{45} Al-Jatsiyah / الجاثية | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | محمد / Muhammad {47} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Ahqaf الأحقاف (Bukit-Bukit Pasir) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 46 Tafsir ayat Ke 15.
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٥﴾
wa waṣṣainal-insāna biwālidaihi iḥsānā, ḥamalat-hu ummuhụ kurhaw wa waḍa’at-hu kurhā, wa ḥamluhụ wa fiṣāluhụ ṡalāṡụna syahrā, ḥattā iżā balaga asyuddahụ wa balaga arba’īna sanatang qāla rabbi auzi’nī an asykura ni’matakallatī an’amta ‘alayya wa ‘alā wālidayya wa an a’mala ṣāliḥan tarḍāhu wa aṣliḥ lī fī żurriyyatī, innī tubtu ilaika wa innī minal-muslimīn
QS. Al-Ahqaf [46] : 15
Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”
Kami telah mewasiatkan kepada manusia untuk berlaku baik dalam mendampingi kedua orang tua sebagai bakti dalam kehidupan keduanya dan juga setelah kematiannya. Sungguh ibunya telah mengandungnya semenjak janin dalam perut dengan sangat susah payah, begitu juga saat melahirkannya sehingga terhitung masa untuk hamil dan menyapihnya adalah tiga puluh bulan. Kenyataan kesusahan yang dialami seorang ibu ini membuktikan bahwa hak ibu lebih besar dibandingkan bapak. Bahkan, ketika manusia telah mencapai masa kekuatan fisik dan akalnya, yaitu pada usia empat puluh tahun, dia berdoa kepada Tuhan dengan berkata, “Wahai Tuhan, tunjukkanlah aku cara untuk bersyukur atas nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku supaya aku bisa beramal saleh seperti yang Engkau ridhai. Bereskanlah keturunanku. Sesungguhnya, aku bertobat kepada-Mu dari segala dosa. Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang tunduk kepada-Mu dengan berlaku taat dan berserah diri terhadap perintah dan larangan-Mu, melaksanakan hukum-Mu.”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya. (Al-Ahqaf: 15)
Yakni Kami perintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya dan mengasihi keduanya.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu’bah telah menceritakan kepadaku Sammak ibnu Harb yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Mus’ab ibnu Sa’d menceritakan berita ini dari Sa’d r.a yang telah mengatakan bahwa Ummu Sa’d berkata kepada Sa’d, “Bukankah Allah telah memerintahkan manusia untuk menaati kedua orang tuanya? Maka sekarang aku tidak mau makan dan, minum lagi sebelum kamu kafir kepada Allah.” Ternyata Ummu Sa’d tidak mau makan dan minum sehingga keluarganya terpaksa membuka mulutnya dengan memakai tongkat (lalu memasukkan makanan dan minuman ke dalamnya). Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya. (Al-Ahqaf: 15), hingga akhir ayat.
Imam Muslim dan para penulis kitab sunan -kecuali Ibnu Majah- telah meriwayatkan hadis ini melalui Syu’bah dengan sanad yang semisal dan lafaz yang lebih panjang.
ibunya mengandungnya dengan susah payah. (Al-Ahqaf: 15)
Yaitu mengalami kesengsaraan karena mengandungnya dan kesusahan serta kepayahan yang biasa dialami oleh wanita yang sedang hamil.
dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (Al-Ahqaf: 15)
Yakni dengan penderitaan pula saat melahirkan bayinya lagi sangat susah dan masyaqqat.
