{32} As-Sajdah / السجدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | سبإ / Saba {34} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Ahzab الأحزاب (Golongan-Golongan Yang Bersekutu) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 33 Tafsir ayat Ke 52.
لَا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا ﴿٥٢﴾
lā yaḥillu lakan-nisā`u mim ba’du wa lā an tabaddala bihinna min azwājiw walau a’jabaka ḥusnuhunna illā mā malakat yamīnuk, wa kānallāhu ‘alā kulli syai`ir raqībā
QS. Al-Ahzab [33] : 52
Tidak halal bagimu (Muhammad) menikahi perempuan-perempuan (lain) setelah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang engkau miliki. Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.
Tidak halal bagimu menikahi wanita lain setelah para istrimu Ummahatul Mukminin, tidak halal juga bagimu untuk mentalak mereka dan menikah dengan selain mereka sebagai penganti mereka. (Hal ini sebagai penghargaan kepada Ummahatul Mukminin dan ungkapan terima kasih atas kebaikan mereka selama ini yang memilih Allah, Rasul-Nya dan alam akhirat), sekalipun kamu mengagumi kecantikan wanita lain tersebut, kecuali hamba-hamba sahaya wanita, mereka halal bagimu. Allah Maha Mengawasi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya.
Banyak ulama seperti Ibnu Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Zaid, Ibnu Jarir serta yang lainnya menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan balasan Allah dan rida-Nya kepada istri-istri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ karena sikap mereka yang baik —yaitu lebih memilih Allah dan Rasul-Nya serta pahala akhirat— saat mereka disuruh memilih oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sebagaimana yang kisahnya telah disebutkan dalam ayat sebelum ini.
Setelah mereka memilih Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka sebagai imbalan dari Allah ialah Dia membatasi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hanya dengan mereka, dan mengharamkan baginya kawin lagi dengan wanita lain, atau menggantikan mereka dengan istri yang lain selain mereka, sekalipun kecantikan wanita lain itu mempesona hati beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Terkecuali budak-budak perempuan dan para tawanan wanita, maka diperbolehkan baginya mengawini mereka.
Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menghapuskan dosa bagi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam hal ini (kawin lagi dengan wanita lain) dan merevisi hukum ayat ini, serta membolehkannya kawin lagi. Tetapi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak kawin lagi sesudahnya, agar hal ini dianggap sebagai karunia Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada istri-istrinya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Ata, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ belum diwafatkan sebelum Allah menghalalkan baginya kawin lagi dengan wanita lain.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdul Malik ibnu Syaibah, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepadaku Al-Mugirah ibnu Abdur Rahman Al-Khuza’i, dari Abun Nadr maula Umar ibnu Abdullah, dari Abdullah ibnu Wahb ibnu Zam’ah, dari Ummu Salamah, Sesungguhnya Ummu Salamah pernah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ belum diwafatkan sebelum Allah meghalalkan baginya kawin dengan wanita yang disukainya, selain wanita yang ada hubungan mahram dengannya. Demikian itu disebutkan oleh firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka. (Al Ahzab:51), hingga akhir ayat.
Maka ayat ini me-mansukh (merevisi) ayat sesudahnya dalam hal tilawah (bacaan)nya, sebagaimana dua ayat yang membicarakan masalah idah wanita yang ditinggal mati suaminya dalam surat Al-Baqarah. Ayat yang pertama me-mansukh ayat yang kedua, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ulama lainnya mengatakan bahwa bahkan makna ayat berikut, yaitu firman-Nya: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al Ahzab:52) Yakni sesudah dijelaskan kepadamu wanita-wanita yang dihalalkan bagimu di antara wanita-wanita yang telah engkau berikan maskawin mereka, hamba sahaya perempuan yang kamu miliki, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayahmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayahmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu, dan wanita-wanita yang menyerahkan dirinya kepadamu, sedangkan wanita lainnya tidak dihalalkan bagimu.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan dari Ubay ibnu Ka’b dan Mujahid menurut suatu riwayat yang bersumber darinya.
Juga menurut Ikrimah, dan Ad-Dahhak dalam suatu riwayatnya, Abu Razin dalam suatu riwayatnya, Abu Saleh, Al-Hasan, Qatadah dalam suatu riwayatnya, dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Musa, dari Ziad, dari seorang lelaki kalangan Ansar yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ubay ibnu Ka’b, “Bagaimanakah menurut pendapatmu sekiranya istri-istri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meninggal dunia, bolehkah beliau kawin lagi?” Ubay ibnu Ka’b balik bertanya, “Lalu apakah yang mencegahnya untuk tidak boleh kawin lagi.” Ia menjawab, “Karena ada firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan: ‘Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu’ (Al Ahzab:52)” Ubay ibnu Ka’b berkata memberikan penjelasan, bahwa sesungguhnya yang dihalalkan oleh Allah bagi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hanyalah sejumlah wanita tertentu, yang disebutkan dalam firman-Nya: Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu. (Al Ahzab:50) sampai dengan firrnan-Nya: dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi. (Al Ahzab:50) Kemudian dikatakan kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al Ahzab:52)
Abdullah ibnu Ahmad meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Daud dengan sanad yang sama.
