{29} Al-‘Ankabut / العنكبوت | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | لقمان / Luqman {31} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ar-Rum الروم (Bangsa Romawi) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 30 Tafsir ayat Ke 31.
۞ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٣١﴾
munībīna ilaihi wattaqụhu wa aqīmuṣ-ṣalāta wa lā takụnụ minal-musyrikīn
QS. Ar-Rum [30] : 31
dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
Jadilah kalian orang-orang yang kembali kepada Allah dengan taubat dan mengikhlaskan amal perbuatan untuk-Nya. Bertakwalah kepada-Nya dengan menjalankan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Tegakkanlah shalat dengan sempurna mencakup rukun-rukun, wajib-wajib dan syarat-syaratnya, dan jangan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu dalam ibadah.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, bahwa luruskanlah wajahmu menghadap kepada agama yang telah disyariatkan oleh Allah bagimu, yaitu agama yang hanif, agama Ibrahim, yang telah ditunjukkan oleh Allah kepadamu dan disempurnakan-Nya bagimu dengan sangat sempurna. Selain dari itu kamu adalah orang yang tetap berada pada fitrahmu yang suci yang telah dibekalkan oleh Allah kepada semua makhluk-Nya. Karena sesungguhnya Allah telah membekalkan kepada semua makhluk-Nya pengetahuan tentang keesaan-Nya, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan yang terdahulu dalam tafsir firman-Nya:
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami)” (Al A’raf:172)
Di dalam sebuah hadis disebutkan:
Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif kemudian setan-setan menyesatkan mereka dari agamanya.
Dalam pembahasan berikutnya yang menjelaskan hadis-hadis mengenai hal ini akan disebutkan bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى membekali fitrah Islam kepada makhluk-Nya, kemudian sebagian dari mereka dirasuki oleh agama-agama yang telah rusak, seperti agama Yahudi, Nasrani, serta Majusi.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ‘janganlah kalian mengubah ciptaan Allah, karenanya kalian mengubah manusia dari fitrah mereka yang telah dibekalkan oleh Allah kepada mereka.’ Dengan demikian, berarti kalimat ini merupakan kalimat berita, tetapi bermakna perintah, sama dengan pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. (Ali-Imran: 97)
Ini merupakan pendapat yang baik dan sahih.
Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa makna ayat ini adalah kalimat berita sesuai dengan apa adanya, yang berarti bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberikan fitrah-Nya secara sama rata di antara semua makhluk-Nya, yaitu fitrah (pembawaan) yang lurus. Tiada seorang pun yang dilahirkan melainkan dibekali dengan fitrah tersebut dalam kadar yang sama dengan yang lain, tiada perbedaan di antara manusia dalam hal ini.
Karena itulah Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakha’i, Sa’id ibnu Jubair, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30) Yakni agama Allah.
Imam Bukhari mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30) Yaitu agama Allah, fitrah orang-orang dahulu artinya agama orang-orang dahulu, agama dan fitrah maksudnya ialah Islam.
Telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan melainkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, atau Nasrani atau Majusi. Sama halnya dengan hewan ternak yang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna, maka apakah kalian melihat adanya kecacatan pada anak hewan itu. Setelah itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, (Ar Ruum:30)
Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Wahb, dari Yunus ibnu Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Semakna dengan hadis ini ada hadis-hadis lain yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat, antara lain Al-Aswad ibnu Sari’ At-Tamimi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari’ yang menceritakan bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan berperang bersama-sama beliau, dalam perang itu ia memperoleh banyak ganimah. Hari itu perang terjadi amat seru sehingga pasukan kaum muslim membunuhi anak-anak. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, beliau bersabda, “Apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum muslim? Pada hari ini mereka melampaui batas dalam berperang sehingga mereka membunuhi anak-anak kecil?” Seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah mereka adalah anak-anak kaum musyrik?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Tidak, sesungguhnya anak-anak kaum musyrik itu harus dihindari oleh kalian.” Beliau melanjutkan sabdanya, “Jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh anak-anak.” Pada akhirnya beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Setiap diri itu dilahirkan atas dasar fitrah sehingga ia dapat berbicara mengutarakan keinginan dirinya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau seorang Nasrani.
Imam Nasai di dalam Kitabus Sair-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Ziad ibnu Ayyub, dari Hasyim, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan Al-Basri dengan sanad yang sama.
