{32} As-Sajdah / السجدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | سبإ / Saba {34} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Ahzab الأحزاب (Golongan-Golongan Yang Bersekutu) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 33 Tafsir ayat Ke 28.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا ﴿٢٨﴾
yā ayyuhan-nabiyyu qul li`azwājika ing kuntunna turidnal-ḥayātad-dun-yā wa zīnatahā fa ta’ālaina umatti’kunna wa usarriḥkunna sarāḥan jamīlā
QS. Al-Ahzab [33] : 28
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.”
Wahai Nabi, katakan kepada istri-istrimu yang bersatu atasmu meminta tambahan nafkah: Bila kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya maka kemarilah, saya akan membuat kalian bisa menikmati kehidupan dunia dari apa yang saya punyai, dan saya akan meninggalkan kalian tanpa mudarat dan menyakiti.
Ini merupakan perintah dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, ditujukan kepada Rasul-Nya agar Rasul memberitahukan kepada istri-istrinya, hendaknyalah mereka memilih antara diceraikan, lalu bebas kawin lagi dengan lelaki lain yang dapat memberi mereka kesenangan duniawi dan perhiasannya, dan tetap bersabar bersama Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang hidupnya begitu sederhana dan apa adanya, tetapi kelak mereka akan mendapat pahala yang berlimpah di sisi Allah bila bersabar.
Ternyata pada akhirnya mereka memilih pahala yang di akhirat. Maka Allah menghimpunkan bagi mereka sesudah itu kebaikan dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhri yang mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, bahwa Siti Aisyah r.a. istri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ datang kepadanya saat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan kepadanya agar memberitahukan hal ini kepada istri-istrinya. Istri yang mula-mula didatangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah dia sendiri, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya aku akan menuturkan kepadamu suatu urusan, maka janganlah engkau tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum meminta pendapat dari kedua ibu bapakmu. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku (Aisyah) belum pernah memerintahkan kepadaku untuk berpisah dari beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah menurunkan firman-Nya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu. (Al Ahzab:28), hingga akhir kedua ayat berikutnya. Maka aku menjawab, “Apakah karena urusan itu aku diperintahkan untuk meminta saran kepada kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku hanya menginginkan Allah dan Rasul-Nya serta negeri akhirat.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara ta’liq melalui Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Aisyah r.a. Lalu disebutkan hadis yang semisal, tetapi dalam riwayat ini ditambahkan bahwa setelah itu semua istri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Aisyah.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ma’mar tidak tegas dalam riwayat ini, adakalanya dia meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dan adakalanya dia mengatakan dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Aisyah r.a. pernah menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepadanya: Sesungguhnya aku akan mengutarakan kepadamu suatu urusan, maka janganlah engkau memberikan suatu keputusan apa pun tentangnya sebelum kamu meminta persetujuan dari kedua ibu bapakmu. Aku (Aisyah) bertanya, “Wahai Rasulullah, urusan apakah itu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengulangi sabdanya, dan aku bertanya, “Urusan apakah itu, ya Rasulullah?” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengulangi sabdanya, dan aku bertanya lagi, “Urusan apakah itu, ya Rasulullah?” Akhirnya beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan ayat berikut kepadaku, yaitu firman-Nya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya.” (Al Ahzab:28), hingga akhir ayat. Maka aku menjawab, “Tidak, bahkan aku tetap memilih Allah, Rasul-Nya, dan pahala di negeri akhirat.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ gembira mendengar jawabanku itu.
Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Waki’, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa ketika ayat takhyir diturunkan, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memulainya kepadaku. Beliau bersabda: Hai Aisyah, sesungguhnya aku akan mengutarakan suatu urusan kepadamu. Maka janganlah engkau mengemukakan suatu pendapat pun tentangnya sebelum engkau meminta saran dari kedua orang tuamu, Abu Bakar dan Ummu Ruman r.a. Maka aku bertanya, “Urusan apakah itu, ya Rasulullah?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman-Nya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. (Al Ahzab:28-29) Siti Aisyah menjawab, “Sesungguhnya aku menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan pahala negeri akhirat, dan untuk menanggapi urusan ini aku tidak perlu meminta saran dari kedua orang tuaku, Abu Bakar dan Ummu Ruman r.a.” Mendengar jawaban itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tersenyum, senanglah hati beliau. Lalu beliau mendatangi kamar-kamar lainnya dan bersabda, “Sesungguhnya Aisyah telah mengatakan anu dan anu.” Maka semua istri beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan, “Kami pun sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Aisyah r.a.”
