{35} Fatir / فاطر | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الصافات / As-Saffat {37} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Yasin يس (Yaasiin) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 36 Tafsir ayat Ke 69.
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ ﴿٦٩﴾
wa mā ‘allamnāhusy-syi’ra wa mā yambagī lah, in huwa illā żikruw wa qur`ānum mubīn
QS. Yasin [36] : 69
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah pantas baginya. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang jelas,
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepada hamba Kami Muhammad, dan tidak patut baginya untuk menjadi penyair. Apa yang dai bawa adalah zikir (peringatan)dimana orang-orang yang berakal mengambil nasihat darinya. Dan Al-Qur’an membedakan dengan terang antara yang haq dengan yang batil, hukum-hukumnya jelas, hikmah-hikmah dan nasihat-nasihatnya juga jelas,
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yaa Siin:69)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menceritakan perihal Nabi-Nya Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa Dia tidak mengajarkan syair kepadanya.
dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yaa Siin:69)
Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diciptakan tidak untuk bersyair. Karena itu, dia tidak dapat bersyair dan tidak menyukainya, serta secara fitrah bukanlah sebagai penyair. Berkaitan dengan hal ini telah disebutkan bahwa beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak pernah hafal suatu bait pun dengan wazan yang teratur, melainkan beliau mengucapkannya secara acak dan tidak lengkap.
Abu Zar’ah Ar-Razi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Mujalid, dari ayahnya, dari Asy-Sya’bi yang mengatakan bahwa tidak sekali-kali Abdul Muttalib melahirkan keturunan, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan pandai bersyair, terkecuali Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Ibnu Asakir dalam autobiografi Atabah ibnu Abu La’b yang matinya dimakan oleh singa di Az-Zarqa.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan Al-Basri yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutip bait syair berikut:
Cukuplah Islam dan uban menjadi peringatan bagi seseorang.
Maka Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, bunyi syair itu sebenarnya harus seperti ini:
Cukuplah Uban dan Islam menjadi peringatan bagi seseorang.
Abu Bakar atau Umar berkata: Aku bersaksi sesungguhnya engkau adalah Rasulullah, Allah berfirman: Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. (Yaa Siin:69)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mugirah, dari Asy-Sya’bi, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ apabila merasa ragu terhadap suatu berita, maka beliau mengutip ucapan syair Tarfah yang mengatakan: dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menghadapinya).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui jalur Ibrahim ibnu Muhajir, dari Asy-Sya’bi. Imam Turmuzi dan juga Imam Nasai telah meriwayatkan pula hal yang semisal melalui hadis Al-Miqdam ibnu Syuraih ibnu Hani’, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Usamah, dari Za-id, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutip ucapan penyair yang bunyinya seperti berikut: dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menghadapinya).
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa diriwayatkan pula oleh selain zaidah, dari Sammak, dari Atiyyah, dari Aisyah r.a.
Sa’id ibnu Abu Urwah telah meriwayatkan dari Qatadah, bahwa pernah ditanyakan kepada Siti Aisyah r.a., “Apakah dahulu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutip sesuatu dari bait syair?” Siti Aisyah r.a. menjawab bahwa syair merupakan perkataan yang paling tidak disukai oleh beliau. Hanya saja beliau pernah mengutip bait syair saudaraku dari Bani Qais, maka beliau menjadikannya terbalik, yang awal diakhirkan dan yang akhir diawalkan. Lalu Abu Bakar r.a. berkata, “Bukan begitu, wahai Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Sesungguhnya aku, demi Allah, bukanlah seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak bagiku.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir, lafaz hadis di atas berdasarkan apa yang ada pada Ibnu Jarir.
Ma’mar telah meriwayatkan dari Qatadah, telah sampai kepadanya suatu berita yang mengatakan bahwa Aisyah r.a. pernah ditanya, “Apakah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutip kata-kata seorang penyair?” Maka Siti Aisyah r.a. menjawab, “Tidak, kecuali bait syair milik Tarfah, yaitu: Hari-hari akan menampakkan kepadamu banyak hal yang kamu belum tahu, dan akan datang kepadamu seseorang membawa berita-berita yang kamu belum membuat persiapan (untuk menyambutnya). Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengucapkannya secara terbalik, yaitu: “Man lam tuzawwad bil akhbar.” Maka Abu Bakar berkata, “Bukan demikian.” Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya aku bukan seorang penyair, dan bersyair itu tidak layak bagiku.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Hafs Umar ibnu Ahmad ibnu Na’im wakil Al-Muttaqi di Bagdad, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad alias Abdullah ibnu Hilal An-Nahwi yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Amr Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ belum pernah mengucapkan suatu bait syair pun secara lengkap kecuali syair berikut: Bersikap optimislah terhadap sesuatu yang kamu sukai, niscaya kamu dapat meraihnya, karena jarang sesuatu yang sering disebut-sebut, melainkan terlaksana.
