dan makin bertambah bahagia dan senang karenanya.
7. Sesungguhnya rasa takut alami yang ada pada manusia tidak menafikan iman dan tidak pula menghilangkannya, sebagai-mana yang terjadi pada ibunda Musa dan juga pada Musa terhadap hal-hal yang menakutkan itu.
8. Sesungguhnya iman itu dapat bertambah dan berkurang; dan di antara hal yang paling menambah iman dan menyempurna-kan keyakinan adalah sabar di saat ditimpa hal-hal yang menakut-kan dan memohon keteguhan hati kepada Allah di saat menghadapi berbagai hal yang menggelisahkan, sebagaimana difirmankan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ ,
لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya dia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).” (Al-Qashash: 10). Maksudnya, supaya imannya bertambah dengannya dan hatinya menjadi tenang.
9. Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang paling besar kepada hambaNya dan pertolongan terbesar bagi seorang hamba atas segala permasalahannya adalah diberi keteguhan hati oleh Allah dan ditenangkannya jiwa dalam menghadapi hal-hal yang menakutkan dan perkara-perkara yang sangat mengerikan. Karena dengannya dia dapat mengatakan yang benar dan melakukan yang tepat. Berbeda dengan orang yang terus-menerus bersedih, takut, dan gelisah, maka dia akan kehilangan kejernihan pikiran, akalnya tidak akan menentu sehingga ia tidak bisa mengambil pelajaran dengan dirinya sendiri dalam kondisi seperti itu.
10. Sesungguhnya kalau saja seorang hamba mengetahui bahwa Qadha` dan Qadar serta janji Allah itu pasti terjadi, maka ia tidak akan meremehkan segala sebab kausalitas yang diperintah-kan, dan hal itu sama sekali tidak menafikan keimanannya kepada wahyu Allah. Sebab, Allah telah berjanji kepada ibu Musa akan mengembalikan putranya ke pangkuannya, namun beserta semua itu dia tetap berupaya keras dalam upaya pengembalian anaknya, dan dia menyuruh putrinya untuk membuntuti Musa dari kejauhan dan mencarinya.
11. Seorang perempuan boleh pergi untuk memenuhi kebu-tuhan-kebutuhannya dan berkomunikasi dengan kaum lelaki de-ngan tidak melakukan hal-hal yang dilarang, sebagaimana yang telah dilakukan oleh saudara perempuan Musa dan kedua putri penguasa negeri Madyan.
12. Boleh mengambil upah (imbalan) atas pengasuhan dan penyusuan anak, serta menunjukkan orang yang bisa melakukan-nya.
13. Sesungguhnya di antara rahmat Allah kepada hambaNya yang lemah yang hendak Dia muliakan adalah Allah memperlihat-kan kepadanya sebagian dari mukjizatNya (tanda-tanda kebenar-anNya) dan mempersaksikan kepadanya sebagian dari bukti-bukti keagunganNya yang akan makin menambah keimanannya, seba-gaimana Allah telah mengembalikan Musa kepada ibunya agar dia tahu bahwa janji Allah itu benar.
14. Sesungguhnya membunuh seorang kafir yang terikat dengan perjanjian (damai) atau perjanjian menurut adat kebiasaan adalah tidak boleh; sebab Musa ‘alaihissalam telah menganggap pembunuh-an yang dilakukannya terhadap seorang Qibthi yang kafir sebagai dosa, dan dia meminta ampun kepada Allah karena pembunuhan itu.
15. Sesungguhnya orang-orang yang membunuh manusia tanpa alasan yang haq dianggap tergolong orang-orang yang se-mena-mena yang berbuat kerusakan di muka bumi.
16. Sesungguhnya siapa saja yang membunuh jiwa manusia tanpa alasan yang haq dan dia mengklaim bahwa dirinya meng-inginkan perbaikan di muka bumi ini dan ingin membuat para pelaku maksiat merasa takut, maka dia adalah pendusta di dalam hal itu, dia adalah manusia pembuat kerusakan, sebagaimana Allah menuturkan tentang perkataan orang Qibthi,
إِنْ تُرِيدُ إِلا أَنْ تَكُونَ جَبَّارًا فِي الأرْضِ وَمَا تُرِيدُ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْمُصْلِحِينَ
“Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang ber-buat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian,” dengan nada menyetujui pendapatnya, bukan mengingkarinya.
17. Sesungguhnya pemberitaan seseorang tentang seseorang lainnya karena kejahatan yang dilakukannya sebagai bentuk (sikap) peringatan waspada bukan merupakan tindakan namîmah (adu domba, memfitnah), bahkan adakalanya menjadi wajib, sebagai-mana seorang lelaki yang telah menginformasikan kepada Musa dengan maksud menasihati dan mengingatkannya (dari rencana Fir’aun terhadap dirinya).