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abu Sa’id Al-Asyaj, dari Abu Usamah, dari Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Abdullah ibnu Abu Bakar, dari Amrah, dari Aisyah r.a. yang telah menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika diturunkan kepadanya wahyu yang berkenaan dengan istri-istrinya, maka mula-mula beliau mendatangiku dan berkata: “Sesungguhnya aku akan menceritakan kepadamu suatu urusan, maka janganlah engkau tergesa-gesa sebelum meminta saran dari kedua orang tuamu.” Maka Aisyah bertanya, “Urusan apakah itu, ya Rasulullah?” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Sesungguhnya aku diperintahkan agar mengajukan pilihan kepada kalian.” Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan kepada Aisyah ayat takhyir hingga kedua ayat berikutnya. Maka Aisyah r.a. menjawab, “Apakah yang engkau maksudkan dengan ucapanmu yang mengatakan, ‘Janganlah engkau tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum meminta saran kepada kedua orang tuamu?’ Itu tidak perlu lagi bagiku, karena sesungguhnya aku memilih Allah dan Rasul-Nya.” Mendengar jawaban itu hati Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ gembira, lalu beliau menawar-kan hal yang semisal kepada istri-istri lainnya. Ternyata mereka semua mengikuti jejak Aisyah r.a. Mereka memilih Allah dan Rasul-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Sinan Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh alias Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Lais, telah menceritakan kepadaku Uqail, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdullah ibnu Abu Saur, dari Ibnu Abbas r.a yang menceritakan bahwa Siti Aisyah pernah menceritakan, “Ketika ayat takhyir diturunkan, maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mula-mula mendatangiku di antara istri-istrinya, dan bersabda, ‘Sesungguhnya aku akan menceritakan suatu urusan kepadamu, tetapi janganlah engkau tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum meminta saran dari kedua orang tuamu’.” Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, “Sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku belum pernah memerintahkan kepadaku untuk bercerai darinya. Kemudian beliau bersabda, bahwa sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah menurunkan firman-Nya: ‘Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu’ (Al Ahzab:28), hingga kedua ayat berikutnya.” Siti Aisyah menjawab, “Apakah karena urusan ini engkau perintahkan diriku untuk meminta saran dari kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku menginginkan Allah, Rasul-Nya, dan pahala negeri akhirat.” Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajukan pilihan yang sama kepada istri-istri lainnya, ternyata semuanya mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Aisyah r.a.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Muslim ibnu Sabih, dari Masruq, dari Aisyah r.a. yang menceritakan, “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengajukan pilihan kepada kami, maka kami memilihnya, dan beliau tidak menganggapnya sebagai sesuatu lagi.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Al-A’masy.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir alias Abdul Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Ishaq, dari Abuz Zubair, dari Jabir r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Abu Bakar r.a. datang dan meminta izin untuk menemui Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Pada saat itu orang-orang berada di depan pintu rumah beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang duduk-duduk menunggu. Sedangkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang duduk di dalam rumahnya, beliau tidak mengizinkan Abu Bakar untuk masuk. Kemudian datanglah Umar r.a. dan meminta izin untuk masuk, tetapi ia pun tidak diizinkan masuk. Tidak lama kemudian Abu Bakar dan Umar diberi izin untuk masuk, lalu keduanya masuk. Saat itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang duduk, sedangkan semua istrinya berada di sekelilingnya, beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hanya diam saja. Umar berkata dalam hatinya bahwa ia akan berbicara kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ suatu pembicaraan yang mudah-mudahan akan membuat beliau dapat tersenyum. Maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya anak perempuan Zaid (yakni istri dia sendiri) meminta nafkah kepadaku, pastilah aku akan menamparnya.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tersenyum sehingga gigi serinya kelihatan, lalu bersabda: Kebetulan mereka pun yang ada di sekelilingku ini meminta nafkah kepadaku. Maka Abu Bakar r.a. bangkit menuju tempat Aisyah dengan maksud akan memukulnya. Umar bangkit pula menuju tempat Hafsah dengan maksud yang sama. Lalu keduanya berkata, “Kamu berdua meminta kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ nafkah yang tidak ada padanya?” Tetapi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang keduanya. Dan semua istri beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata, “Demi Allah, kami tidak akan lagi meminta kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sesudah pertemuan ini sesuatu yang tidak ada padanya.” Dan Allah menurunkan ayat khiyar, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memulainya dari Aisyah r.a. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku akan menceritakan kepadamu suatu urusan yang aku tidak suka bila engkau tergesa-gesa mengambil keputusan tentangnya sebelum engkau meminta saran dari kedua orang tuamu.” Siti Aisyah r.a. bertanya, “Urusan apakah itu?” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan kepadanya firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu. (Al Ahzab:28), hingga akhir ayat. Aisyah r.a. berkata, “Apakah berkenaan dengan engkau aku harus meminta saran kepada kedua orang tuaku? Tidak, bahkan aku tetap memilih Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan Rasul-Nya. Dan aku meminta, sudilah engkau tidak menceritakan kepada istrimu yang lain tentang pilihanku ini.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang kejam, melainkan Dia mengutusku sebagai pengajar lagi pemberi kemudahan. Tiada seorang wanita pun dari mereka yang menanyakan kepadaku tentang pilihanmu melainkan aku akan menceritakan kepadanya tentang pilihanmu itu.
Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara tunggal tanpa Imam Bukhari. Imam Bukhari serta Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Zakaria ibnu Ishaq Al-Makki dengan sanad yang sama.
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hasyim ibnul Barid, dari Muhammad ibnu Ubaidillah ibnu Abu Rafi’, dari Usman ibnu Ali ibnul Husain, dari ayahnya, dari Ali r.a. yang menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengajukan pilihan kepada istri-istrinya antara perkara dunia dan akhirat, dan beliau tidak menceritakan masalah talak kepada mereka.
Hadis ini berpredikat munqati’. Dan hal yang semisal telah diriwayatkan dari Al-Hasan dan Qatadah serta lain-lainnya, tetapi makna riwayat ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat, karena sesungguhnya dalam ayat disebutkan: maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. (Al Ahzab:28) Artinya, aku akan memberikan kepada kalian hak-hak kalian dan kulepaskan kalian dari ikatan perkawinan.
Para ulama berselisih pendapat tentang kebolehan orang lain mengawini bekas istri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sekiranya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceraikan mereka saat itu. Ada dua pendapat mengenai masalah ini. Pendapat yang paling sahih mengatakan boleh, seandainya talak itu benar-benar terjadi, demi terlaksananya perceraian yang dimaksud. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ikrimah mengatakan bahwa pada saat itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mempunyai sembilan orang istri. Lima orang istri dari kalangan kabilah Quraisy, yaitu Aisyah, Hafsah, Ummu Habibah, Saudah, dan Ummu Salamah. Selain itu adalah Safiyyah binti Huyay An-Nadriyyah, Maimunah bintil Haris Al-Hilaliyah, Zainab binti Jahsy Al-Asadiyah, dan Juwairiyah bintil Haris Al-Mustaliqiyah. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka dan membuat mereka semua rida dengan pahala-Nya.
Tafsir Ayat:
Tatkala istri-istri Rasulullah جَلَّ جَلالُهُ sama-sama sepakat menyatakan kecemburuannya kepada beliau, dan mereka menuntut nafkah dan pakaian serta menuntut sesuatu yang tidak sanggup beliau lakukan setiap waktu, dan mereka terus sepakat melakukan tuntutan dan bersikeras dengan keinginan mereka, hingga hal ini terasa sangat memberatkan Rasulullah, sampai membuat beliau bersumpah tidak menggauli mereka sampai satu bulan lamanya. Lalu Allah berkehendak memudahkan permasalahan ini bagi RasulNya dan mengangkat derajat istri-istrinya serta menghilangkan dari mereka segala hal yang dapat mengurangi pahala mereka. Maka Allah menyuruh RasulNya agar memberikan pilihan kepada mereka, seraya berfirman, يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia’,” maksudnya, sudah tidak ada tuntutan lain lagi bagi kalian selain itu, dan kalian memang sudah cukup rela dengan terpenuhinya dunia (harta benda) dan merasa marah kalau tidak memilikinya, maka aku sama sekali tidak mempunyai hasrat dan kebutuhan pada kalian, kalau kalian tetap seperti ini, فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ “maka marilah supaya aku berikan kepadamu mut’ah,” sedikit dari yang aku miliki dari harta benda, وَأُسَرِّحْكُنّ “dan aku ceraikan kamu” maksudnya, aku talak kalian سَرَاحًا جَمِيلا “dengan cara yang baik” tanpa ada rasa marah atau rasa ingin mencela, bahkan dengan lapang dada dan hati terbuka sebelum keadaannya sampai pada batas yang tidak diinginkan.
-29. ‘namun, jika kamu menginginkan dan lebih memilih Allah dan rasul-Nya dengan bersabar atas kehidupan yang sederhana ini dan berharap balasan di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa yang berbuat baik di antara kamu. Allah menjanjikan surga bagi siapa saja dari kamu yang tidak meminta hal-hal duniawi kepada rasulullah. ‘.
Al-Ahzab Ayat 28 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Ahzab Ayat 28, Makna Al-Ahzab Ayat 28, Terjemahan Tafsir Al-Ahzab Ayat 28, Al-Ahzab Ayat 28 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Ahzab Ayat 28
Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)