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15)
Sahabat Ali r.a. menyimpulkan dalil dari ayat ini dan ayat yang ada di dalam surat Luqman. yaitu firman-Nya:
Dan menyapihnya dalam dua tahun. (Luqman: 14)
Dan Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Al-Baqarah: 233)
Bahwa masa mengandung yang paling pendek ialah enam bulan. Ini merupakan kesimpulan yang kuat lagi benar dan disetujui oleh Usman r.a. dan sejumlah sahabat lainnya.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abdullah ibnu Qasit dari Ma’mar ibnu Abdullah Al-Juhani yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari kalangan kami pernah mengawini seorang wanita dari Bani Juhainah. Dan ternyata wanita itu melahirkan bayi dalam usia kandungan genap enam bulan. Lalu suaminya menghadap kepada Usman r.a. dan menceritakan hal tersebut kepadanya. Maka Usman memanggil wanita tersebut. Setelah wanita itu berdiri hendak memakai pakaiannya, saudara perempuan wanita itu menangis. Lalu wanita itu berkata, “Apakah yang menyebabkan engkau menangis? Demi Allah, tiada seorang lelaki pun yang mencampuriku dari kalangan makhluk Allah selain dia (suaminya), maka Allah-lah Yang akan memutuskan menurut apa yang dikehendaki-Nya terhadap diriku.”
Ketika wanita itu telah dihadapkan kepada Khalifah Usman r.a., maka Usman r.a. memerintahkan agar wanita itu dihukum rajam. Dan manakala berita tersebut sampai kepada sahabat Ali r.a., maka dengan segera Ali mendatangi Usman, lalu berkata kepadanya, “Apakah yang telah dilakukan oleh wanita ini?” Usman menjawab, “Dia melahirkan bayi dalam enam bulan penuh, dan apakah hal itu bisa terjadi?” Maka Ali r.a. bertanya kepada Usman, “Tidakkah engkau telah membaca Al-Qur’an?” Usman menjawab, “Benar.” Ali r.a. mengatakan bahwa tidakkah engkau pernah membaca firman-Nya: Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15) Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: selama dua tahun penuh. (Al-Baqarah: 233) Maka kami tidak menjumpai sisanya selain dari enam bulan Usman r a berkata, “Demi Allah, aku tidak mengetahui hal ini, sekarang kemarikanlah ke hadapanku wanita itu.” Ketika mereka menyusulnya, ternyata jenazah wanita itu telah dimakamkan.
Abdullah ibnu Qasit mengatakan bahwa Ma’mar berkata “Demi Allah, tiadalah seorang anak itu melainkan lebih mirip dengan rupa orang tuanya. Ketika ayahnya melihat bayinya, lalu si ayah berkata, ini benar anakku, demi Allah, aku tidak meragukannya lagi’.”
Ma’mar mengatakan bahwa lalu ayah si bayi itu terkena cobaan muka yang bernanah di wajahnya sehabis peristiwa tersebut, yang mana luka itu terus-menerus menggerogoti wajahnya hingga ia mati.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan atsar ini yang telah kami kemukakan dari jalur lain dalam tafsir firman-Nya: maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu). (Az-Zukhruf: 81); Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Daud ibnu Abu Hindun dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa apabila seorang wanita melahirkan bayi setelah sembilan bulan, maka cukuplah baginya menyusui bayinya selama dua puluh satu bulan. Apabila dia melahirkan bayinya setelah tujuh bulan, maka cukup baginya dua puluh tiga bulan menyusui anaknya. Dan apabila ia melahirkan bayinya setelah enam bulan maka masa menyusui bayinya adalah genap dua tahun, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15)
sehingga apabila dia telah dewasa. (Al-Ahqaf: 15)
Yakni telah kuat dan menjadi dewasa.
dan umurnya sampai empat puluh tahun. (Al-Ahqaf. 15)
Yaitu akalnya sudah matang dan pemahaman serta pengendalian dirinya sudah sempurna.
Menurut suatu pendapat, biasanya seseorang tidak berubah lagi dari kebiasaan yang dilakukannya bila mencapai usia empat puluh tahun.
