{35} Fatir / فاطر | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الصافات / As-Saffat {37} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Yasin يس (Yaasiin) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 36 Tafsir ayat Ke 38.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ﴿٣٨﴾
wasy-syamsu tajrī limustaqarril lahā, żālika taqdīrul-‘azīzil-‘alīm
QS. Yasin [36] : 38
dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.
Tanda bagi mereka adalah matahari yang berjalan pada orbitnya, Allah telah menetapkannya sehingga ia tidak melampauinya dan juga tidak menyimpang darinya. Yang demikian itu merupakan pengaturan dari Allah yang Mahaperkasa yang tidakdikalahkan, Maha Mengetahui yang tidak samar sesuatu apapun bagi-Nya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaa Siin:38)
Sehubungan dengan makna kalimat ‘limustaqarril laha’, ada dua pendapat.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa makna yang dimaksud mustaqarril laha ialah tempat menetapnya matahari, yaitu di bawah ‘Arasy yang letaknya berhadapan dengan letak bumi bila dilihat dari arah ‘Arasy. Dengan kata lain, di mana pun matahari berada, ia tetap berada di bawah ‘Arasy, demikian pula semua makhluk lainnya, mengingat ‘Arasy merupakan atap bagi kesemuanya. Bentuk ‘Arasy itu bukan bulat, tidak seperti yang disangka oleh para ahli ilmu ukur dan bentuk. Sesungguhnya ia berbentuk seperti kubah yang mempunyai tiang-tiang, dipikul oleh para malaikat, letak ‘Arasy berada di atas semesta alam, yakni berada di atas semua manusia. Matahari itu apabila berada di tengah kubah falak di waktu lohor, maka saat itulah mentari berada paling dekat dengan ‘Arasy. Dan apabila berputar di garis edarnya hingga letaknya berlawanan dengan kedudukan tersebut, yaitu bila berada di tengah malam, maka mentari berada di tempat yang paling jauh dengan ‘Arasy. Pada saat itulah mentari bersujud dan meminta izin untuk terbit lagi, sebagaimana yang disebutkan di dalam banyak hadis.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Zar r.a. yang mengatakan bahwa ketika ia sedang bersama Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di dalam masjid bertepatan dengan waktu tenggelamnya mentari, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Hai Abu Zar, tahukah kamu ke manakah mentari itu terbenam?” Abu Zar menjawab.”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya mentari itu pergi hingga sujud di bawah ‘Arasy. Yang demikian itu dijelaskan oleh firman-Nya, “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (Yaa Siin:38)
Telah menceritakan pula kepada kami Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dan Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang makna firman-Nya: dan matahari berjalan di tempat peredarannya. (Yaa Siin:38) Maka beliau bersabda: Tempat menetapnya matahari itu di bawah ‘Arasy.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, dari Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi dan ayahnya, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ketika ia sedang bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di dalam masjid saat mentari sedang tenggelam, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Hai Abu Zar, tahukah kamu ke manakah mentari ini pergi?” Abu Zar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya mentari itu pergi hingga bersujud di hadapan Tuhannya, lalu meminta izin untuk kembali, maka diberikan izin baginya-dan seakan-akan pasti akan dikatakan kepadanya Kembalilah kamu dari arah kamu datang’- lalu ia kembali ke tempat terbitnya, di tempat ia bersujud itulah tempat tinggalnya. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membaca firman-Nya: dan matahari berjalan di tempat peredarannya. (Yaa Siin:38) (Yakni menuju tempat menetapnya, pent, sesuai dengan makna hadis)
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa ia telah meriwayatkan dari Al Amasy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Zar ra yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadanya di saat mentari sedang terbenam, “Hai Abu Zar, tahukah kamu ke manakah mentari ini pergi ? abu Dzar menjawab “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Rasulullah bersabda : Sesungguhnya mentari itu pergi hingga sujud di bawah ‘Arasy lalu meminta izin dan diberikan izin baginya (untuk terbit lagi), dan sudah dekat waktunya mentari bersujud (untuk meminta izin), lalu tidak diterima, dan mentari minta izin lagi, tetapi tetap tidak diterima. Lalu dikatakan kepadanya, “Kembalilah kamu dari tempat tenggelammu.” Maka mentari terbit dari tempat tenggelamnya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya, “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui.” (Yaa Siin:38)
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Abu Ishaq, dari Wahb ibnu Jabir, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan matahari berjalan di tempat peredarannya. (Yaa Siin:38) Bahwa sesungguhnya matahari itu terbit, lalu dikembalikan (menjadi terbit kembali setelah tenggelam) oleh dosa-dosa anak Adam, hingga apabila terbenam, maka ia berserah diri, bersujud, dan memohon izin kepada Tuhannya untuk terbit lagi. Dan akan tiba masanya di suatu hari ia tenggelam, lalu berserah diri, bersujud dan meminta izin, tetapi tidak diizinkan baginya untuk terbit. Lalu mentari berkata, “Sesungguhnya perjalanan itu jauh, dan jika aku tidak diberi izin, pasti aku tidak mampu menempuhnya.” Lalu ia ditahan selama masa yang dikehendaki oleh Allah untuk menahannya, kemudian dikatakan kepadanya, “Kembalilah kamu ke tempat kamu tenggelam.”
Ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa sejak hari itu hingga hari kiamat tidak bermanfaat lagi bagi seseorang imannya bila ia tidak beriman sebelumnya, atau dalam masa imannya dia belum pernah mengusahakan suatu kebaikan pun.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan mustaqarril laha ialah titik akhir perjalanannya, puncak perjalanannya yang paling tinggi di langit, yaitu di musim panas, kemudian jarak perjalanannya yang paling bawah, yaitu di musim dingin.
Pendapat yang kedua, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mustaqarril laha ialah batas terakhir perjalanannya, yaitu pada hari kiamat nanti perjalanannya terhenti dan diam tidak bergerak lagi, serta di gulung (dipadamkan), maka alam semesta ini telah mencapai usianya yang paling maksimal. Berdasarkan pengertian ini, berarti yang dimaksud dengan mustaqar ialah berkaitan dengan zaman dan waktu, bukan dengan tempat seperti yang ada pada pendapat pertama.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, Limustaqarril laha,” artinya sampai batas waktunya yang telah ditentukan baginya dan tidak dapat dilampauinya.
Menurut pendapat lain. makna yang dimaksud ialah mentari itu terus-menerus berpindah-pindah di tempat terbitnya dalam musim panas sampai batas waktu yang tidak lebih dari panjangnya musim panas, kemudian berpindah-pindah pula di tempat terbitnya dalam musim dingin selama masa musim dingin tidak lebih darinya. Pendapat ini diriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr r.a.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas membaca firman berikut, yaitu: dan matahari berjalan di tempat peredarannya. (Yaa Siin:38) Yakni tidak pernah menetap dan tidak pernah diam. bahkan ia selalu berjalan siang dan malam tanpa henti dan tanpa istirahat. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya). (Ibrahim:33) Yakni tiada henti-hentinya terus bergerak sampai hari kiamat nanti.
Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa. (Yaa Siin:38)
Yaitu Tuhan Yang tidak dapat ditentang dan tidak dapat dicegah.
lagi Maha Mengetahui. (Yaa Siin:38)
yakni Maha Mengetahui semua gerakan dan semua yang diam. Dia telah menetapkan ukuran bagi hal tersebut dan membatasinya dengan waktu sesuai dengan apa yang telah digariskanNya, tidak ada penyimpangan, tidak ada pula benturan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al An’am:96)
Hal yang sama disebutkan pula dalam akhir ayat 12 surat Fussilat, yaitu:
Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Fussilat: 12)
Dan demikian pula Kami menghilangkan kegelapan yang telah menutupi dan meliputi mereka, Kami terbitkan matahari lalu ia menerangi seluruh penjuru (bumi), dan manusia pun berte-baran untuk kepentingan hidup dan maslahat hidup mereka. Maka dari itu Dia berfirman, {وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا}”Dan matahari ber-jalan di tempat peredarannya.” Maksudnya, selalu berputar pada pusat orbitnya yang telah ditetapkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ, ia tidak akan menyalahinya dan tidak pula menyimpang darinya, dan matahari pun tidak mempunyai kemampuan mengatur dirinya dan tidak pula bisa menolak Kuasa Allah.
{ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ}”Demikianlah ketetapan Yang Mahaperkasa,” yang dengan keperkasaanNya, Dia mengendalikan semua makhluk yang begitu besar ini dengan pengendalian yang paling sempurna dan aturan yang paling baik, {الْعَلِيم} “lagi Maha Mengetahui,” Yang dengan ilmu pengetahuanNya Dia menjadikan makhluk agung ini sebagai maslahat bagi hamba-hambaNya dan manfaat bagi mereka dalam urusan agama dan dunia mereka.
Dan di antara tanda kuasa-Nya adalah bahwa matahari berjalan di tempat peredarannya yang telah ditentukan dengan tertib menurut kehendak Allah dan sedikit pun tidak menyimpang. Demikianlah ketetap-an Allah yang mahaperkasa, maha mengetahui dengan ilmu-Nya yang meliputi seluruh makhluk. 39. Dan telah kami tetapkan pula jarak-jarak tertentu sebagai tempat peredaran bagi bulan, sehingga setiap saat jarak tersebut mengalami perubahan. Sesampainya ke tempat peredaran yang terakhir, kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. Mula-Mula penampakan bulan muncul dalam keadaan kecil dan cahaya yang lemah, beralih menjadi bulan sabit dengan sinar yang terang, berubah menjadi bulan purnama, kemudian perlahan kembali mengecil dan kembali ke bentuk semula.
Yasin Ayat 38 Arab-Latin, Terjemah Arti Yasin Ayat 38, Makna Yasin Ayat 38, Terjemahan Tafsir Yasin Ayat 38, Yasin Ayat 38 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Yasin Ayat 38
Tafsir Surat Yasin Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)