{33} Al-Ahzab / الأحزاب | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | فاطر / Fatir {35} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Saba سبإ (Kaum Saba’) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 34 Tafsir ayat Ke 23.
وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ ۚ حَتَّىٰ إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ۖ قَالُوا الْحَقَّ ۖ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ ﴿٢٣﴾
wa lā tanfa’usy-syafā’atu ‘indahū illā liman ażina lah, ḥattā iżā fuzzi’a ‘ang qulụbihim qālụ māżā qāla rabbukum, qālul-ḥaqq, wa huwal-‘aliyyul-kabīr
QS. Saba [34] : 23
Dan syafaat (pertolongan) di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu). Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar,” dan Dialah Yang Mahatinggi, Mahabesar.
Syafaat pemberi syafa’at di sisi Allah tidak akan berguna kecuali bagi siapa yang Allah izinkan. Dan diantara keagungan dan kemuliaan Allah adalah bahwa bila Dia berfirman dengan wahyu lalu penduduk langit mendengar firman-Nya, maka mereka akan gemetar ketakutan, sehingga mereka seperti pingsan. Sehingga pada saat ketakutan itu lenyap dari hati mereka, sebagian bertanya kepada sebagian yang lain: Apa yang difirmankan oleh Rabb kalian? Malaikat menjawab: Dia berfirman yang haq, dan Dia Mahatinggi dengan Dzat-Nya, kekuasaan-Nya dan kedudukan-Nya, lagi Mahabesar atas segala sesuatu.
Selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu. (Saba’:23)
Yakni karena kebesaran, kemuliaan, dan keagungan-Nya, tiada seorang pun yang berani memberikan syafaat di sisi-Nya terhadap sesuatu kecuali dengan seizin-Nya, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali dengan seizin-Nya. (Al Baqarah:255)
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya.). (An Najm:26)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. (Al Anbiyaa:28)
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, penghulu anak Adam dan pemberi syafaat yang terbesar di sisi Allah, bahwa ketika beliau berdiri di kedudukan yang terpuji untuk memohon syafaat buat semua makhluk, hendaknyalah Tuhan segera tiba menemui mereka guna memutuskan peradilan di antara mereka, lalu beliau menceritakan melalui sabdanya:
Maka aku bersujud kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan Dia membiarkan diriku selama apa yang dikehendaki-Nya, sedangkan saya dalam keadaan bersujud. Lalu Dia memujiku dengan pujian-pujian yang sekarang aku tidak dapat mengungkapkannya. Kemudian Dia berfirman, “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, dan katakanlah engkau didengar, dan mintalah engkau akan diberi, dan mintalah syafaat, engkau diberi izin untuk memberi syafaat, ” hingga akhir hadis.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar,” (Saba’:23)
Ayat ini menceritakan tentang kedudukan Yang Mahabesar lagi Maha tinggi bagi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, yaitu apabila Dia berfirman, maka semua penduduk langit mendengar firman-Nya, lalu mereka bergetar karena ketakutan sehingga keadaan mereka sama dengan orang yang pingsan karena ketakutan yang sangat terhadap Kebesaran dan Keagungan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Demikianlah menurut apa yang diutarakan oleh Ibnu Mas’ud r.a., Masruq r.a., dan lain-lainnya.
sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka. (Saba’:23)
Yakni rasa takut yang mencekam mereka hilang.
Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Asy-Sya’bi, Ibrahim An-Nakha’i, Ad-Dahhak, Al-Hasan, dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar.” (Saba’:23) Bahwa ketakutan dihilangkan dari hati mereka, karenanya mereka baru bisa angkat bicara.
Qiraat yang lain ada yang membacanya furiga memakai gin yang diriwayatkan melalui hadis yang marfu’, tetapi maknanya sama dengan qiraat pertama. Dengan kata lain, apabila ketakutan telah dihilangkan dari hati mereka, maka sebagian dari mereka bertanya kepada sebagian yang lain, bahwa apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian? Maka para malaikat penyangga Arasy yang ada di sisi Tuhan menyampaikan berita itu kepada para malaikat yang ada di bawah mereka, lalu disampaikan lagi kepada para malaikat yang ada di bawahnya, demikianlah seterusnya hingga sampailah berita itu kepada para malaikat yang ada di langit yang terdekat dengan dunia. Karena itulah disebutkan: Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar.” (Saba’:23)
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa sampaikanlah apa yang telah difirmankan-Nya tanpa ditambah-tambahi dan tanpa dikurang-kurangi, yakni secara apa adanya.
dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Saba’:23)
Menurut ulama lain, sebenarnya makna yang dimaksud oleh firman-Nya: sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka. (Saba’:23) Yaitu menceritakan keadaan orang-orang musyrik saat meregang nyawa dan pada hari kiamat nanti di saat mereka dibangkitkan dalam keadaan menyadari semua kelalaian mereka sewaktu di dunia dan akal sehat mereka kembali, lalu mereka bertanya, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Maka dikatakan kepada mereka, “Perkataan yang benar,” lalu diceritakan kepada mereka semua hal yang telah dilalaikan oleh mereka ketika di dunia.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka. (Saba’:23) Yakni penutup telah dibukakan bagi mereka di hari kiamat.