Abu Bakar ibnu Iyasy mengatakan dan Al-A’masy, dan Al-Qasim ibnu Abdur Rahman, bahwa ia pernah bertanya kepada Masruq, “Bilakah seseorang dihukum karena dosa-dosanya?” Masruq menjawab, “Bila usiamu mencapai empat puluh tahun, maka hati-hatilah kamu dalam berbuat.”
Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Qais Al-Azdi yang usianya mencapai seratus tahun, telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Al-Kufi alias Umar ibnu Aus, bahwa Muhammad ibnu Amr ibnu Usman telah meriwayatkan dan Usman r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Seorang hamba yang muslim apabila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila usianya mencapai enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki Inabah (kembali ke jalan-Nya). Dan apabila usianya mencapai tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menetapkan kebaikan-kebaikannya dan menghapuskan keburukan-keburukannya. Dan apabila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang akan datang, dan mengizinkannya untuk memberi syafaat buat ahli baitnya dan dicatatkan (baginya) di langit, bahwa dia adalah tawanan Allah di bumi-Nya.
Hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur lain, yaitu di dalam kitab Musnad Imam Ahmad.
Al-Hajjaj ibnu Abdullah Al-Hakami, salah seorang amir dari kalangan Bani Umayyah di Dimasyq telah mengatakan, “Aku telah meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa selama empat puluh tahun karena malu kepada manusia, kemudian aku meninggalkannya (sesudah itu) karena malu kepada Allah.” Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh seorang penyair dalam bait syairnya:
Diturutinya semua yang disukainya sehingga uban telah menghiasi kepalanya.
Dan manakala uban telah memenuhi kepalanya, ia berkata kepada kebatilan, “Menjauhlah dariku!”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Ya Tuhanku, tunjukilah aku. (Al-Ahqaf: 15)
Maksudnya, berilah aku ilham, atau bimbinglah aku.
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai. (Al-Ahqaf: 15)
Yakni di masa mendatang.
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. (Al-Ahqaf: 15)
Yaitu keturunanku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku temasuk orang-orang yang berserah diri. (Al-Ahqaf: 15)
Ini adalah panduan bagi yang sudah berusiah empat puluh tahun untuk memperbaharui tobat dan berserah diri kepada Allah.
Telah diriwayatkan oleh Abu daud di dalam kitab sunan-nya, dari Ibnu Mas’ud ra. Bahwa Rasulullah SAW mengajari doa tasyahhud, yaitu:
selamatkanlah kami dari kegelapan menuju kepada cahaya, dan jauhkanlah kami dari perbuatan-perbuatan fahisyah, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Dan berkahilah bagi kami pendengaran kami, penglihatan kami hati kami, istri-istri kami dan keturunan kami. Dan terimalah tobat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu, selalu memuji dan menerima nikmat itu, dan sempurnakanlah bagi kami nikmat itu.
Ayat ini adalah di antara bentuk kasih Allah جَلَّ جَلالُهُ kepada para hambaNya dan balasan baikNya terhadap para orang tua. Allah جَلَّ جَلالُهُ berwasiat dan memerintahkan para anak untuk berbuat baik terhadap orang tua dengan berkata yang lemah lembut, memberikan nafkah dan uang serta perbuatan baik lainnya, selanjutnya Allah جَلَّ جَلالُهُ menjelaskan sebab mengapakah berbuat baik terhadap orang tua diwajibkan, Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan beban mengandung yang ditanggung oleh seorang ibu serta berbagai rasa sakit yang dihadapi pada saat mengandung, selanjutnya beban berat pada saat melahirkan merupakan beban yang teramat besar, dilanjutkan lagi dengan beban menyusui dan merawat. Semua beban berat tersebut tidak berlangsung hanya sesaat, namun hal itu berlangsung dalam waktu yang lama yaitu, {ثَلاثُونَ شَهْرًا} “tiga puluh bulan,” menjalani hamil menghabiskan waktu sembilan bulan, bisa kurang bisa lebih, sedangkan sisanya untuk menyusui, dan waktu ini berdasarkan pada umumnya.
