{39} Az-Zumar / الزمر | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | فصلت / Fussilat {41} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ghafir غافر (Yang Maha Pengampun) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 40 Tafsir ayat Ke 28.
وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ ۖ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ ﴿٢٨﴾
wa qāla rajulum mu`minum min āli fir’auna yaktumu īmānahū a taqtulụna rajulan ay yaqụla rabbiyallāhu wa qad jā`akum bil-bayyināti mir rabbikum, wa iy yaku kāżiban fa ‘alaihi każibuh, wa iy yaku ṣādiqay yuṣibkum ba’ḍullażī ya’idukum, innallāha lā yahdī man huwa musrifung każżāb
QS. Ghafir [40] : 28
Dan seseorang yang beriman di antara keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, “Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, “Tuhanku adalah Allah,” padahal sungguh, dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika dia seorang yang benar, nis-caya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan pendusta.
Seorang laki-laki dari keluarga Fir’aun yang beriman kepada Allah yang menyembunyikan imannya berkata mengingkari kaumnya: Bagaimana kalian membolehkan diri kalian untuk membunuh seorang laki-laki yang tidak melakukan dosa di tengah-tengah kalian, kecuali hanya karena dia berkata: Rabb-ku adalah Allah. Padahal dia telah membawa bukti-bukti yang kuat dari sisi Rabb kalian yang menunjukkan kebenaran apa yang dikatakannya? Bila Musa berdusta maka akibat buruk dustanya akan menimpa dirinya sendiri, namun bila dia benar maka sebagian dari apa yang dia ancamkan kepada kalian pasti akan menimpa kalian. Sesungguhnya Allah tidak membimbing kepada jalan kebenaran siapa yang melampaui batas dengan meninggalkan kebenaran dan mengambil kebatilan, serta pembual dengan menisbahkan apa yang dilakukannya itu kepada Allah.
Menurut qaul yang masyhur, lelaki mukmin yang mengatakan kalimat ini adalah seorang bangsa Egypt dari kalangan keluarga Fir’aun.
As-Saddi mengatakan bahwa dia adalah saudara sepupu Fir’aun yang membelot dari Fir’aun dan bergabung bersama Musa a.s. Menurut suatu pendapat, ia selamat bersama Musa a.s. dari kejaran Fir’aun. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir; Ibnu jarir menjawab pendapat yang mengatakan bahwa lelaki itu adalah seorang Bani Israil, bahwa ternyata Fir’aun mau mendengarkan perkataan lelaki itu dan terpengaruh olehnya, lalu tidak jadi membunuh Musa a.s. Seandainya laki-laki itu adalah seorang Bani Israil, pastilah Fir’aun menyegerakan hukumannya, karena dia adalah dari kalangan mereka (Bani Israil).
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa tiada seorang pun dari kalangan keluarga Fir’aun yang beriman kecuali lelaki ini, istri Fir’aun, dan seorang lelaki lainnya yang memperingatkan Musa a.s. melalui perkataannya, yang disitir oleh firman-Nya:
Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu. (Al-Qasas: 20). Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Lelaki ini menyembunyikan imannya dari mata kaumnya bangsa Egypt. Dia tidak menampakkannya kecuali pada hari itu, yaitu ketika Fir’aun mengatakan:
Biarkanlah aku membunuh Musa. (Al-Mu’min: 26)
Maka lelaki itu menjadi marah karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Dan jihad yang paling utama itu ialah mengutarakan kalimat keadilan di hadapan penguasa yang zalim, seperti yang telah disebutkan di dalam hadis. Dan tidak ada perkataan yang lebih besar daripada kalimat ini di hadapan Fir’aun, yaitu:
Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, ‘Tuhanku ialah Allah.’ (Al-Mu’min: 28)
Juga selain dari apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya. Dia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Auza’i, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu Kasir, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Abdullah ibnu Amr ibnul As r.a., “Ceritakanlah kepadaku perlakuan yang paling kejam yang telah dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap diri Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” Abdullah ibnu Amr menjawab, bahwa pada suatu hari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang salat di serambi Ka’bah, tiba-tiba datanglah Uqbah ibnu Abu Mu’it, lalu Uqbah memegang pundak Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan melilitkan kainnya ke leher beliau sehingga kain itu mencekiknya dengan keras. Maka datanglah Abu Bakar r.a., lalu memegang pundak Uqbah dan mendorongnya jauh dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, kemudian Abu Bakar berkata: Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan, ‘Tuhanku ialah Allah,’ padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu? (Al-Mu’min: 28)