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka. (Saba’:23) Maksudnya, semua keraguan dan kedustaan.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka. (Saba’:23) Yaitu semua keraguan yang ada dalam hati mereka. Bahwa setan keluar dari hati mereka dan meninggalkan mereka, tidak lagi memberikan angan-angan kepada mereka dan tidak lagi menyesatkan mereka, hingga mereka sadar.
Mereka berkata, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar, ” dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar. (Saba’:23)
Hal ini menceritakan keadaan anak Adam di saat meregang nyawa. Saat itu mereka mulai mengakui kebenaran, akan tetapi sayang pintu tobat telah tertutup dan nasi sudah menjadi bubur.
Ibnu Jarir memilih pendapat pertama yang mengatakan bahwa damir yang ada dalam ayat ini kembali kepada para malaikat. Dan memang pendapat inilah yang benar dan tidak mengandung keraguan karena didukung oleh sejumlah hadis dan asar yang sahih yang menjelaskannya. Untuk itu berikut ini kami kemukakan sebagian darinya yang di dalamnya terkandung isyarat yang menunjukkan pengertian yang berbeda dengan pendapat yang pertama.
Imam Bukhari dalam kitab sahihnya sehubungan dengan tafsir ayat ini menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr, ia pernah mendengar Ikrimah mengatakan bahwa Ikrimah pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Apabila Allah memutuskan suatu urusan di langit, maka para malaikat bergetar mengepak-ngepakkan sayapnya karena ketakutan terhadap firman-Nya, (dari sayap mereka keluar bunyi) seperti rantai (yang dijatuhkan) di atas batu licin. Dan apabila ketakutan telah dihilangkan dari hati mereka, maka (sebagian dari) mereka bertanya (kepada sebagian yang lain), “Apakah yang difirmankan oleh Tuhan kalian?” Maka mereka (yang ditanya) menjawab kepada yang bertanya, “(Perkataan) yang benar, dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” Lalu pembicaraan itu dicuri dengar oleh setan-setan yang mencuri-curi dengar berita dari langit. Setan-setan itu sebagian berada di atas sebagian yang lainnya. Sufyan (perawi) memperagakan hal itu dengan membuka semua jari tangannya dan menyusunnya. Lalu setan itu mendengarkan pembicaraan tersebut, maka ia menyampaikannya kepada temannya yang ada di bawahnya, lalu si penerima berita menyampaikannya lagi kepada temannya yang ada di bawahnya. Demikianlah seterusnya hingga sampai pada setan yang paling bawah, lalu berita tersebut disampaikannya kepada penyihir dan tukang tenung. Dan barangkali setan yang ada di paling atas keburu tertembak oleh bintang yang menyala-nyala sebelum ia sempat menyampaikannya kepada setan yang ada di bawahnya. Barangkali pula setan itu sempat menyampaikannya sebelum terkena lemparan bintang menyala, maka ia mencampuri berita itu dengan seratus kedustaan darinya. Dan setan itu berkata, “Bukankah telah disampaikan kepada kita bahwa hari anu akan terjadi anu dan anu,” dan secara kebetulan bersesuaian dengan kalimat yang didengar dari langit.”
Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Bukhari tanpa Imam Muslim melalui jalur ini. Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis lain,
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far dan Abdur Razzaq. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ duduk bersama sejumlah orang sahabatnya, yang menurut Abdur Razzaq dari kalangan Ansar. Lalu ada bintang meteor yang terlempar mengeluarkan sinar yang terang. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apakah yang akan kalian katakan bila melihat bintang seperti itu di masa Jahiliah?” Kami menjawab, “Kami katakan bahwa akan dilahirkan seorang yang besar atau akan mati seorang yang besar.” Saya bertanya kepada Az-Zuhri, “Apakah di masa Jahiliah pun langit itu sudah dijaga dengan bintang-bintang tersebut?” Az-Zuhri menjawab, “Ya, tetapi di masa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lebih diperketat.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya bintang-bintang itu dilemparkan bukan karena matinya seseorang atau lahirnya seseorang, tetapi manakala Tuhan kita menetapkan suatu urusan (perintah), maka bertasbihlah para malaikat pemikul ‘Arasy kemudian bertasbih pula penduduk langit (para malaikat) yang ada di bawah mereka, sehingga tasbih sampai kepada penduduk langit yang terdekat. Kemudian penduduk langit yang ada di bawah para malaikat pemikul ‘Arasy bertanya, dan mereka mengatakan kepada para malaikat pemikul Arasy, “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?” Lalu malaikat pemikul Arasy menceritakannya kepada mereka, selanjutnya para malaikat penerima berita itu menyampaikannya kepada penduduk langit yang ada di bawah mereka, sehingga berita itu sampai kepada para malaikat yang ada di langit yang terdekat ini. Dan jin mencuri dengar berita itu, lalu mereka dilempari (dengan bintang tersebut). Maka apa yang disampaikan oleh para jin itu dengan apa adanya adalah benar, tetapi para jin itu selalu mencampuradukkannya dengan tambahan-tambahan dari mereka sendiri.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Saleh ibnu Kaisan, Auza’i, Yunus, dan Ma’qal ibnu Ubaidillah, mereka menerimanya dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain, dari Ibnu Abbas r.a., dari seorang lelaki Ansar dengan sanad yang sama. Imam Muslim mengatakan pula bahwa Yunus menerimanya dari beberapa orang lelaki Ansar. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsir melalui hadis Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi telah meriwayatkannya pula, yang di dalamnya disebutkan dari Al-Husain ibnu Hurayyis, dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Al-Auza’i, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas r.a. dari seorang lelaki Ansar. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis lain,
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf dan Ahmad ibnu Mansur ibnu Sayyar Ar-Ramadi, sedangkan teks hadis dari Muhammad ibnu Auf. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Na’im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, dari Abdur Rahman ibnu Yazid ibnu Jabir, dari Abdullah ibnu Abu Zakaria, dari Raja Ibnu Haiwah, dari An-Nawwas ibnu Sam’an r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Apabila Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى hendak memutuskan suatu perintah, maka Allah berfirman mengutarakannya, dan apabila Allah berfirman, maka semua langit bergetar atau berguncang keras karena takut kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Dan apabila penduduk langit mendengar firman itu, maka mereka pingsan dan bersujud kepada Allah. Dan mula-mula malaikat yang mengangkat kepalanya adalah Jibril a.s. Lalu Allah berfirman kepada Jibril mengutarakan perintah yang dikehendaki-Nya. Lalu Jibril a.s. turun menjumpai para malaikat, setiap kali ia melewati suatu langit, maka para penduduknya menanyainya, “Hai Jibril, apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan kita?” Maka Jibril a.s. menjawab, “Kebenaran belaka, dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” Dan mereka mengucapkan hal yang sama seperti apa yang disampaikan oleh Jibril. Lalu Jibril dalam membawa wahyu itu sampai ke tempat yang diperintahkan oleh Allah, baik di langit atau di bumi.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Khuzaimah, dari Zakaria ibnu Aban Al-Masri, dari Na’im ibnu Hammad dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, “Ayahku pernah mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan melalui jalur Al-Walid ibnu Muslim rahimahullah tidak lengkap.”
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui hadis Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. dan dari Qatadah, bahwa keduanya menafsirkan makna ayat ini sebagai permulaan wahyu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang diturunkan kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sesudah terputus dalam jarak masa antara beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan Nabi Isa a.s. Tidak diragukan lagi bahwa pengertian inilah yang paling utama sebagai takwil dari makna ayat di atas.
22-23. Maksudnya, “Katakanlah” wahai Rasul kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lainnya dari kalangan makhluk yang tidak bisa menciptakan manfaat atau pun mudarat, dengan memastikan ketidakberdayaannya kepada mereka dan menjelaskan kepalsuan beribadah kepadanya, “Serulah mkereka yang kamu yakini selain Allah,” maksudnya, tuhan yang kalian yakini bahwa mereka adalah sekutu-sekutu bagi Allah, jika seruan kalian berguna. Sebab, sesungguhnya faktor-faktor ketidakberdayaan dan ketidakmampuan mengabulkan doa sudah terpenuhi dari segala sisi. Karena mereka sama sekali tidak memeliki kemampuan sekecil apa pun. Mereka tidak memiliki seberat bbiji sawi pun di langit dan di bumi ini, baik secara independen ataupun secara bersama. Maka dari itu Allah berfirman,”Mereka tidak memiliki” maksudnya, sesembahan-sesembahan yang kalian yakini itu (sama sekali) tidak memiliki, “di keduanya,” di langit dan di bumi, “suatu saham pun” maksudnya, tidak memiliki saham kecil ataupun saham besar. Jadi mereka sama sekali tidak memiliki kepemilikan ataupun saham.