Imam Turmuzi telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas yang mengatakan, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dilarang mengawini berbagai macam wanita, kecuali wanita-wanita yang mukmin lagi ikut berhijrah, melalui firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. (Al Ahzab:52) Maka Allah menghalalkan gadis-gadis kalian yang mukmin dan wanita yang mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan diharamkan bagimu wanita yang beragama selain Islam. Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya. (Al Maidah:5), hingga akhir ayat.
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya. (Al Ahzab:50) sampai dengan firman-Nya: sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. (Al Ahzab:50) dan diharamkan bagimu wanita-wanita yang selain dari itu.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al Ahzab:52) Yakni sesudah disebutkan kepadamu wanita-wanita yang halal bagimu, baik wanita muslimah atau wanita Yahudi atau wanita Nasrani atau wanita Kafir.
Abu Saleh mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al Ahzab:52) Ini merupakan suatu perintah yang melarang Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengawini wanita Badui dan wanita Arab, tetapi boleh mengawini wanita-wanita lainnya sesudah itu dari kalangan kaum wanita Tihamah dan wanita-wanita yang dikehendakinya dari kalangan anak-anak perempuan saudara laki-laki ayah, anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu. Jika ia menyukainya, boleh mengawini tiga ratus orang wanita.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu. (Al Ahzab:52) Yakni sesudah wanita-wanita yang telah disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat-ayat sebelumnya.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna ayat ini umum mencakup berbagai macam wanita yang telah disebutkan sebelumnya dan wanita-wanita (istri-istri) yang telah dinikahinya yang jumlahnya ada sembilan orang. Pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir ini cukup baik. Barangkali apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini merupakan gabungan dari semua riwayat yang telah kami kemukakan melaluinya dari sejumlah ulama Salaf. Karena sesungguhnya kebanyakan dari mereka (ulama Salaf) telah meriwayatkan pendapat ini dan pendapat itu, yang pada hakikatnya tidak bertentangan di antara semuanya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan kepada dirinya sendiri sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menceraikan Siti Hafsah, kemudian merujuknya kembali. Dan beliau pernah berniat akan menceraikan Siti Saudah, pada akhirnya Saudah memberikan hari gilirannya kepada Siti Aisyah. Kenjudian ia menjawab bahwa hal ini terjadi sebelum firman berikut diturunkan, yaitu: Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu, dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain). (Al Ahzab:52), hingga akhir ayat.
Pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini —yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum ayat ini diturunkan—dinilai benar pula. Tetapi alasan tersebut tidak diperlukan, karena sesungguhnya makna ayat hanya menunjukkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak boleh mengawini wanita lain selain dari istri-istri yang telah ada padanya, dan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak boleh menggantikan mereka dengan wanita (istri) yang lain. Dan hal ini tidak menunjukkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak pernah menceraikan seseorang dari mereka tanpa menggantikannya dengan yang lain. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Adapun mengenai peristiwa yang dialami oleh Saudah, disebutkan di dalam kitab sahih melalui Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa dialah yang melatarbelakangi turunnya ayat berikut, yaitu firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya. (An Nisaa:128), hingga akhir ayat.
Sedangkan mengenai peristiwa yang dialami oleh Hafsah disebutkan oleh Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya melalui berbagai jalur dari Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Saleh ibnu Saleh ibnu Huyayin, dari Salamah Ibnu Kahil, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menceraikan Hafsah (anak perempuan Umar), kemudian beliau merujuknya. Sanad riwayat ini cukup kuat.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibira Bukair, dari Al-A’masy, dari Abu Saleh, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Umar pernah masuk ke dalam rumah Hafsah yang saat itu sedang menangis. Maka Umar bertanya, “Apakah yang menyebabkan kamu menangis? Apakah barangkali Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceraikanmu? Sesungguhnya beliau pernah menceraikanmu sekali, lalu merujukmu kembali karena memandang aku. Demi Allah, jika beliau meceraikanmu lagi, aku tidak mau berbicara denganmu selama-lamanya.”