Selanjutnya A!-Baihaqi mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada gurunya (yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi) mengenai hadis ini. Dia mengatakan, hadis ini berpredikat munkar karena ada dua perawinya yang tidak dikenal.
Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa hal ini terjadi secara kebetulan tanpa sengaja bertepatan dengan wazan syair, bahkan tanpa sengaja Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengucapkannya.
Demikian pula apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Jundub ibnu Abdullah r.a. yang telah menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) bersama Rasulullah Saw dalam sebuah gua, tiba-tiba jari telunjuk beliau terluka hingga berdarah. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Tidaklah engkau ini selain jari telunjuk yang terluka padahal dalam perang sabilillah engkau tidak mengalami hal ini.
Dan nanti dalam tafsir firman-Nya:
selain dari kesalahan-kesalahan kecil. (An Najm:32)
akan disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengatakan kalimat berikut yang secara kebetulan sesuai dengan wazan syair:
Jika Engkau mengampuni, ya Allah, Engkau mengampuni dosa-dosa yang banyak, dan tiada seorang hamba pun yang tidak pernah berbuat kesalahan terhadap Engkau.
Semuanya ini tidaklah bertentangan dengan kenyataan bahwa beliau Saw adalah seorang yang tidak mengenal syair dan bersyair itu tidak layak baginya, karena sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى hanya mengajarkan kepadanya Al-Qur’an:
yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fussilat: 42)
Al-Qur’an bukanlah syair, tidak sebagaimana yang disangka oleh segolongan orang-orang bodoh dari kalangan Kuffar Quraisy, bukan tenung, bukan buat-buatan, bukan pula sihir yang dipelajari dari orang-orang dahulu seperti yang diduga oleh pendapat-pendapat yang sesat dan pendapat-pendapat orang-orang yang bodoh. Sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ secara fitrah menolak syair, dan beliau bukanlah diciptakan sebagai penyair.
Imam Abu Daud mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Suwaid, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Syurahbil ibnu Yazid Al-Ma’afiri, dari Abdur Rahman ibnu Rafi’ At-Tanukhi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr r.a. mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku tidak peduli terhadap apa yang diberikan kepadaku jika aku minum tiryaq (air jampi), atau mengalungkan jimat, atau mengatakan syair dari diriku sendiri.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, dari Abu Naufal yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah r.a., “Apakah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ setuju bila diucapkan syair di hadapannya?” Maka Aisyah r.a. menjawab, “Syair adalah perkataan yang paling tidak disukai olehnya.”
Telah diriwayatkan pula dari Siti Aisyah r.a. bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyukai doa-doa yang singkat dan padat, dan beliau sering mengucapkan doa yang demikian.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-A’masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Hendaklah seseorang di antara kalian memenuhi perutnya dengan nanah adalah lebih baik baginya daripada memenuhi dirinya dengan syair.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid dari jalur ini, sanadnya dengan syarat Syaikhain (dapat diterima), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Quza’ah ibnu Suwaid Al-Bahili, dari Asim ibnu Makhlad, dari Abul Asy’as As-San’ani, dan telah menceritakan kepada kami Al-Asy-yab, ia telah meriwayatkan dari Ibnu Asim, dari Al-Asy’as, dari Syaddad ibnu Aus r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang membuat satu bait syair sesudah salat Isya, maka tidak diterima darinya salat malam itu.
Hadis ini garib bila ditinjau dari segi jalurnya, tiada seorang pun dari Sittah yang engetengahkannya. Yang dimaksud dalam hadis ini ialah membuat syair, bukan mengucapkannya, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Perlu diketahui bahwa di antara syair itu ada yang disyariatkan, misalnya syair untuk menyerang kaum musyrik seperti yang pernah dilakukan oleh para penyair Islam di masa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Para tokohnya, antara lain Hassan ibnu Sabit, Ka’b ibnu Malik, Abdullah ibnu Rawwahah, dan lain-lainnya, semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Di antara syair ada yang bersubjekkan hikmah-hikmah, pelajaran-pelajaran, dan etika-etika, seperti yang dijumpai pada syair sejumlah penyair masa Jahiliah yang antara lain Umayyah ibnu Abus Silt yang dinilai oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melalui sabdanya:
Syairnya beriman, tetapi hatinya kafir.
