{27} An-Naml / النمل | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | العنكبوت / Al-‘Ankabut {29} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Qashash القصص (Cerita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 28 Tafsir ayat Ke 56.
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَـٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿٥٦﴾
innaka lā tahdī man aḥbabta wa lākinnallāha yahdī may yasyā`, wa huwa a’lamu bil-muhtadīn
QS. Al-Qashash [28] : 56
Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Sesungguhnya kamu wahai Rasul tidak akan mampu memberi hidayah taufik kepada siapa yang kamu inginkan hidayahnya, karena hal itu ada di tangan Allah. Dia memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki kepada iman dan memberi taufik kepadanya, dan Dia lebih mengetahui siapa yan patut mendapatkan hidayah sehingga Dia pun memberinya hidayah.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepada Rasul-Nya, bahwa sesungguhnya kamu, hai Muhammad:
tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi. (Al Qashash:56)
Yakni masalah petunjuk bukanlah merupakan urusan kamu. Sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, sedangkan Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Bagi-Nya hikmah yang tak terperikan dan hujah yang mengalahkan, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. (Al Baqarah:272)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Yusuf:103)
Tetapi ayat dalam surat Al-Qashash ini lebih khusus daripada ayat lainnya yang semakna, karena sesungguhnya disebutkan di dalamnya:
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Al Qashash:56)
Artinya, Dia lebih mengetahui siapa yang berhak mendapat hidayah dan siapa yang berhak mendapat kesesatan.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Talib, paman Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Padahal Abu Talib adalah orang yang melindunginya, membantunya dan berdiri di pihaknya, serta mencintainya dengan kecintaan yang sangat secara naluri, bukan secara syar’i. Tatkala ajal menjelang dan sudah tiba saat ajalnya, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyerunya untuk beriman dan masuk Islam. Tetapi takdir telah mendahuluinya dan nyawanya telah meregang, sedangkan ia masih tetap berada di dalam kekafirannya. Hanya bagi Allah-lah hikmah yang sempurna.
Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa’id ibnul Musayyab, dari ayahnya Al-Musayyab ibnu Hazn Al-Makhzumi r.a. yang menceritakan bahwa ketika Abu Talib menjelang ajalnya, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ datang. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjumpai Abu Jahal ibnu Hisyam dan Abdullah ibnu Abu Umayyah ibnul Mugirah ada di sisi Abu Talib. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Wahai paman(ku), ucapkanlah, “Tidak ada Tuhan selain Allah, ” yaitu suatu kalimat yang dengannya kelak aku akan membelamu di hadapan Allah! Maka Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah berkata, “Hai Abu Talib, apakah kamu tidak suka dengan agama Abdul Muttalib?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terus-menerus menawarkan hal itu kepada Abu Talib, tetapi keduanya selalu menentangnya dengan kalimat itu terhadap Abu Talib. Sehingga di akhir kalimat yang diucapkan Abu Talib menyatakan bahwa dirinya tetap berada pada agama Abdul Muttalib, dan menolak untuk mengucapkan kalimat “Tidak ada Tuhan selain Allah.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Demi Allah, sungguh aku akan memohonkan ampun buatmu (kepada Allah) selama aku tidak dilarang memohonkannya buatmu. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya). (At-Taubah:113) Dan sehubungan dengan Abu Talib itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Al Qashash:56)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Az-Zuhri.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya dan Imam Turmuzi:
melalui hadis Yazid ibnu Kaisan, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib menjelang ajalnya, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ datang kepadanya, lalu bersabda: Wahai paman(ku), ucapkanlah, “Tidak ada Tuhan selain Allah,” maka aku akan membelamu dengannya kelak di hari kiamat. Abu Talib menjawab (dengan bahasa diplomasi), “Seandainya aku tidak merasa khawatir nanti akan dicela oleh orang-orang Quraisy karena kalimat tersebut, yang akan ditanggapi oleh mereka, bahwa tiada yang mendorongku mengatakannya melainkan karena takut mati, tentulah aku akan membuat hatimu senang, padahal aku tidak mengatakannya melainkan hanyalah untuk membuat hatimu senang.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Al Qashash:56)
Imam Turmuzi menilai hadis ini hasan garib, bahwa ia tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Yazid ibnu Kaisan. Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Yahya ibnu Sa’id Al-Qattan, dari Yazid ibnu Kaisan, bahwa telah menceritakan kepadanya Abu Hazim, dari Abu Hurairah, lalu disebutkan hadis yang semisal.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Mujahid, Asy-Sya’bi, dan Qatadah, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Talib ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menawarkan kepadanya untuk mengucapkan kalimah “Tidak ada Tuhan selain Allah.” Abu Talib menolaknya dan mengatakan, “Wahai keponakanku, saya tetap berada pada agama orang-orang tua,” dan perkataan terakhir yang diucapkan Abu Talib ialah bahwa dirinya berada pada agama Abdul Muttalib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Sa’id ibnu Abu Rasyid yang mengatakan, “Utusan Kaisar Romawi datang kepadaku, lalu mengatakan, ‘Kaisar telah menulis sepucuk surat untuk Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melaluiku.’ Maka aku datang menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan kuserahkan surat itu kepadanya, lalu beliau meletakkannya di pangkuannya. Kemudian beliau bertanya, ‘Dari manakah lelaki itu?’ Aku menjawab, ‘Dari kabilah Tanukh (kabilah Arab yang berpihak kepada Romawi).’ Beliau bertanya, ‘Apakah kamu memeluk agama bapak moyangmu Nabi Ibrahim yang hanif?’ Aku menjawab, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan suatu kaum dan aku memeluk agama mereka, hingga aku kembali kepada mereka.’ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berseri dan memandang kepada para sahabatnya seraya bersabda: ‘Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.’ (Al Qashash:56).”