18. Apabila seseorang merasa khawatir akan dibunuh atau binasa kalau tinggal (di negerinya), maka dia tidak boleh menjeru-muskan dirinya dalam kebinasaan dan tidak boleh menyerah untuk itu, akan tetapi hendaklah dia pergi menjauhinya, seperti yang di-lakukan oleh Musa.
19. Sesungguhnya dalam kondisi dua bahaya berbenturan, apabila harus melakukan salah satunya, maka yang dilakukan adalah yang lebih kecil bahayanya dan yang lebih selamat, sebagai-mana ketika Musa menghadapi (dua pilihan) antara menetap di Mesir akan tetapi dia akan dibunuh, atau pergi ke suatu negeri yang jauh yang belum diketahui jalannya, sementara dia tidak mempunyai penunjuk jalan yang menunjukkannya selain Allah. Namun pilihan yang kedua ini lebih bisa diharapkan untuk (men-jamin) keselamatan daripada yang pertama. Maka Musa memilih yang kedua ini.
20. Sesungguhnya orang yang mengkaji suatu ilmu pada saat perlu dibahas, ketika dia belum menemukan kepastian pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat yang ada, maka hendaknya dia meminta petunjuk kepada Rabb (Allah جَلَّ جَلالُهُ ) dan memohon kepada-Nya agar berkenan membimbingnya kepada yang benar dari dua pendapat setelah dia berniat dalam hatinya dengan tulus mencari kebenaran. Sebab, Allah جَلَّ جَلالُهُ tidak akan menyia-nyiakan orang yang seperti ini kondisinya. Seperti ketika Musa pergi menuju arah negeri Madyan, dia berdoa:
عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar.” (Al-Qashash: 22).
21. Sesungguhnya kasih sayang kepada manusia dan berbuat baik kepada orang yang dikenal dan orang yang belum dikenal adalah termasuk akhlak para nabi; dan sesungguhnya termasuk perbuatan baik adalah memberi minum hewan ternak dan meno-long orang yang lemah.
22. Dianjurkan berdoa dengan menjelaskan keadaan, sekali-pun Allah sudah mengetahuinya, sebab Allah جَلَّ جَلالُهُ senang akan ke-rendahan hambaNya, menampakkan kehina-dinaan dan kenista-annya, sebagaimana dikatakan oleh Musa,
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
“Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu ke-baikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Al-Qashash: 24).
23. Sesungguhnya sifat malu, terutama dari orang-orang yang mulia, termasuk akhlak yang terpuji.
24. Memberikan imbalan atas perbuatan baik senantiasa me-rupakan tradisi umat-umat terdahulu.
25. Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan suatu amal karena Allah جَلَّ جَلالُهُ , kemudian mendapatkan imbalan atasnya dengan tidak diniatkan bersama niat yang pertama, maka dia tidak dicela karenanya, sebagaimana Musa telah menerima imbalan dari penguasa Madyan atas kebaikannya yang dia lakukan tanpa ber-maksud mendapatkan imbalan, bahkan tidak terlintas di dalam hatinya untuk mendapat imbalan.
26. Dibenarkan secara syar’i perburuhan (mempekerjakan se-seorang dengan upah), dan perburuhan itu untuk penggembalaan kambing atau yang serupa dari pekerjaan yang tidak dapat diukur secara pasti, maka pokok acuannya dikembalikan kepada kebiasa-an adat yang berlaku.
27. Perburuhan itu boleh dengan upah sesuatu yang berguna, sekalipun hal yang berguna itu berupa perkawinan.
28. Sesungguhnya tindakan seorang ayah meminang seorang laki-laki pilihannya untuk putrinya adalah perbuatan yang tidak tercela.
29. Sesungguhnya sebaik-baik buruh dan pekerja yang bekerja kepada seseorang adalah yang berbadan kuat lagi terpercaya.
30. Sesungguhnya di antara akhlak yang terpuji adalah mem-perbaiki sikap terhadap buruh atau pembantunya, dan tidak mem-beratkannya dengan pekerjaan, berdasarkan FirmanNya,
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (Al-Qashash: 27).
31. Boleh melangsungkan transaksi (akad) kerja (perburuhan) atau akad-akad lainnya tanpa saksi, berdasarkan perkataannya,
وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ
“Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” (Al-Qashash: 28).
32. Sesungguhnya sesuatu yang telah Allah berlakukan me-lalui tangan Musa itu adalah tanda-tanda yang nyata dan mukjizat-mukjizat yang sangat luar biasa seperti ular besar, tangannya ber-ubah menjadi putih berkilau bukan karena penyakit, dan (mukjizat) perlindungan Allah terhadap Musa dan Harun dari Fir’aun dan dari tenggalam.