Tinggal dikatakan, “Selain itu, bisa jadi mereka menjadi para pembantu bagi sang pemilik dan menteri-menteriNya, sehingga doa mereka menjadi bermanfaat, karena disebabkan kebutuhan sang Raja kepada mereka, maka mereka bisa menunaikan kebutuhan-kebutuhan siapa saja yang bergantung kepada mereka. Namun Allah menafikan kedudukan ini seraya berfirman, “Dan sekali-kali tidak ada bagiNya,” maksudnya: Bagi Allah yang Maha Esa lagi Mahaperkasa “dari mereka” maksudnya, dari para sesembahan-sesembahan itu, “yang menjadi pembantu,” yakni: Yang menjadi penolong dan menteri yang membantunya dalam kerajaan dan pengaturan.
Kemudian, tidak ada yang tersisa selain syafa’at. Namun Allah menafikan syafa’at dengan FirmanNya, “Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkanNYa.” Inilah beberapa macam bentuk ketergantungan yang mana orang-orang musyrik menjadikannya sebagai sandaran kepada sesembahan-sesembahan dan berhala-berhala mereka dari jenis manusia, pepohonan, bebatuan dan lain sebagainya. Ia diputuskan oleh Allah dan dijelaskan kepalsuannya dengan penjelasan yang mencincang habis materi-materi nsyirik dan memutus dasar-dasarnya, karena sesungguhnya orang yang musyrik itu sebenarnya hanyalah berdoa dan beribadah (menyembah) kepada selain Allah, dengan maksud mengharapkan manfaat darinya. Pengharapan seperti inilah yang menyebabkannya terjerumus ke dalam syirik. Apabila yang diseur dari selain Allah itu tidak memiliki manfaat dan mudarat (tidak dapat memberikan manfaat dan mudarat), dan bukan juga sekutu bagi Sang Maha Pemilik, bukan pembantu dan bukan pula penolong bagiNya, dan ia tidak kuasa memberikan syafa’at tanpa ada izin dari Sang Maha Pemilik, maka doa dan ibadah tersebut merupakan kesesatan menurut akal dan kebatilan menurut syariat, bahkan permintaan dan harapan mereka itu berbalik menimpa kepada pelaku syirik itu. Sebab, dia sebenarnya menginginkan manfaat darinya, lalu Allah menjelaskan kepalsuan dan ketidakbergunaannya, dan Dia menjelaskan di dalam ayat-ayatNya yang lain bahwa bahayanya menimpa para penyembahnya, dan bahwa nanti di Hari KIamat sebagian mereka mengingkari sebagian yang lain dan saling mengutuk, dan tempat mereka semua adalah neraka.
“Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” (Al-Ahqaf:6).
Yang aneh lagi adalah bahwa orang musyrik itu menyombongkan diri untuk tunduk kepada para rasul dengan alasan bahwa mereka adalah manusia biasa sementara dia sendiri rela menyembah dan berdoa kepada pepohonan dan bebatuan, ia menyombongkan diri untuk tulus kepada Sang Maharaja Yang Maha Pengasih lagi Mahaperkasa, sementara dia rela menyembah sembahan yang bahayanya lebih dekat daripada manfaatnya, karena taat kepada musuh bebuyutannya, yaitu setan.
Dan FirmanNya, “Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Rabbmu?’ mereka menjawab, ‘(Perkataan) yang benar,’ dan Dia-lah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” Kemungkinan pertama kata ganti (dhamir) “hum” dalam ayat ini kembali kepada kaum musyrikin, sebab mereka disebutkan di dalam redaksi ayat tersebut, sedangkan kaidah tentang dhamir (kata ganti) itu adalah kembali kepada kata yang paling dekat (yang disebutkan). Maka makna ayat di atas adalah: Apabila Hari Kiamat terjadi dan rasa ketakutan telah dihilangkan dari hati orang-orang musyrikin. Maksudnya, rasa takut sudah tidak ada dan mereka ditanya, -saat akal mereka sudah dikembalikan-, tentang keadaan mereka dahulu di dunia dan tentang pendustaan mereka terhadap kebenaran yang dibawa oleh para rasul, maka mereka mengakui bahwa apa yang mereka anut, yaitu kekafiran dan kesyirikan itu adalah batil, dan bahwa apa yang dikatakan oleh Allah dan diberitakan oleh para rasul itulah yang haq. Maka terungkaplah apa yang dahulu mereka sembunyikan, mereka tahu bahwa kebenaran adalah milik Alllah dan mereka mengakui dosa-dosa mereka.