Imam Bukhari meriwayatkannya secara tunggal melalui hadis Al-Auza’i. Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis ini diikuti oleh Muhammad ibnu Ishaq, dari Ibrahim ibnu Urwah, dari ayahnya dengan sanad yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ishaq Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Abdah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Amr ibnul As r.a., bahwa ia pernah ditanya, “Perlakuan apakah yang paling keras dilakukan oleh orang-orang Quraisy terhadap diri Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?” Amr ibnul As menjawab, bahwa pada suatu hari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersua dengan mereka, lalu mereka berkata kepadanya, “Engkau telah mencegah kami menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kami.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Ya, memang itulah yang aku lakukan.” Maka mereka bangkit menuju kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan memegang leher baju Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kulihat Abu Bakar r.a. memeluk Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari belakangnya seraya menjerit sekuat suaranya, sedangkan kedua matanya mencucurkan air mata seraya berkata, “Hai kaum, apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia mengatakan, ‘Tuhanku ialah Allah,’ padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu?” (Al-Mu’min: 28), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui Abdah, lalu ia menjadikannya termasuk hadis yang disandarkan kepada Amr ibnul As r.a.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. (Al-Mu’min: 28)
Yakni mengapa kalian mau membunuh seorang lelaki karena dia telah mengucapkan, ‘Tuhanku ialah Allah,’ padahal dia telah menegakkan kepada kalian bukti yang membenarkan apa yang disampaikan kepada kalian, yaitu berupa perkara yang hak. Kemudian laki-laki itu dalam pembicaraannya bernada agak lunak, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. (Al-Mu’min: 28)
Yaitu jika tidak terbukti kebenaran dari apa yang disampaikannya kepada kalian, berarti dari pendapatnya sendiri secara murni, dan sikap yang terbaik dalam menghadapinya ialah membiarkannya sendirian bersama dengan pendapatnya itu, dan janganlah kamu mengganggunya. Jika dia dusta, maka sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى akan membalas kedustaannya itu dengan hukuman di dunia dan di akhirat nanti. Jika dia memang benar, sedangkan kalian telah menyakitinya, niscaya akan menimpa kalian sebagian dari bencana yangtelah diancamkannya kepada kalian, jika kalian menentangnya, yaitu berupa azab di dunia ini dan di akhirat nanti. Bisa saja dia memang benar terhadap kalian, maka sikap yang tepat ialah hendaklah kalian tidak menghalang-halanginya. Tetapi biarkanlah dia dan kaumnya, biarkanlah dia menyeru kaumnya dan kaumnya mengikutinya. Dan memang demikianlah apa yang telah diceritakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, bahwa Musa meminta kepada Fir’aun dan kaumnya agar melepaskan dia dan kaum Bani Israil, yaitu:
Sesungguhnya sebelum mereka telah Kami uji kaum Fir’aun dan telah datang kepada mereka seorang rasul yang mulia, (dengan berkata), “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu, dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari keinginanmu merajamku; dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil).” (Ad-Dukhan: 17-21)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap orang-orang Quraisy, beliau meminta agar mereka membiarkannya menyeru hamba-hamba Allah untuk menyembah-Nya, dan janganlah mereka mengganggunya dan hendaklah mereka tetap menghubungkan tali persaudaraan yang telah ada antara dia dan mereka, tiada yang saling menyakiti. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman menceritakan hal ini:
Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Maksudnya, janganlah kalian menggangguku demi tali persaudaraan yang telah ada antara aku dan kalian, dan biarkanlah urusan antara aku dan manusia. Berdasarkan hal ini, maka ditandatanganinyalah Perjanjian Hudaibiyah, yang merupakan awal dari kemenangan yang jelas.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Al-Mu’min: 28)
Yakni seandainya orang ini (Musa a.s.) yang mengakui bahwa dirinya diutus oleh Allah kepada kalian adalah dusta —seperti yang kalian sangkakan terhadapnya— tentulah perkaranya jelas dan kelihatan bagi setiap orang melalui ucapan dan perbuatannya; dan sudah barang tentu semua sikap dan ucapannya banyak bertentangan dan kacau. Tetapi ternyata orang ini (Musa a.s.) perkaranya kami lihat benar dan sepak terjangnya lurus. Seandainya dia termasuk orang yang melampaui batas lagi pendusta, tentulah Allah tidak menunjukinya dan membimbingnya kepada sikap dan ucapan seperti yang kamu lihat sendiri; semua urusan dan perbuatannya kelihatan begitu teratur dan rapi.
