{34} Saba / سبإ | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | يس / Yasin {36} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Fatir فاطر (Pencipta) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 35 Tafsir ayat Ke 37.
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ ۚ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ ﴿٣٧﴾
wa hum yaṣṭarikhụna fīhā, rabbanā akhrijnā na’mal ṣāliḥan gairallażī kunnā na’mal, a wa lam nu’ammirkum mā yatażakkaru fīhi man tażakkara wa jā`akumun-nażīr, fa żụqụ fa mā liẓ-ẓālimīna min naṣīr
QS. Fatir [35] : 37
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (Dikatakan kepada mereka), “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.”
Orang-orang kafir itu berteriak minta tolong di Neraka Jahanam karena kerasnya azab yang mereka terima: Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami dari Neraka Jahanam, kembalikanlah kami ke dunia, kami akan melakukan yang lain dari apa yang kami lakukan di dunia sebelum ini, lalu kami akan beriman sebagai ganti kekufuran. Maka Allah menjawab: Bukankah Kami telah menyediakan usia yang mencukupi bagi kalian . Lalu siapa yang mengambil pelajaran maka dia mengambil pelajaran, Nabi telah datang kepada kalian, sekalipun demikian kalian tetap tidak merenungkan dan mengambil pelajaran? Maka rasakanlah siksa api neraka Jahanam. Orang-orang kafir itu tidak memiliki penolong yang bisa membantu mereka mengentaskannya dari azab Allah.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan mereka berteriak di dalam neraka itu. (Faathir’:37)
Yakni berseru dan berteriak dengan suara yang keras, memohon kepada Tuhan mereka:
Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” (Faathir’:37)
Mereka meminta agar dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal perbuatan yang berlainan dengan yang telah mereka kerjakan di masa lalu. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah mengetahui bahwa seandainya mereka dikembalikan ke dunia lagi, pastilah mereka akan kembali mengerjakan apa yang dilarang bagi mereka melakukannya. Dan sesungguhnya mereka benar-benar dusta dalam pengakuannya itu. Karena itu, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى tidak memperkenankan permintaan mereka, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain yang menceritakan perkataan mereka:
Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untukkeluar (dari neraka)? Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. (Al-Mu-min: 11-12)
Yaitu Allah tidak akan memperkenankan kalian untuk dikembalikan ke dunia, karena sikap kalian yang demikian. Dan seandainya kalian dikembalikan ke dunia, niscaya kalian akan kembali mengerjakan apa yang dilarang bagi kalian mengerjakannya. Karena itulah disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya:
Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? (Faathir’:37)
Artinya, bukankah kamu hidup di dunia dalam masa yang cukup panjang, sehingga andaikata kamu termasuk orang yang mau mengambil manfaat dari perkara yang hak, tentulah kamu dapat memperolehnya dalam usia kalian yang cukup panjang itu ?
Para ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan kadar usia yang dimaksud dalam ayat ini, maka telah diriwayatkan dari Ali ibnul Husain alias Zainul Abidin r.a. Ia pernah mengatakan bahwa kadar usia tersebut adalah tujuh belas tahun.
Qatadah telah mengatakan, “Ketahuilah oleh kalian bahwa panjang usia itu merupakan hujah, maka kami berlindung kepada Allah bila dicela karena usia yang panjang. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Faathir’:37) Dan sesungguhnya di antara mereka ada yang diberi usia delapan belas tahun.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari seorang lelaki, dari Wahb ibnu Munabbih sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Faathir’:37) Bahwa usia yang dimaksud adalah dua puluh tahun.
Hasyim telah meriwayatkan dari Mansur, dari Zazan, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Fathir. 37) Yakni empat puluh tahun.
Hasyim telah meriwayatkan pula dari Mujalid, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq, bahwa ia pernah mengatakan, “Apabila usia seseorang di antara kalian mencapai empat puluh tahun, maka hendaklah ia bersikap lebih hati-hati terhadap Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى”
Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khais’am, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى terhadap anak Adam, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Faathir’:37) adalah empat puluh tahun.