Dari ayat ini dan ayat lainnya, {وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ} “para ibu menyusui anakanak mereka selama dua tahun penuh,” bisa dijadikan dalil bahwa batas minimal lamanya hamil adalah enam bulan sebab masa menyusui, yaitu dua tahun, jika tiga puluh bulan dikurangi dengan waktu menyusui tersebut maka masih tersisa enam bulan untuk masa hamil.
{حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ} “Sehingga apabila ia telah dewasa,” yaitu mencapai puncak kekuatan dan kematangan akal, {وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي} “dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, ‘Ya Rabbku, tunjukilah aku’,” artinya, berilah aku ilham dan pertolongan {أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ} “untuk mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku,” yakni nikmat agama dan dunia serta rasa syukurnya dengan menggunakan kenikmatan tersebut dalam ketaatan terhadap Dzat yang memberi serta berusaha dengan sungguhsungguh memuji Allah جَلَّ جَلالُهُ atas nikmat yang diberi. Nikmat yang dimiliki orang tua adalah nikmat yang dimiliki anak dan juga keturunan mereka, sebab mereka itu (anakanak dan keturunannya) pasti akan mendapatkannya, mendapatkan sebabsebab dan sisasisanya, khususnya nikmat agama, karena keshalihan orang tua dengan ilmu dan amal adalah faktor kebaikan dan keshalihan terbesar bagi anakanak.
{وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ} “Dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai,” yakni mencakup semua yang menjadikannya baik dan bebas dari apaapa yang merusaknya. Dan inilah amal yang diridhai, diterima, dan dibalas dengan pahala oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ.
{وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي} “Dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.” Tatkala beliau berdoa untuk kebaikan dan keshalihan diri, tidak lupa beliau mendoakan kebaikan dan keshalihan bagi keturunannya agar Allah berkenaan memperbaiki keadaan mereka. Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan bahwa manfaat kebaikan dan keshalihan keturunan akan berpulang pada orang tua mereka, berdasarkan FirmanNya, {وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي} “Dan berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.” {إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ} “Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu ,” dari segala dosa dan kemaksiatan, aku kembali kepadaMu dengan ketaatan, {وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ} “dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Ayat-ayat yang lalu menjelaskan tuntunan tentang pemurnian akidah disertai perintah agar mengesakan Allah dan tidak menyekutukan kepada-Nya. Kini Allah mewasiatkan kepada umat manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan kami telah mewasiatkan, yakni telah perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya dengan kebaikan yang sempurna. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Masa mengandung sampai menyapihnya yang sempurna adalah selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia, sang anak itu telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, merupakan usia yang menunjukkan kesempurnaan bagi perkembangan jasmani dan rohani manusia, maka dia berdoa, ‘ya tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan berilah aku kemampuan agar aku dapat berbuat kebajikan yang engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir turun temurun sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada engkau atas segala dosa-dosaku dan sungguh, aku termasuk orang muslim, yang tunduk patuh dan berserah diri kepada Allah. 16. Allah memuji orang-orang yang berbuat baik kepada orang tua dengan menyatakan bahwa mereka itulah orang-orang yang mensyukuri nikmat dan berbuat kebaikan yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan dan kepada mereka kami anugerahkan pahala yang besar sebagai balasan atas amalnya dan mereka itulah orang-orang yang kami maafkan kesalahan-kesalahannya, maka kami tidak menimpakan azab atasnya. Kelak di akhirat, mereka akan menjadi penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar dari Allah yang telah dijanjikan melalui para utusan-Nya kepada mereka.
Al-Ahqaf Ayat 15 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Ahqaf Ayat 15, Makna Al-Ahqaf Ayat 15, Terjemahan Tafsir Al-Ahqaf Ayat 15, Al-Ahqaf Ayat 15 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Ahqaf Ayat 15
Tafsir Surat Al-Ahqaf Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)