{32} As-Sajdah / السجدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | سبإ / Saba {34} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Ahzab الأحزاب (Golongan-Golongan Yang Bersekutu) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 33 Tafsir ayat Ke 50.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا ﴿٥٠﴾
yā ayyuhan-nabiyyu innā aḥlalnā laka azwājakallātī ātaita ujụrahunna wa mā malakat yamīnuka mimmā afā`allāhu ‘alaika wa banāti ‘ammika wa banāti ‘ammātika wa banāti khālika wa banāti khālātikallātī hājarna ma’ak, wamra`atam mu`minatan iw wahabat nafsahā lin-nabiyyi in arādan-nabiyyu ay yastangkiḥahā khāliṣatal laka min dụnil-mu`minīn, qad ‘alimnā mā faraḍnā ‘alaihim fī azwājihim wa mā malakat aimānuhum likai lā yakụna ‘alaika ḥaraj, wa kānallāhu gafụrar raḥīmā
QS. Al-Ahzab [33] : 50
Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Wahai Nabi, sesungguhnya Kami membolehkan istri-istrimu untukmu yang telah kamu beri mahar. Kami membolehkan hamba sahayamu dengan akad milkul yamin dari apa yang Allah limpahkan kepadamu sebagai nikmat. Dan Kami membolehkan untukmu menikah dengan anak perempuan paman dan bibimu dari ayah, anak perempuan paman dan bibimu dari ibu yang berhijrah bersamamu. Kami membolehkan untukmu seorang wanita beriman yang memberikan dirinya kepadamu tanpa mahar, bila kamu memang ingin menikahinya secara ikhlas untukmu, namun untuk selainmu, tidak boleh menikahi wanita dengan akad hibah. Kami mengetahui apa yang Kami tetapkan atas orang-orang mukmin pada istri-istri mereka dan hamba-hamba sahaya mereka, yaitu mereka hanya boleh menikahi empat istri dan hamba sahaya yang mereka kehendaki dengan tetap mensyaratkan wali, mahar dan saksi atas mereka. Akan tetapi Kami memberimu keringanan dari apa yang Kami tetapkan untuk mereka. Kami memberimu kelapangan yang tidak Kami berikan kepada selainmu, agar dadamu tidak menjadi sempit dalam menikahi wanita-wanita yang kamu nikahi dari mereka. Ini adalah tambahan perhatian Allah kepada Rasul-Nya dan penghargaan-Nya kepadanya. Allah Maha Pengampun bagi dosa-dosa para hamba-Nya yang beriman, Maha Penyayang dengan memberikan kelonggaran bagi mereka.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepada Nabi-Nya, bahwa Dia telah menghalalkan baginya istri-istri yang telah dia berikan kepada mereka maskawinnya, yang dalam ayat ini disebutkan dengan istilah ujur yang menurut arti bahasanya ialah upah, sedangkan makna yang dimaksud ialah maskawin. Demikianlah menurut Qatadah dan ulama lainnya yang bukan hanya seorang. Mahar atau maskawin yang diberikan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada istri-istrinya (yakni kepada tiap orang dari mereka) adalah sepuluh setengah uqiyah yang harganya ditaksir kurang lebih lima ratus dirham. Terkecuali Ummu Habibah binti Abu Sufyan, karena sesungguhnya maharnya dibayarkan oleh Raja An-Najasyi sebanyak empat ratus dinar. Kecuali pula Siti Safiyyah binti Huyayyin, karena sesungguhnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah memilihnya di antara para tawanan wanita Khaibar, kemudian beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerdekakannya, dan menjadikan pemerdekaannya sebagai maskawinnya. Demikian pula halnya Siti Juwairiyah bintil Haris Al-Mustaliqiyah, yakni dari Banil Mustaliq. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melunasi cicilan Kitabahnya terhadap Sabit ibnu Qais ibnu Syammas, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menikahinya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu. (Al Ahzab:50)
Dan Allah membolehkan bagimu mempergundik wanita yang kamu peroleh dari tawanan perang. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah memiliki Safiyyah dan Juwairiyah, lalu memerdekakan keduanya dan mengawini keduanya. Beliau memiliki pula Raihanah binti Syam’un An-Nadriyyah serta Mariyah Al-Qibtiyyah yang menghasilkan seorang putra darinya bernama Sayyid Ibrahim a.s. Mereka berdua diambil dari hamba sahaya, lalu dijadikan istri.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu. (Al Ahzab:50), sampai akhir ayat.