Laki-laki yang beriman dari kalangan keluarga Fir’aun itu melanjutkan perkataannya seraya memperingatkan kaumnya akan lenyapnya nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka dan datangnya azab Allah atas mereka:
Di antara sebab-sebab itu adalah seorang lelaki beriman dari kaum Fir’aun yang berasal dari istana kerajaan, yang pasti memiliki ucapan-ucapan yang didengar, terutama apabila menampakkan keberpihakannya kepada mereka dan merahasiakan imannya. Mereka biasanya tentu menaruh perhatian kepadanya, dan sebaliknya, mereka tidak akan menaruh perhatian kepadanya kalau ia menampakkan sikap berseberangan dengan mereka. Sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ telah melindungi Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari kaum Quraisy melalui pamannya, Abu Thalib, yang mana Abu Thalib adalah tokoh yang disegani di kalangan mereka, dan seagama dengan mereka. Kalau seandainya saja dia adalah seorang Muslim, tentu perlindungan itu tidak akan terjadi darinya.
Lelaki beriman yang cerdas lagi tegas (dari istana Fir’aun) itu berkata dengan nada mencemooh tindakan kaumnya dan kekejian rencana yang hendak mereka lakukan, أَتَقْتُلُونَ رَجُلا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللَّهُ “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena ia menyatakan, ‘Rabbku ialah Allah?'” Maksudnya, bagaimana kalian menghalalkan pembunuhannya, padahal dosa dan kejahatannya adalah karena ia mengucapkan “Tuhanku adalah Allah?!” Perkataan lelaki ini juga bukan perkataan yang kosong dari argumen. Maka dari itu ia berkata, وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ “Padahal dia (Nabi Musa) telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu,” karena keterangan (bukti, mukjizat, dan argumen)nya sudah sangat populer di kalangan mereka, diketahui oleh anak kecil dan orang dewasa. Artinya, orang itu tidak boleh dibunuh hanya karena alasan seperti ini. Maka kenapa kalian tidak membatalkan terlebih dahulu kebenaran yang ia bawa dan kalian respons argumennya dengan argumen yang dapat mencampakkannya, baru setelah itu kalian lihat apakah halal (pantas) membunuhnya apabila kalian telah unggul atasnya berdasarkan argumen atau tidak?! Sekarang sungguh hujjahnya telah mengungguli dan argumennya menang, sehingga ada jarak pemisah yang sangat jauh antara kalian dengan dia yang dengannya kalian tidak punya alasan untuk membunuhnya!