Kemudian ia meriwayatkan lagi melalui jalur As-Sauri dan Abdullah ibnu Idris yang keduanya dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah terhadap anak Adam, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir. (Faathir’:37) adalah enam puluh tahun.
Riwayat ini merupakan riwayat yang paling sahih bersumber dari Ibnu Abbas r.a., maknanya pun adalah yang paling sahih, karena ada hadis yang menguatkannya menurut penilaian kami, bukan menurut penilaian Ibnu Jarir yang menduga bahwa hadis tersebut tidak sahih, mengingat di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang harus diselidiki terlebih dahulu predikat sahihnya.
Asbag ibnu Nabatah telah meriwayatkan dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa usia yang dijadikan alasan oleh Allah untuk mencela mereka sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Faathir’:37) adalah enam puluh tahun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Dahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Ibrahin ibnul Fadl Al-Makhzumi, dari Ibnu Abu Husain Al-Makki yang menceritakan kepadanya dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Apabila hari kiamat tiba, maka dikatakan, “Di manakah orang-orang yang berusia enam puluh tahun?” Yaitu usia yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى di dalam firman-Nya, “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ali ibnu Syu’aib, dari Ismail ibnu Abu Fudaik dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Tabrani melalui jalur Ibnu Abu Fudaik dengan sanad yang sama. Hadis ini masih perlu penyelidikan yang lebih lanjut untuk menilai kesahihannya, mengingat keadaan Ibrahim ibnul Fadl, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Hadis lain,
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari seorang laki-laki dari Bani Gifar, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah beralasan terhadap seorang hamba yang telah diberi-Nya usia hingga mencapai enam puluh atau tujuh puluh tahun. Sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah beralasan terhadapnya, sesungguhnya Dia telah beralasan terhadapnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabur Raqaiq, bagian dari kitab sahihnya, disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Mutahhir, dari Umar ibnu Ali, dari Ma’an ibnu Muhammad Al-Gifari, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah mengemukakan alasan-Nya terhadap seorang hamba yang Dia panjangkan usianya hingga mencapai enam puluh tahun.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa riwayat yang sama diikuti oleh Abu Hazim dan Ibnu Ajian, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Adapun yang melalui Abu Hazim disebutkan bahwa Ibnu Jarir mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Abu Saleh Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Abdur Rahman ibnu Abdul Qadir Al-Iskandari, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang diberi usia enam puluh tahun oleh Allah, maka sesungguhnya Allah telah beralasan terhadapnya karena telah memberinya masa tangguh.
Al-Bazzar telah meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Hazim, dari ayahnya, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Usia yang dijadikan oleh Allah sebagai alasan terhadap anak Adam adalah usia enam puluh tahun. Yang dimaksudkan adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir? (Faathir’:37)
Adapun riwayat mutaba’ah yang dilakukan oleh Ibnu Ajlan diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Safar Yahya ibnu Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Qur’ah di Samara, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajian, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang mencapai usia enam puluh tahun, maka sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah beralasan terhadapnya dalam memberikan masa tangguh.
Jalur lain dari Abu Hurairah r.a. diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Farj alias Abu Atabah Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Wallid, telah menceritakan kepada kami Al-Mutarrif ibnu Mazin Al-Kannani, telah menceritakan kepadaku Ma’mar ibnu Rasyid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Gifari mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah beralasan terhadap seorang lelaki dalam memberikan masa tangguh terhadapnya melalui usia yang diberikan kepadanya sampai enam puluh atau tujuh puluh tahun.
Hadis ini dinilai sahih melalui jalur-jalur tersebut. Seandainya tidak ada jalur lain kecuali jalur yang dipilih oleh Abu Abdullah alias Imam Bukhari (pakarnya ilmu hadis ini), tentulah hal ini sudah cukup.