Ini merupakan hukum yang adil dan pertengahan antara yang ringan dan yang berlebihan, karena sesungguhnya orang-orang Nasrani tidak mau mengawini wanita terkecuali apabila antara lelaki yang bersangkutan dan wanita yang bersangkutan terdapat jarak pemisah tujuh kakek lebih. Sedangkan orang-orang Yahudi mau mengawini anak perempuan saudara lelaki atau saudara perempuannya. Lalu datanglah syariat Islam yang sempurna lagi suci merevisi keberlebihan orang-orang Nasrani, lalu membolehkan mengawini anak perempuan paman atau anak perempuan bibi dari pihak bapak, boleh pula mengawini anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan ibu. Kemudian Islam mengharamkan keringanan orang-orang Yahudi yang membolehkan mengawini keponakan, karena hal ini merupakan perbuatan yang sangat memalukan lagi menjijikkan. Dan sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyebutkan dalam firman-Nya:
dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu. (Al Ahzab:50)
dengan memakai ungkapan tunggal pada laki-laki karena kemuliaannya dan memakai bentuk jamak pada perempuan karena kekurangan mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
ke kanan dan ke kiri. (An Nahl:48)
Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). (Al Baqarah:257)
Dan Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan mengadakan gelap dan terang. (Al An’am:1)
Ayat-ayat lainnya yang sama cukup banyak.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
yang turut hijrah bersama kamu. (Al Ahzab:50)
Ibnu Abu Hatim rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ummu Hani’ yang telah menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah melamarnya, tetapi ia keberatan dan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memaafkannya (memahami alasannya). Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu – yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu. (Al Ahzab:50) Ummu Hani’ mengatakan bahwa ia tidak memperkenankan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengawini dirinya, dan ia bukan termasuk wanita yang hijrah bersamanya dan dia termasuk orang-orang yang dibebaskan (setelah penaklukan kota Mekah).
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ubaidillah ibnu Musa dengan sanad yang sama. Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin dan Qatadah, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud dengan hijrah ialah hijrah ke Madinah bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Menurut riwayat lain yang bersumber dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: yang turut hijrah bersamamu. (Al Ahzab:50) Makna yang dimaksud ialah wanita-wanita yang masuk Islam.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud membaca ayat ini dengan bacaan berikut:
Dan yang turut hijrah bersamamu.
Yakni dengan memakai huruf wawu sebelum lafaz al-lati.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu. (Al Ahzab:50), hingga akhir ayat.