(56) Allah mengabarkan bahwasanya engkau, wahai Mu-hammad, –dan apalagi selain kamu–, tidak akan mampu memberi-kan hidayah kepada siapa pun, walau terhadap orang yang paling kamu cintai. Sebab, hal ini merupakan perkara yang tidak mampu dilakukan oleh manusia. Yaitu hidayah taufik (bimbingan) dan menimbulkan iman di dalam hati. Sebenarnya hati hanya di Tangan Allah جَلَّ جَلالُهُ ; Dia memberikan petunjukNya kepada orang yang dike-hendakiNya, dan Dia lebih mengetahui tentang orang yang laik diberi petunjuk, kemudian Dia memberinya petunjuk, dari orang yang tidak laik mendapatkannya sehingga Dia menetapkannya dalam kesesatannya. Adapun tentang penetapan hidayah milik Rasulullah yang terdapat dalam FirmanNya,
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura: 52), maksudnya adalah Hidayah Bayan wa al-Irsyad (memberikan penjelasan dan arahan). Jadi, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu hanya menjelaskan jalan yang lurus, menganjurkannya dan mengerahkan seluruh kemampuan di dalam membimbing ma-nusia agar menelusurinya. Adapun tentang kemampuan beliau menciptakan iman di dalam hati mereka dan memberikan taufik kepada mereka untuk beramal, maka sama sekali beliau tidak bisa. Oleh karena itu, kalau sekiranya beliau mampu melakukannya, tentu beliau memberikan hidayah kepada orang yang telah banyak berbuat baik kepada beliau, membela dan melindungi beliau dari kaumnya, yaitu pamannya, Abu Thalib. Namun beliau tetap ber-buat ihsan (baik) dalam bentuk mengajaknya untuk masuk Islam dan nasihat yang sangat tulus yang lebih besar daripada yang di-lakukan oleh pamannya terhadap beliau. Akan tetapi hidayah tetap ada di Tangan Allah.
Hidayah yang mengantar seseorang menerima dan melaksanakan tuntunan Allah bukanlah wewenang manusia, atau dalam batas kemampuannya, tetapi semata-mata wewenang dan hak prerogatif Allah. Di sini Allah menjelaskan hakikat tersebut dengan penegasan, sungguh, engkau wahai nabi Muhammad, tidak dapat memberi petunjuk dalam bentuk hidayah tawf’q yang menjadikan seseorang menerima dengan baik dan melaksanakan ajaran Allah kepada orang yang engkau kasihi, meski engkau sangat berhasrat untuk memberi petunjuk kepada kaummu. Engkau hanya mampu memberi hidayah irsy’d, dalam arti memberi petunjuk dan memberitahu tentang jalan kebahagiaan, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk keimanan hidayah kepada orang yang dia kehendaki-Nya bila dia bersedia menerima hidayah dan membuka hatinya untuk itu, dan dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. 57. Dan untuk menjelaskan alasan mengapa mereka tetap memegang teguh kepercayaan yang mereka anut selama ini, mereka orang-orang musyrik mekkah berkata kepada rasul, ‘jika kami mengikuti petunjuk itu dengan memeluk islam dan bergabung bersama engkau, wahai nabi Muhammad, yang ajaranmu sangat berbeda dengan kepercaya-an masyarakat arab, niscaya kami akan diusir dari negeri kami, diculik dan kekuasaan kami akan direbut. ‘ mereka bohong dengan alasan mereka itu. Allah membantah alasan mereka itu dengan berfirman, ‘bagaimana mereka berucap demikian, padahal bukankah kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram, yakni tanah suci mekah, dengan menjadikan wilayah tempat tinggal mereka sebagai negeri yang aman dari serangan dan pembunuhan; yang terus-menerus dan senantiasa sepanjang waktu didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam tumbuh-tumbuhan sebagai rezeki bagimu dari sisi kami kendati mereka kafir’ sungguh, dalih mereka itu tidak logis dan apa yang mereka khawatirkan itu tidak terjadi, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui keagungan karunia tersebut.
Al-Qashash Ayat 56 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Qashash Ayat 56, Makna Al-Qashash Ayat 56, Terjemahan Tafsir Al-Qashash Ayat 56, Al-Qashash Ayat 56 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Qashash Ayat 56
Tafsir Surat Al-Qashash Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)