Adapun mengenai pendapat Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut mengenai predikatnya, hal ini tidak usah diindahkan karena ada keterangan dari Imam Bukhari yang menilainya sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Mengingat masa enam puluh tahun merupakan usia yang dijadikan alasan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى terhadap hamba-hamba-Nya dan dijadikan oleh-Nya sebagai hujah terhadap mereka. Maka batas itulah yang dijadikan patokan bagi kebanyakan usia umat ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis.
Al-Hasan ibnu Arafah rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Usia (rata-rata) umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun, dan sedikit dari mereka yang melampaui usia tersebut.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah di dalam Kitab Zuhud, dari Al-Hasan ibnu Arafah dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan melalui jalur ini.
Ini merupakan hal yang aneh dari sikap Imam Turmuzi, karena sesungguhnya Abu Bakar ibnu Abud Dunia telah meriwayatkannya melalui jalur lain dan sanad yang lebih bermuara sampai kepada Abu Hurairah.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Amr, dari Muhammad ibnu Rabi’ah, dari Kamil Abul Ala, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Usia umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan sedikit di antara mereka yang melampaui usia tersebut.
Imam Turmuzi pun telah meriwayatkannya pula di dalam Kitab Zuhud melalui Ibrahim ibnu Sa’id Al-Jauhari, dari Muhammad ibnu Rabi’ah dengan lafaz yang sama, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila melalui riwayat Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah dengan teks yang sama dalam dua tempat, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Musa Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnul Fadl maula Bani Makhzum, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Kematian menyerang di antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun.
Dalam sanad yang sama disebutkan pula bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Sedikit dari kalangan umatku yang berusia tujuh puluh tahun.
Sanad hadis berpredikat daif.
Hadis lain yang semakna diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Hani’, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi, dari Usman ibnu Matar, dari Abu Malik, dari Rab’i, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami batas maksimal usia umatmu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: “Antara lima puluh sampai enam puluh.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang-orang yang berusia tujuh puluh tahun?” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Sedikit dari kalangan umatku yang mencapai usia tujuh puluh tahun, semoga Allah merahmati orang-orang yang berusia tujuh puluh tahun, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang berusia delapan puluh tahun.”Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkan dengan lafaz ini selain dari sanad ini, dan Usman ibnu Matar adalah seorang ulama dari Basrah, predikatnya kurang kuat.
Di dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hidup dalam usia enam puluh tiga tahun, pendapat yang lainnya mengatakan enam puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi enam puluh lima tahun. Akan tetapi, pendapat yang terkenal adalah pendapat yang pertama, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan ? (Faathir’:37)
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., Ikrimah, Abu Ja’far Al-Baqir, Qatadah, Sufyan ibnu Uyaynah, bahwa mereka mengatakan yang dimaksud dengan nazir dalam ayat ini ialah uban (usia tua).
As-Saddi dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nazir ialah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dan Ibnu Zaid sesudah mengatakan pendapatnya membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan di antara pemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. (An Najm:56)
Pendapat inilah yang.sahih dari Qatadah menurut apa yang diriwayat oleh Syaiban darinya, bahwa Qatadah telah mengatakan, “Allah mengemukakan alasan dan hujah-Nya terhadap mereka dengan usia dan para rasul.”
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dan pendapat inilah yang kuat, karena ada firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan:
Mereka berseru, “Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja.” Dia menjawab, “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu, tetapi kebanyakan di antara kamu benci kepada kebenaran itu. (Az Zukhruf:77-78)
Yakni sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada kalian kebenaran itu melalui lisan para rasul, ternyata kalian menolak dan menentangnya. Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lainnya yang menyebutkan:
Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (Al Israa’:15)
Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?”Mereka menjawab, “Benar ada, “sesungguhnya telah dalang kepada kami seorang pemberi peringatan, namun kami mendustakannya dan kami katakan, “Allah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” (Al Mulk:8-9)
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun. (Faathir’:37)
Yakni rasakanlah oleh kalian azab neraka ini sebagai pembalasan dari perbuatan kalian yang menentang para nabi selama kalian hidup di dunia, maka pada hari ini kalian tidak akan dapat seorang penolong pun yang menyelamatkan kalian dari azab, siksaan, dan belenggu-belenggu yang mengungkung kalian sekarang.