Hai Nabi, Allah telah menghalalkan bagimu wanita mukmin yang menyerahkan dirinya kepadamu untuk kamu kawini tanpa maskawin, jika memang kamu menyukainya. Ayat ini mengandung dua syarat yang berurutan sekaligus semakna dengan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang menceritakan perkataan Nabi Nuh a.s. kepada kaumnya, yaitu:
Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepadamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. (Huud:34)
Dan perkataan Nabi Musa a.s. kepada kaumnya yang dikisahkan oleh firman-Nya:
Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri. (Yunus:84)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al Ahzab:50), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Abu Hazim, dari Sahd ibnu Sa’d As-Sa’idi, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah kedatangan seorang wanita, lalu wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku serahkan diriku kepadamu.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menjawabnya dan wanita itu berdiri saja dalam waktu yang cukup lama. Lalu berdirilah seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Rasulullah, kawinkanlah aku dengan dia jika engkau tidak berhajat kepadanya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apakah kamu memiliki sesuatu yang akan engkau berikan kepadanya sebagai maskawinnya?” Lelaki itu menjawab, “Aku tidak memiliki selain dari kainku ini.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Jika kamu berikan kainmu kepadanya, berarti kamu tidak punya kain lagi jika duduk. Maka carilah yang lainnya.” Lelaki itu menjawab, “Saya tidak memiliki yang lainnya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Carilah, sekalipun (maskawin itu) berupa cincin besi. Lelaki itu mencari cincin besi, dan ternyata ia tidak memilikinya. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apakah kamu hafal sesuatu dari Al-Qur’an?” Lelaki itu menjawab, “Ya, saya hafal surat anu —disebutkan beberapa surat—.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadanya: Aku nikahkan dia dengan kamu dengan maskawin hafalan Al-Qur’anmu itu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Malik.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Marhum, ia pernah mendengar Sabit mengatakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama sahabat Anas yang saat itu di hadapannya terdapat seorang putrinya. Kemudian Anas r.a. bercerita bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau mempunyai suatu keperluan (kawin)?” Anak perempuan wanita itu berkata, “Betapa tidak malunya ibu mengemukakan hal itu.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Ibumu lebih baik daripada kamu. Dia mencintai Nabinya, lalu ia menawarkan dirinya (untuk) dikawin oleh Nabi.Imam Bukhari mengetengahkannya secara tunggal melalui riwayat Marhum ibnu Abdul Aziz, dari Sabit Al-Bannani, dari Anas dengan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Sinan ibnu Rabi’ah, dari Al-Hadrami, dari Anas ibnu Malik, bahwa pernah ada seorang wanita datang menghadap kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai seorang anak perempuan yang berciri khas anu dan anu,” wanita itu menyebutkan kebaikan akhlaknya dan kecantikannya,” karena itu aku lebih memprioritaskan dia daripada diriku sendiri untuk dikawin olehmu.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Aku terima dia darimu.” Wanita itu terus-menerus memuji putrinya, sehingga ia menceritakan bahwa putrinya itu tidak pernah membangkang dan tidak pernah mengeluh terhadap sesuatu pun. Akhirnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku tidak mempunyai keinginan terhadap anak perempuanmu itu.
Para ahli sunnah tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Abu Muzahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abul Waddah (yakni Muhammad ibnu Muslim), dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Khaulah binti Hakim pernah menyerahkan dirinya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ibnu Wahb telah menceritakan dari Sa’id ibnu Abdur Rahman dan Ibnu Abuz Zanad, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, bahwa Khaulah binti Hakim ibnul Auqas dari Bani Sujaim adalah salah seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk dikawin.
Menurut riwayat lain yang juga melaluinya dari Sa’id ibnu Abdur Rahman, dari Hisyam, dari ayahnya, disebutkan bahwa kami sering membicarakan bahwa khaulah binti Hakim termasuk wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan dia adalah seorang wanita yang saleh. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa Ummu Sulaim itu barangkali adalah Khaulah binti Hakim, atau barangkali dia adalah wanita lainnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ka’b dan Umar ibnul Hakam serta Abdullah ibnu Ubaidah. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengawini tiga belas orang wanita, enam prang di antaranya dari kalangan Quraisy, yaitu Khadijah, Aisyah, Hafsah, Ummu Habibah, Saudah, dan Ummu Salamah. Tiga orang dari Bani Amir ibnu Sa’sa’ah. Serta dua orang dari Bani Hilal ibnu Amir, yaitu Maimunah bintil Haris yang menyerahkan dirinya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan Zainab yang dijuluki Ummul Masakin. Seorang wanita dari kalangan Bani Bakar ibnu Kilab Al-Quraziyyah, salah seorang wanita yang pada akhirnya lebih memilih duniawi, dan seorang wanita lagi dari kalangan Banil Jun yang menampik Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kemudian Zainab binti Jahsy Al-Asadiyyah dan dua orang wanita tawanan, yaitu Safiyyah binti Huyayyin ibnu Akhtab serta Juwairiyah bintil Haris ibnu Amr ibnul Mustaliq Al-Khuza’iyyah.