Para perawi hadis ini harus memenuhi persyaratan sahihain (baru dapat diterima)
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu. (Al Ahzab:52)
Melalui ayat ini Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melarang Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menambah istri seandainya beliau menceraikan salah seorang dari mereka, lalu menggantikannya dengan istri yang lain, terkecuali hamba sahaya yang dimilikinya.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan sebuah hadis yang perlu diketengahkan dalam pembahasan ini karena ada kaitan dengannya.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Harb, dari Ishaq ibnu Abdullah Al-Qurasyi, dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa di masa Jahiliah pembarteran istri dapat dilakukan oleh seseorang dengan orang lain. Seorang lelaki mengatakan kepada lelaki yang lain, “Tukarkanlah istrimu dengan istriku, maka aku rela menukarkan istriku dengan istrimu.” Hal ini sering dilakukan di masa Jahiliah, yang seorang menceraikan istrinya, lalu dikawini oleh yang lain. Begitu pula sebaliknya, ia pun menceraikan istrinya, lalu dikawini oleh temannya yang baru menceraikan istrinya itu. Singkatnya seseorang mengatakan, “Lepaskanlah istrimu untukku, maka aku akan melepaskan istriku untukmu.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu. (Al Ahzab:52). Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa Uyaynah ibnu Hisn Al-Fazzari masuk ke rumah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk menemuinya, saat itu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang bersama Siti Aisyah r.a. Uyaynah masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu, maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menegurnya, “Kamu masuk tidak meminta izin terlebih dahulu?” Uyaynah berkata, “Wahai Rasulullah, saya sejak usia balig belum pernah meminta izin untuk menemui seseorang dari kalangan Mudar.” Kemudian Uyaynah berkata, “Siapakah wanita yang berkulit putih kemerah-merahan yang ada di sampingmu itu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Ini adalah Aisyah Ummul Mu-minin.” Uyaynah bertanya, “Maukah engkau menukarnya dengan istriku yang paling cantik?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Hai Uyaynah, sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal tersebut.” Setelah Uyaynah keluar, Siti Aisyah bertanya, “Siapakah orang tadi?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Dia adalah orang dungu yang ditaati. Sesungguhnya dia, sebagaimana yang kamu lihat dari sikapnya itu, benar-benar menjadi penghulu kaumnya.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa Ishaq ibnu Abdullah lemah sekali dalam periwayatan hadis.
Dan sesungguhnya kami sengaja mengetengahkan hadis ini karena kami tidak hafal hadis ini melainkan dari jalur ini, dan kami telah menjelaskan cela (kekurangan) yang ada padanya.
(52) Ini adalah kesyukuran dari Allah yang senantiasa Maha Mensyukuri, untuk istri-istri RasulNya yang mana mereka lebih memilih Allah, RasulNya dan negeri akhirat, yaitu dalam bentuk Allah berbelas kasih kepada mereka dan membatasi RasulNya untuk beristrikan mereka saja, seraya berfirman, لا يَحِلُّ لَكَ النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ “Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah,” istri-istrimu yang ada, وَلا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ “dan tidak boleh pula mengganti mereka dengan istri-istri yang lain,” maksudnya, jangan pula kamu menceraikan salah satu dari mereka lalu mengawini yang lain sebagai gantinya, sehingga terjadilah rasa aman mereka, dari bahaya dan perceraian. Hal ini karena Allah telah menetapkan bahwa mereka adalah istri-istrinya di dunia dan akhirat, tidak boleh terjadi perceraian antara Nabi dengan mereka.
وَلَوْ أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ “Meskipun kecantikannya menarik hatimu,” maksudnya, kecantikan selain mereka lebih menawan hatimu, maka tetap tidak halal bagimu, إِلا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ “kecuali hamba sahaya yang kamu miliki” yaitu, wanita-wanita tawanan perang, maka ini halal bagimu. Sebab, wanita-wanita budak sahaya dalam (sudut pandang) tidak sukaan istri padanya tidaklah sama kedudukannya dengan istri-istri yang sebenarnya dalam mengganggu. وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا “Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu,” maksudnya, Dia selalu mengawasi segala permasalahan, mengetahui bagaimana berakhirnya permasalahan itu, Dia selalu mengurusinya dengan aturan yang tersempurna dan kerapian yang paling baik.
Ketika ayat ini turun, nabi mempunyai sembilan istri, yaitu ”’isyah, ‘af’ah, zainab, ummu salamah, ummu ‘ab’bah, maim’nah, saudah, ‘afiyyah, dan juwairiyah. Allah memberi nabi kekhususan hukum dalam hal relasi suami-istri, tetapi dia juga memberi batasan dalam pernikahan nabi. Tidak halal bagimu, wahai nabi Muhammad, menikahi perempuan-perempuan lain setelah itu, yakni selain yang sudah hidup bersamamu saat ayat ini turun, dan tidak boleh pula bagimu menceraikan lalu mengganti mereka dengan istri-istri yang lain, meskipun kecantikannya menarik hatimu, kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang engkau miliki. Dan Allah maha mengawasi segala sesuatu di mana dan kapan pun untuk kebaikan alam semesta. 53. Saat nabi merayakan pernikahan dengan zainab binti ja’sy, beliau mengundang tamu untuk mencicipi hidangan walimah. Di antara tamu-tamu itu, ada tiga orang yang terlalu asyik dan lama berbincang karena merasa betah di kediaman rasulullah. Melalui ayat berikut Allah menjelaskan etika berkunjung ke rumah nabi. Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi sambil menunggu-nunggu waktu makan rasulullah, kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu makanannya masak. Tetapi, jika kamu dipanggil maka masuklah, dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu dari kediaman nabi tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu, yakni berlama-lama di rumah beliau, adalah mengganggu nabi, sehingga dia malu kepadamu untuk memintamu pulang, dan Allah tidak malu menerangkan hal yang benar.
Al-Ahzab Ayat 52 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Ahzab Ayat 52, Makna Al-Ahzab Ayat 52, Terjemahan Tafsir Al-Ahzab Ayat 52, Al-Ahzab Ayat 52 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Ahzab Ayat 52
Tafsir Surat Al-Ahzab Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)