Di antara sahabat yang meriwayatkan hadis ini ialah Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far, dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Semua anak dilahirkan atas dasar fitrah, sehingga lisannya dapat mengutarakan keinginan dirinya. Apabila lisannya telah dapat mengungkapkan kemauan dirinya, maka adakalanya ia menjadi orang yang bersyukur (Islam), dan adakalanya ia menjadi orang yang pengingkar (kafir).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, telah menceritakan kepada kami Abu Bisyr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya mengenai anak-anak kaum musyrik. Maka beliau menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang akan dilakukan oleh mereka sejak Dia menciptakan mereka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abu Bisyr Ja’far ibnu Iyas Al-Yasykuri, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas secara marfu’ dengan teks yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ammar ibnu Abu Ammar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di suatu masa dia berpendapat bahwa anak-anak kaum muslim bersama-sama kaum muslim, dan anak-anak kaum musyrik bersama-sama kaum musyrik, hingga ada si Fulan menceritakan dari si Fulan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrik. Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Allah lebih mengetahui apa yang bakal dilakukan oleh mereka.
Yakni apakah mereka masuk Islam ataukah sama dengan orang tua mereka yang musyrik.
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dengan kembali bertobat kepada-Nya. (Ar Ruum:31)
Ibnu Zaid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna inabah ialah kembali kepada-Nya.
dan bertakwalah kepada-Nya. (Ar Ruum:31)
Artinya, takutlah kepada-Nya dan selalulah kalian merasa diawasi olehNya.
serta dirikanlah salat. (Ar Ruum:31)
Salat merupakan ketaatan yang paling besar.
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. (Ar Ruum:31)
Tetapi jadilah kalian orang-orang yang mengesakan-Nya, mengikhlaskan diri hanya kepada-Nya dalam beribadah, dan tiada yang kalian kehendaki dalam ibadah itu selain hanya karena-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ishaq, dari Zaid ibnu Abu Maryam yang mengatakan bahwa Umar r.a. bersua dengan Mu’az ibnu Jabal, lalu Umar bertanya, “Apakah yang menjaga keutuhan tegaknya umat ini?” Mu’az menjawab, “Ada tiga perkara yang semuanya dapat menyelamatkan mereka, yaitu tetap pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, salat yang merupakan agama, dan taat yang merupakan pemelihara diri (dari perbuatan yang diharamkan).” Maka Umar berkata, “Engkau benar.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepadaku Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abu Qilabah, bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Mu’az, “Apakah yang melestarikan tegaknya agama ini?” Lalu disebutkan hal yang semisal.
Tafsir Ayat:
مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ “Dengan kembali bertaubat kepadaNya, dan bertakwalah kepadaNya,” ia adalah tafsir (penjelasan) terhadap “menghadapkan wajah kepada agama.” Karena sesungguhnya inabah (kembali) itu adalah inabah hati dan ketertarikan faktor penyebabnya kepada hal-hal yang diridhai Allah جَلَّ جَلالُهُ, dan konsekuensi dari semua itu adalah amal anggota tubuh dengan tuntutan apa yang ada di dalam hati. Maka hal itu meliputi ibadah-ibadah lahiriyah dan batiniyah, dan semua itu tidak akan bisa sempurna (terlaksana) kecuali dengan cara meninggalkan maksiat-maksiat yang lahir dan yang batin. Maka dari itu, Dia berfirman, وَاتَّقُوهُ “dan bertakwalah kepadaNya.” Ini mencakup pelaksanaan terhadap hal-hal yang diperintahkan dan meninggalkan hal-hal yang dilarang. Di antara hal-hal yang diperintahkan itu, shalat disebutkan secara khusus, karena shalat mengajak kepada inabah dan takwa, sebagaimana Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari yang keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45).
Inilah pertolongan shalat untuk bisa bertakwa. Kemudian Dia berfirman,
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
“Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar.” (QS. Al-Ankabut: 45).
Ini adalah himbauan untuk berinabah (kembali kepada Allah). Dan Dia mengkhususkan pada pondasi larangan, yaitu sesuatu yang mana amal tidak akan diterima bila disertainya. Ia adalah syirik. Maka Dia berfirman, وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,” sebab keberadaan syirik itu sangat berlawanan dengan inabah yang ruhnya adalah ikhlas dari semua sisi.
Berpegangteguhlah pada agama yang lurus itu dengan mendekat dan kembali bertobat kepada-Nya dengan sepenuh hati, dan bertakwalah kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta laksanakanlah salat secara konsisten dan sempurna, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam beribadah atau mempersekutukan-Nya dengan mengikuti agama yang menyimpang. 32. Janganlah kamu termasuk kaum musyrik, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dengan cara meninggalkan agama tauhid dan menganut berbagai kepercayaan menurut hawa nafsu mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan dengan agama dan kepercayaan yang berbeda-beda. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka, meskipun itu menyimpang dari agama yang benar.
Ar-Rum Ayat 31 Arab-Latin, Terjemah Arti Ar-Rum Ayat 31, Makna Ar-Rum Ayat 31, Terjemahan Tafsir Ar-Rum Ayat 31, Ar-Rum Ayat 31 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ar-Rum Ayat 31
Tafsir Surat Ar-Rum Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)