“Dan Dia-lah Yang Mahatinggi” dengan DzatNYa di atas seluruh makhluk, keperkasaanNya terhadap mereka dan ketinggian martabatNya karena sifat-sifatNYa yang agung lagi suci, “lagi Mahabesar” DzatNya dan Sifat-SifatNya. Dan di antara ketinggianNya adalah bahwa hukum (keputusan) Allah itu tinggi, jiwa tunduk kepadanya, hingga jiwa orang-orang yang menyombongkan diri dan kaum musyirikin sekalipun. Makna ini sudah sangat jelas dan inilah yang ditunjukkan oleh konteks ayat.
Kemungkinan kedua, dhamir “hum” kembali kepada para malaikat. Sebab, Allah apabila berbicara melalui wahyu, maka didengar oleh para malaikat dan mereka tersentak ketakutan dan menyungkur sujud kepada Allah. Dan malaikat pertama yang mengangkat kepalanya adalah JIbril, lalu Allah menyampaikan wahyu yang dikehendakiNya kepadanya. Lalu apabila rasa ketakutan sudah hilang dari hati para malaikat, maka sebagian mereka menanyakan kepada sebagian yang lain tentang firman yang menyebabkan mereka tersentak itu, “Apa yang telah dikatakan oleh Rabb?” maka sebagiannya menjawab, “Perkataan yang haq.” Bisa jadi jawaban itu secara global, karena mereka telah mengetahui bahwa Dia tidak mengatakan kecuali yang haq, atau mereka mengatakan, “Dia berfirman begini dan begitu” untuk firman yang telah mereka dengar dariNYa. Dan yang demikian itu termasuk yang haq. Maka makna ayat di atas berdasarkan alternative ini adalah bahwa kaum musyrikin yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah, yang telah kami uraikan kepada kalian tentang ketidakberdayaannya, kelemahannya dan ketidakmampuannya memberikan manfaat dari sudut mana pun, bagaimana mungkin mereka bisa berpaling dan menjauh dari ketulusan ibadah kepada Rabb yang Mahaagung, Mahatinggi lagi Mahabesar, yang karena keagungan dan kebesaranNya menciptakan sikap tunduk dan rasa takut para malaikat nan mulia lagi muqarrabin sampai pada kadar seperti itu, dan mereka semua mengakui bahwasanya Allah tidak mengatakan nkecuali yang haq. Lalu bagaimana kaum musyrikin bisa menyombongkan diri untuk beribadah kepada TUhan yang sedemikian keadaanNya dan keagungan kerajaan dan kekuasaanNYa? Maka Mahasuci Allah yang Mahatinggi lagi Mahabesar dari kesyirikan kaum musyrikin, dari kedustaan dan kebohongan mereka!
Dan syafaat, yakni pertolongan, di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya untuk memberi dan memperoleh syafaat itu, seperti para malaikat, nabi, dan orang saleh. Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, yakni orang-orang yang akan diberi izin untuk memberi syafaat dan orang-orang yang akan mendapat syafaat, mereka yang akan mendapat syafaat berkata, ‘apakah yang telah difirmankan dan ditetapkan oleh tuhanmu untuk kami” mereka menja-wab, ‘Allah memberi keputusan yang benar, ‘ dan dialah yang mahatinggi zat dan kedudukan-Nya, mahabesar keagungan dan kekuasaan-Nya (lihat juga: al-baqarah/2: 255, y’nus/10: 3, dan al-anbiy’/21: 28). 24. Usai menegaskan bahwa sembahan selain Allah tidak mampu mendatangkan manfaat apa pun kepada penyembahnya, lalu Allah berfirman, ‘katakanlah, wahai nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik, ‘siapakah yang memberi rezeki kepadamu yang bersumber dari langit dan dari bumi” katakanlah, wahai nabi Muhammad, ‘Allah yang memberi rezeki. Dan sesungguhnya kami, orang beriman, atau kamu, wahai kaum musyrik, pasti salah satu dari kita berada dalam kebenaran dengan kedudukan yang tinggi atau terjerumus dalam kesesatan yang nyata de-ngan kedudukan yang sangat hina. ”.
Saba Ayat 23 Arab-Latin, Terjemah Arti Saba Ayat 23, Makna Saba Ayat 23, Terjemahan Tafsir Saba Ayat 23, Saba Ayat 23 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Saba Ayat 23
Tafsir Surat Saba Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)