Sa’id ibnu Abu Arubah telah meriwayatkan dari Qatadah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al Ahzab:50) Dia adalah Maimunah bintil Haris, dalam riwayat ini terdapat inqita’ (mata rantai sanad yang terputus) sehingga predikatnya adalah mursal.
Menurut pendapat yang terkenal, Zainab yang dijuluki Ummul Masakin (ibu kaum miskin) adalah Zainab binti Khuzaimah Al-Ansari. Ia meninggal dunia sebagai istri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan saat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ masih hidup. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Kami kemukakan hal ini dengan maksud bahwa wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu banyak, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia merasa cemburu kepada wanita-wanita yang menyerahkan diri mereka kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehingga kukatakan, “Apakah pantas wanita menyerahkan dirinya?” Dan ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai maka tidak ada dosa bagimu. (Al Ahzab:51) Maka aku (Aisyah) mengatakan, “Saya tidak melihat Tuhanmu melainkan selalu tanggap memenuhi kesukaanmu.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mansur Al-Ju’fi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Anbasah ibnul Azhar, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak mempunyai istri seorang wanita pun dari kalangan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepada beliau.
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Yunus ibnu Bukair, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ belum pernah menerima seorang wanita pun yang menyerahkan dirinya kepada beliau, sekalipun hal itu diperbolehkan baginya dan sebagai suatu kekhususan bagi beliau. Demikian itu karena hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kehendak beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: kalau Nabi mau mengawininya. (Al Ahzab:50) Maksudnya Jika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memilih mengawininya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (Al Ahzab:50)
Ikrimah mengatakan bahwa wanita yang menyerahkan dirinya tidak halal bagi selainmu. Seandainya ada seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, maka wanita itu tidak halal baginya sebelum si lelaki itu memberikan sesuatu kepadanya sebagai maskawinnya.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Asy-Sya’bi serta selain keduanya, bahwa apabila seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki, sesungguhnya manakala lelaki itu menggaulinya (setelah nikah dengannya, pent.) diwajibkan atas lelaki itu membayar mahar misil kepada wanita tersebut, sebagaimana yang telah diputuskan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam kasus perkawinan anak perempuan Wasyiq. Anak perempuan Wasyiq menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki (lalu kawin dengannya), maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menetapkan bagi wanita itu mendapat mahar misilnya saat si lelaki atau suaminya itu meninggal dunia. Dalam masalah ini kematian dan jimak sama saja dalam hal ketetapan wajib membayar mahar (maskawin) bagi pihak laki-laki terhadap wanita yang menyerahkan diri kepadanya untuk dikawini. Ketentuan wajib membayar mahar misil ini hanya berlaku bagi selain Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Adapun Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak wajib membayar sesuatu pun dari mahar misil wanita yang menyerahkan diri kepadanya, seandainya beliau menggaulinya. Dikatakan demikian karena diperbolehkan bagi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kawin tanpa maskawin, tanpa wali, dan tanpa saksi sebagai kekhususan bagi beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sebagaimana yang pernah terjadi dalam kisah Zainab binti Jahsy r.a. (karena dikawinkan langsung oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (Al Ahzab:50) Bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang wanita menyerahkan dirinya kepada seorang lelaki tanpa wali dan tanpa maskawin selain Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki. (Al Ahzab:50)
Ubay ibnu Ka’b, Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, serta Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka. (Al Ahzab:50) Yakni berkaitan dengan pembatasan bagi mereka yang hanya diperbolehkan mengawini empat orang wanita merdeka dan berapa orang wanita pun yang mereka kehendaki dari kalangan budak-budak perempuan, juga berkaitan dengan persyaratan adanya wali dan maskawin serta para saksi bagi mereka, yang hal ini berlaku untuk semua kaum muslim. Tetapi Kami berikan rukhsah (kemurahan) bagimu dalam hal ini, untuk itu Kami tidak mewajibkan atas kamu sesuatu pun dari batasan-batasan dan ikatan-ikatan tersebut.
supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Ahzab:50)
(50) Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman seraya menyebutkan karuniaNya kepada RasulNya, yaitu menghalalkan segala sesuatu yang dihalalkan bagi beliau dan juga bagi kaum Mukminin serta sesuatu yang menjadi kekhususan dirinya saja, يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ “Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya,” maksudnya, yang telah engkau serahkan maharnya kepada istri-istri(mu). Ini termasuk hak yang sama antara dia dan kaum Mukminin. Sebab, sesungguhnya kaum Mukminin juga diperbolehkan bagi mereka (memiliki) istri-istri yang telah mereka beri maharnya {و} “Dan” demikian pula Kami halalkan bagimu مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ “hamba sahaya yang kamu miliki,” maksudnya, budak-budak perempuan yang kamu miliki, مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ “yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu,” dari barang rampasan dari orang-orang kafir, yaitu berupa budakbudak wanita mereka dan wanita-wanita merdeka mereka, baik perempuan yang memiliki suami dari mereka ataupun yang tidak. Ini juga hak yang sama (antara beliau dan sahabat). Dan demikian pula yang termasuk hak yang sama adalah FirmanNya, وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاتِكَ “Dan anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudari perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudari perempuan ibumu,” mencakup paman dan bibi (dari saudara bapak), dan paman dan bibi (dari saudara ibu) yang dekat dan yang jauh. Ini adalah batasan perempuan-perempuan yang halal dinikahi, yang dapat diambil kesimpulan dari mafhumnya (makna tersiratnya), bahwa perempuan-perempuan selain mereka dari kerabat dekat itu tidak dihalalkan, sebagaimana telah dijelaskan dalam Surat anNisa`. Sebab, sudah tidak diperbolehkan (tidak dihalalkan) wanita-wanita dari kaum kerabat selain mereka yang berasal dari empat jalur kerabat itu. Dan selain mereka yang berasal dari furu’ (cabang, anak, cucu, dan seterusnya) secara pasti, dan ushul (ibu, nenek, dan seterusnya) dan furu’ yang berasal dari bapak, ibu dan yang di bawahnya, dan furu’ bagi orang-orang yang di atasnya (seperti anak nenek) yang berasal dari keturunannya, maka semuanya tidak halal.
Dan FirmanNya, اللاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ “Yang turut hijrah bersama kamu,” ini adalah batasan (syarat) bagi kehalalan perempuan-perempuan tersebut bagi Rasulullah, sebagaimana pendapat ini adalah yang benar dari dua pendapat dalam tafsir ayat ini. Adapun selain Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , maka sudah diketahui bahwa ini adalah tidak halal. {و} “Dan” Kami halalkan untukmu امْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ “perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi,” dengan hanya menyerahkan dirinya itu, إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا “kalau Nabi mau mengawininya.” Ini tergantung kepada kemauan dan kesukaan (beliau), خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ “sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin,” yang dimaksud adalah: Bolehnya Nabi (menikahi) perempuan yang menyerahkan dirinya. Sedangkan orang-orang Mukmin maka tidak halal bagi mereka menikahi perempuan dengan hanya disebabkan wanita itu menyerahkan dirinya kepada mereka.
قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ “Sungguh Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki.” Kami telah mengetahui apa yang menjadi kewajiban kaum Mukminin, apa yang halal bagi mereka dan apa yang tidak halal berupa istri-istri dan budak sahaya. Dan Kami telah memberitakan hal itu kepada mereka, dan Kami telah menjelaskan yang fardhufardhu. Maka apa yang ada di dalam ayat ini dari Hal-hal yang bertentangan dengan hal itu, maka itu adalah kekhususan bagimu, karena Allah telah menjadikannya sebagai khitab (pesan, perintah) untuk Rasul saja, berdasarkan FirmanNya,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالاتِكَ اللاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk dari sesuatu yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudari perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudari perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi, kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (AlAhzab: 50).
Dan FirmanNya, خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ “Sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin.” Kami membolehkan bagimu, wahai Nabi, sesuatu yang tidak Kami bolehkan bagi mereka, dan Kami lapangkan bagimu sesuatu yang tidak Kami lapangkan bagi selainmu, لِكَيْلا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ “supaya tidak menjadi kesempitan bagimu.” Ini bagian dari tambahan perhatian Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadap Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” maksudnya, Dia selalu bersifat mengampuni dan merahmati, dan Dia menurunkan sebagian ampunanNya, rahmatNya, kemurahanNya dan kebaikanNya kepada hamba-hambaNya sesuai dengan tuntutan hikmahNya sementara sebab kausalitas didapatkan ada pada mereka.
Usai menjelaskan persoalan perceraian yang berlaku secara umum pada ayat-ayat yang lalu, pada ayat berikut Allah menjelaskan hukum pernikahan yang berlaku secara khusus bagi nabi Muhammad. Wahai nabi Muhammad! sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah engkau berikan maskawinnya, dan kami halalkan juga bagimu hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, berupa harta maupun wanita yang ditinggalkan oleh musuh. Dan kami halalkan pula untukmu menikahi anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersamamu, dan kami halalkan pula untukmu menikahi perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi untuk dinikahi tanpa mahar, kalau nabi ingin menikahinya. Kami gariskan hukum demikian sebagai kekhususan bagimu, wahai nabi Muhammad, bukan untuk semua orang mukmin selain dirimu. Kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka, orang-orang mukmin, tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki. Kami tentukan hukum perkawinan yang demikian itu kepadamu tiada lain agar tidak menjadi kesempitan dan beban bagimu, wahai nabi, dalam menjalankan tugas kenabian. Dan Allah maha peng-ampun kepada hamba-Nya yang bertobat, maha penyayang dengan karunia-Nya yang tiada terbatas. 51. Bila para suami yang berpoligami wajib secara adil mengatur gilir-an untuk mendatangi istri-istri mereka, maka ketentuan demikian tidak Allah berlakukan atas nabi Muhammad. Engkau, wahai nabi Muhammad, boleh menangguhkan menggauli siapa yang engkau kehendaki di antara mereka, yakni para istrimu, dan boleh pula menggauli siapa di antara mereka yang engkau kehendaki. Dan siapa yang engkau ingini untuk menggaulinya kembali dari istri-istrimu yang telah engkau sisihkan, yakni engkau tinggalkan untuk tidak menggaulinya kemudian kamu menginginkannya kembali atau mereka yang menginginkannya, maka tidak ada dosa bagimu karena kami perbolehkan khusus untukmu hal tersebut. Kekhususan yang demikian itu Allah anugerahkan kepadamu agar lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih ketika engkau tidak mendampingi mereka, dan mereka rela dengan apa yang telah engkau berikan kepada mereka semuanya, karena mereka tahu itulah ketetapan Allah. Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hatimu. Dan Allah maha mengetahui apa yang tersimpan dalam hati istri-istrimu, maha penyantun dengan tidak segera menghukum hamba yang berbuat salah dan dosa.
Al-Ahzab Ayat 50 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Ahzab Ayat 50, Makna Al-Ahzab Ayat 50, Terjemahan Tafsir Al-Ahzab Ayat 50, Al-Ahzab Ayat 50 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Ahzab Ayat 50
Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)