Salah seorang sahabat pernah mendendangkan syair sebanyak seratus bait syair untuk Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan sesudah tiap bait syair beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan, “Terus,” yakni memintanya agar meneruskan bait-bait syairnya.
Abu Daud telah meriwayatkan melalui hadis Ubay ibnu Ka’b, Buraidah ibnul Khasib, serta Abdullah ibnu Abbas, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Sesungguhnya di dalam paramasastra itu terdapat pengaruh yang memukaukan seperti pengaruh sihir, dan sesungguhnya di antara syair itu ada yang mengandung hikmah.
Untuk itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya. (Yaa Siin:69) Maksudnya, Allah tidak mengajarkan syair kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
dan bersyair itu tidak layak baginya. (Yaa Siin:69)
Yaitu tidak pantas baginya bersyair.
Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yaa Siin:69)
Yakni apa yang Kami ajarkan kepadanya itu.
tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yaa Siin:69)
Yakni yang jelas dan gamblang bagi orang yang mau merenungkan dan memikirkannya.
Allah جَلَّ جَلالُهُmenyucikan nabiNya, Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdari tuduhan yang dialamatkan oleh kaum musyrikin kepadanya, yaitu bahwa dia adalah seorang penyair, dan apa yang ia bawa (al-Qur`an) itu adalah syair. Maka Allah berfirman, {وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ} “Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Nabi Muhammad), dan tidak-lah layak baginya” menjadi seorang penyair. Maksudnya, ini terma-suk kategori mustahil kalau beliau menjadi seorang penyair, sebab beliau adalah orang yang cerdas dan mendapat petunjuk, sedang-kan para penyair itu sesat dan diikuti oleh orang-orang yang sesat; dan juga karena sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُtelah melumpuhkan semua syubhat (tuduhan-tuduhan miring, pent) dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَyang dihembuskan oleh orang-orang yang sesat.
Allah membantah kalau Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَitu bisa membaca atau me-nulis dan Dia menginformasikan bahwa Dia tidak pernah menga-jarkan syair kepadanya dan itu tidak pantas baginya, {إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ} “al-Qur`an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan.” Maksudnya, tidaklah apa yang dibawa oleh Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَini melainkan pelajaran yang dapat dipelajari oleh orang-orang yang berakal mengenai tuntutan-tuntutan agama, ia mencakup semuanya secara sempurna, dan ia juga mengingatkan akal kepada apa yang telah Allah pusatkan di dalam fitrahnya, yaitu perintah kepada segala yang baik dan larangan dari segala yang buruk.
{وَقُرْآنٍ مُبِينٍ} “Kitab yang memberi penerangan.” Maksudnya, me-nerangkan segala yang dibutuhkan penjelasannya. Maka dari itu ma’mûl (objek penderita)nya tidak disebutkan, agar menunjukkan bahwa al-Qur`an itu menjelaskan seluruh yang haq dengan dalil-dalilnya yang terperinci dan global, dan yang batil dengan dalil-dalil yang menunjukkan kebatilannya. Allah menurunkannya se-demikian rupa kepada RasulNya.
Kumpulan ayat berikut menyangkal orang kafir yang menuduh Al-Qur’an adalah syair ciptaan nabi Muhammad. Dan kami tidak meng-ajarkan syair kepadanya dan bersyair itu tidaklah pantas baginya karena syair adalah buah khayalan. Nabi Muhammad adalah rasul yang Allah tugaskan untuk menyampaikan wahyu, dan Al-Qur’an itu adalah wahyu Allah yang kandungannya tidak lain hanyalah pelajaran untuk memperbaiki umat dan merupakan kitab yang jelas dalam menerangkan hukum dan syariat Allah. 70. Kami wahyukan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad agar dia memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup hatinya sehingga bisa mengambil pelajaran darinya dan agar dia memberi peringatan serta bukti yang pasti akan ketetapan dan azab terhadap orang-orang kafir yang mengingkari wahyu itu.
Yasin Ayat 69 Arab-Latin, Terjemah Arti Yasin Ayat 69, Makna Yasin Ayat 69, Terjemahan Tafsir Yasin Ayat 69, Yasin Ayat 69 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Yasin Ayat 69
Tafsir Surat Yasin Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)