(37) وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا “Dan mereka berteriak di dalamnya.” Me-reka berteriak (menjerit) dan meraung-raung (karena kesakitan) serta meminta pertolongan seraya mengatakan, رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami, niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan.” Jadi, mereka mengakui dosa-dosa mereka dan mereka mengetahui bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ benar-benar telah berlaku adil terhadap mereka, namun mereka tetap meminta agar dikembalikan ke dunia bukan pada waktunya. Maka mereka dijawab, أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa” maksudnya: Waktu dan usia يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ “yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir,” maksudnya, yang memungkinkan untuk merenungkan amal perbuatan. Kami telah memberikan kepada kalian kesenangan di dunia, Kami limpahkan berbagai rizki kepada kalian, Kami sediakan untuk kalian berbagai fasilitas untuk berse-nang-senang, Kami panjangkan umur kalian, Kami turunkan ayat-ayat (mukjizat-mukjizat) secara bergantian kepada kalian, Kami utus secara silih berganti para pemberi peringatan kepada kalian dan Kami telah menguji kalian dengan kesenangan dan kesempit-an agar kalian mau bertaubat dan kembali kepada Kami. Namun tidak satu pun peringatan itu yang membekas terhadap kalian, tidak satu nasihat pun yang berguna bagi kalian dan siksaan pun telah Kami tangguhkan terhadap kalian hingga akhirnya usia kalian berakhir, umur kalian ditutup dan kalian tinggalkan negeri dunia dengan kondisi yang paling buruk, dan kalian tiba di negeri ini, yaitu negeri pembalasan terhadap semua perbuatan, lalu kalian meminta agar dikembalikan? Sungguh tidak mungkin! Dan tidak mungkin! Kesempatan sudah berlalu, kalian telah dimurkai oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, azab pun sudah makin dahsyat menimpa kalian dan kalian telah dilupakan oleh para penghuni surga. Maka tinggallah kalian di dalam neraka de-ngan kekal abadi, dalam keadaan terhina di dalam siksaan.
Maka dari itu Allah berfirman, فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ “Maka rasakanlah dan tidak ada bagi orang-orang yang zhalim seorang penolong pun” yang dapat menolong mereka untuk mengeluarkannya dari-nya, atau meringankan azabnya dari mereka.
Dan pedihnya siksa membuat mereka berteriak di dalam neraka itu untuk memohon kepada Allah, ‘ya tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka ini, niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan de-ngan kedurhakaan dan kemaksiatan yang telah kami kerjakan dahulu. ‘ (lihat juga: al-Mu’min’n/23: 107’108). Teriakan itu tidak sama sekali mengurangi siksaan yang mereka terima, bahkan dikatakan kepada mereka, ‘bukankah kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, untuk mengambil pelajaran, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan, yaitu para rasul dengan penjelasan-penjelasan dari Allah’ maka rasakanlah azab kami, dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun. ’38. Allah mengabaikan permohonan orang-orang kafir itu, karena sungguh, Allah mengetahui yang gaib dan tersembunyi di langit dan di bumi; tidak ada yang luput dari pengetahuan-Nya. Sungguh, dia maha mengetahui segala isi hati dan akan memberinya balasan yang sepadan.
Fatir Ayat 37 Arab-Latin, Terjemah Arti Fatir Ayat 37, Makna Fatir Ayat 37, Terjemahan Tafsir Fatir Ayat 37, Fatir Ayat 37 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Fatir Ayat 37
Tafsir Surat Fatir Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)