33. Sesungguhnya di antara siksaan yang paling besar adalah seseorang menjadi pemimpin dalam kejahatan, dan hal itu sesuai dengan (kadar) sikap menentang terhadap ayat-ayat Allah dan bukti-buktiNya; sebagaimana pula, bahwa di antara nikmat yang paling besar yang dikaruniakan Allah kepada hambaNya adalah ketika Allah menjadikannya sebagai pemimpin dalam kebaikan, pemberi petunjuk yang mendapat hidayah.
34. Di dalam kisah di atas terdapat petunjuk atas kerasulan Muhammad جَلَّ جَلالُهُ, di mana beliau memberitakan hal itu dengan perincian yang tepat dan secara mendasar yang selaras, beliau mengisahkan sebuah kisah yang digunakan untuk membenarkan para rasul dan dengannya beliau mengukuhkan kebenaran yang nyata, dengan tanpa menghadiri sedikit pun dari peristiwa-peris-tiwa tersebut, tanpa melihat langsung kepada salah satu tempat di mana peristiwa itu terjadi, dan juga tidak melalui bacaan untuk mempelajari sedikit pun dari hal-hal tersebut, serta tidak pula ber-majelis kepada salah seorang ulama. Tidaklah semua itu melainkan risalah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan wahyu yang diturunkan kepadanya oleh Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi karunia, agar dengannya beliau memberikan peringatan kepada kaum yang bodoh, lagi kosong dari para pemberi peri-ngatan dan para rasul.
Maka semoga shalawat dan salam dilimpahkan oleh Allah kepada orang yang beritanya saja telah menandakan bahwa dia adalah utusan Allah; dan (orang yang) perintah dan larangannya saja telah mengingatkan kepada akal sehat nan jernih bahwasanya ia (wahyu itu) berasal dari sisi Allah. Bagaimana tidak, sedangkan kebenaran kabar yang beliau sampaikan sungguh-sungguh sudah selaras dengan kabar orang-orang yang terdahulu dan yang akan datang; dan syariat yang beliau bawa pun berasal dari Allah Rabb bagi alam semesta; akhlak mulia yang telah difitrahkan kepada beliau, yang tidak pantas dan tidak tepat kecuali hanya kepada manusia yang paling tinggi derajatnya; dan kemenangan yang nyata bagi agama dan umatnya, hingga agamanya mencapai pada batas siang dan malam; umatnya telah menaklukkan banyak negeri di berbagai penjuru bumi dengan pedang dan ujung tombak, sedangkan hati mereka penuh dengan ilmu dan iman. Sedangkan bangsa-bangsa penentang dan para penguasa kafir yang saling bahu-membahu terus membidiknya dengan satu busur, mereka melakukan berbagai tipu daya dan makar untuk memadamkan-nya, mengikis dan menghapusnya dari muka bumi ini, sementara itu ia (Islam) telah mengalahkan mereka dan jauh di atas mereka; ia bertambah pesat, ayat-ayat dan bukti-buktinya makin nampak, dan pada setiap waktu Dia menampakkan sebagian dari tanda-tanda kebenaranNya yang dapat dijadikan pelajaran oleh sekalian manusia, cahaya dan penerang bagi orang-orang yang berhati jernih. Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.
Dan demi keagungan dan kekuasaan kami, sungguh, kami telah menyampaikan perkataan ini, yaitu Al-Qur’an kepada mereka secara berkesinambungan. Sebagian turun menyusul yang lain, sesuai kebutuhan. Al-qur’an juga diturunkan secara berturut-turut dalam bentuk janji, ancaman, kisah-kisah dan pelajaran-pelajaran, semua itu agar mereka selalu mengingatnya, merenungi dan mempercayai apa yang ada di dalamnya. 52. Siapa pun yang membuka mata hati dan pikirannya menyangkut Al-Qur’an tentu dia akan beriman. Buktinya adalah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka al-kitab, yakni taurat dan injil, sebelum datang Al-Qur’an, kemudian beriman kepada kitab tersebut dan membenarkan apa yang ada di dalamnya tentang Muhammad dan kitab sucinya, maka sesungguhnya mereka telah beriman pula kepadanya, yakni Muhammad dan Al-Qur’an.
Al-Qashash Ayat 51 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Qashash Ayat 51, Makna Al-Qashash Ayat 51, Terjemahan Tafsir Al-Qashash Ayat 51, Al-Qashash Ayat 51 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Qashash Ayat 51
Tafsir Surat Al-Qashash Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)