Lalu lelaki beriman itu mengatakan kepada mereka satu perkataan logis yang dapat meyakinkan setiap orang yang berakal dalam kondisi seperti apa pun adanya, seraya berkata, وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ “Dan jika ia seorang pendusta, maka dialah yang menanggung dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.” Maksudnya, Nabi Musa ‘alaihissalamitu ada pada dua kemungkinan: Sebagai seorang pendusta dalam klaimnya atau sebagai seorang yang benar. Jika ia adalah seorang pendusta, maka kedustaannya dan bahaya kedustaannya hanya akan menimpa dirinya sendiri, tidak ada bahaya apa pun terhadap kalian dalam masalah ini, di mana kalian telah menolak seruannya dan menolak untuk mempercayainya. Tetapi jika ia benar, sedangkan ia telah datang kepada kalian dengan membawa bukti-bukti dan ia pun telah menyampaikan kepada kalian bahwa jika kalian tidak menerimanya, niscaya kalian diazab oleh Allah dengan satu azab di dunia ini dan satu azab lagi di akhirat nanti. Sesungguhnya sebagian apa yang diancamkannya terhadap kalian pasti akan menimpa kalian, dan itu adalah azab di dunia.
Ini adalah bagian dari kecerdasan akalnya dan kelembutan pembelaannya untuk Nabi Musa, di mana ia telah mengemukakan jawaban yang tidak ada kekacauannya terhadap mereka, dan ia telah menempatkan permasalahan berkisar antara dua kondisi. Yang jelas, membunuhnya adalah suatu kedunguan dan kebodohan dari kalian.
Setelah itu orang yang beriman tersebut (semoga Allah meridhai, mengampuni, dan merahmatinya) beralih kepada perkara yang lebih tinggi dari itu dan penjelasan tentang kedekatan Nabi Musa ‘alaihissalam kepada kebenaran, seraya berkata,إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang berlebih-lebihan.” Maksudnya, melampaui batas, karena meninggalkan yang haq dan mengutamakan yang batil, كَذَّابٌ “lagi pendusta” karena menisbatkan tindakan melampaui batas itu kepada Allah. Maka orang seperti ini tidak akan diberi petunjuk oleh Allah menuju jalan kebenaran, baik pada maknanya ataupun pada dalilnya. Dan Allah tidak akan membimbingnya kepada jalan yang lurus. Maksudnya, kalian telah melihat kebenaran yang diserukan oleh Nabi Musa ‘alaihissalamdan argumen-argumen logis (aqli) dan mukjizat-mukjizat samawi yang telah Allah tunjukkan kepadanya untuk dijelaskan. Maka orang yang berpedoman kepada petunjuk ini tidak mungkin seorang yang melampaui batas ataupun seorang pendusta.
Ini juga membuktikan kematangan ilmunya, kecerdasan akal dan ma’rifatnya tentang Allah.
Dan seseorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya di antara keluarga fir’aun, yang senantiasa menyembunyikan imannya di hadapan fir’aun, berkata, ‘apakah kamu, wahai fir’aun, akan membunuh seseorang hanya karena dia berkata, ‘tuhanku yang aku sembah adalah Allah, ‘ padahal sungguh, dia telah datang menyampaikan kebenaran kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan sulit terbantahkan, dan itu dari tuhanmu juga. ’29. Wahai kaumku! pada hari ini kerajaan ada pada genggaman-Mu yang dengan kerajaan itu kamu berkuasa di bumi, tetapi bagaimana kalau yang disampaikan oleh musa itu benar, maka siapa yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita” mendengar ucapan seorang mukmin itu, fir’aun berusaha meyakinkan kaumnya dengan berkata, ‘aku hanya mengemukakan kepadamu, apa yang menurutku aku pandang baik; dan aku berdasarkan pandanganku itu hanya semata-mata ingin menunjukkan kepadamu jalan yang benar dan lurus. ‘.
Ghafir Ayat 28 Arab-Latin, Terjemah Arti Ghafir Ayat 28, Makna Ghafir Ayat 28, Terjemahan Tafsir Ghafir Ayat 28, Ghafir Ayat 28 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ghafir Ayat 28
Tafsir Surat Ghafir Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)