{47} Muhammad / محمد | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الحجرات / Al-Hujurat {49} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Fath الفتح (Kemenangan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 48 Tafsir ayat Ke 27.
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا ﴿٢٧﴾
laqad ṣadaqallāhu rasụlahur-ru`yā bil-ḥaqq, latadkhulunnal-masjidal-ḥarāma in syā`allāhu āminīna muḥalliqīna ru`ụsakum wa muqaṣṣirīna lā takhāfụn, fa ‘alima mā lam ta’lamụ fa ja’ala min dụni żālika fat-ḥang qarībā
QS. Al-Fath [48] : 27
Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.
Sungguh Allah akan membuktikan mimpi Muhammad, yang ia lihat adalah sesuatu yang benar, yaitu dia dan para sahabatnya akan memasuki Masjidilharam dalam keadaan aman, tidak ada rasa takut terhadap orang musyrik, dan mencukur kepala mereka atau memotongnya sedikit. Allah mengetahui kebaikan dan kemashlahatan (kepindahan kalian dari Makkah dan kembalinya kalian setelah itu) yang tidak kalian ketahui. Maka Allah menjadikan masuknya kalian ke kota Makkah yang telah dijanjikan, merupakan tanda dari kemenangan yang sudah dekat, yaitu perdamaian Hudaibiyah dan kemenangan perang Khaibar.
Tersebutlah bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bermimpi bahwa dirinya memasuki Mekah dan melakukan tawaf di Baitullah, lalu beliau menceritakan mimpinya itu kepada para sahabatnya, sedangkan beliau saat itu berada di Madinah. Dan ketika mereka berangkat di tahun Perjanjian Hudaibiyah, tiada suatu golongan pun dari kalangan sahabat-sahabatnya yang merasa ragu bahwa mimpi itu akan menjadi kenyataan tahun itu. Akan tetapi, ketika terjadi perjanjian damai dan gencatan senjata, lalu mereka kembali ke Madinah untuk tahun itu dan mereka baru boleh kembali tahun depannya. Maka sebagian dari kalangan sahabat ada yang mengalami tekanan jiwa karena peristiwa tersebut, hingga Umar ibnul Khattab r.a. menanyakan hal tersebut dan mengatakan kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, yang antara lain Umar mengatakan, “Bukankah engkau telah memberi tahu kepada kami bahwa kami akan datang ke Baitullah dan melakukan tawaf padanya?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Benar, tetapi apakah aku menceritakan kepadamu bahwa kamu akan mendatanginya tahun ini?” Umar menjawab, “Tidak.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Maka sesungguhnya kamu bakal mendatanginya dan tawaf padanya.” Hal yang senada dikatakan oleh Abu Bakar As-Siddiq r.a. ketika Umar bertanya kepadanya. Karena itulah maka disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melalui firman-Nya:
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, Insya Allah. (Al Fath:27)
Ini merupakan pengukuhan bagi terealisasinya berita dan sama sekali bukan sebagai pengecualian yang tidak pasti.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dalam keadaan aman. (Al Fath:27)
Yakni saat kamu memasuki Masjidil Haram.
dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya. (Al-
ini merupakan keterangan keadaan bagi kalimat yang tidak disebutkan karena saat mereka memasukinya tidak dalam keadaan telah mencukur rambut kepala dan tidak pula mengguntingnya. Melainkan hal tersebut terjadi dalam lain keadaan. Tersebutlah bahwa sebagian dari mereka mencukur rambut kepalanya, dan sebagian yang lainnya hanya mengguntingnya.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw mendoakan orang-orang yang mencukur rambut kepalanya:
Semoga Allah merahmati Orang-orang yang mencukur rambut. Para sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, doakanlah pula bagi orang-orang yang mengguntingnya.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa lagi “Dan juga bagi, orang-orang yang mengguntingnya,” yang hal ini diucapkannya pada yang ketiga atau keempat kali.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
sedangkan kamu tidak merasa takut. (Al Fath:27)
Berkedudukan sebagai kata keterangan keadaan untuk mempertegas pengertian, pada mulanya ditetapkan bagi mereka jaminan keamanan saat memasuki Mekah, selanjutnya dinafikan dari mereka rasa takut saat mereka menetap di Mekah, tanpa harus merasa takut terhadap seseorang.
Peristiwa ini terjadi di masa umrah qada, yaitu dalam bulan Zul Qa’dah, tahun tujuh Hijriah. Karena sesungguhnya setelah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali dari Hudaibiyah dalam bulanZul Qa’dah dan pulang ke Madinah, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tinggal di Madinah dalam bulan Zul Hijjah dan bulan Muharam, kemudian dalam bulan Safar beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ keluar menuju Khaibar dan Allah menaklukkan sebagiannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan paksa, sedangkan sebagian lainnya secara damai.
Khaibar adalah suatu daerah yang cukup luas, banyak memiliki pohon kurma dan lahan pertanian. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyerahkan penggarapannya kepada orang-orang Yahudi yang tinggal di dalamnya dengan ketentuan bagi hasil paroan. Dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membagi-bagikan tanah Khaibar kepada orang-orang yang ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah (dari kalangan kaum muslim) semata. Tiada seorang pun yang mendapat pembagian ini dari selain mereka kecuali orang-orang yang baru datang dari negeri Habsyah, antara lain Ja”far ibnu AbuTalib dan kawan-kawannya, dan Abu Musa Al-Asy’ari beserta kawan-kawannya. Tiada seorang pun dari mereka yang tidak hadir. Ibnu Zaid mengatakan bahwa terkecuali Abu Dujanah alias Samak ibnu Kharsyah, seperti yang akan diterangkan nanti pada pembahasannya. Setelah itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pulang ke Madinah.
Kemudian pada tahun tujuh Hijriah, bulan Zul Qa’dah, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berangkat menuju Mekah untuk umrah dengan diikuti oleh ahli Hudaibiyah. Maka beliau berihram dari Zul Hulaifah dan membawa serta hadyu-nya, yang menurut suatu pendapat jumlahnya enam puluh ekor unta. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengucapkan talbiyah dan para sahabatnya mengucapkan talbiyah pula seraya bergerak.
Ketika perjalanan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sampai di dekat Zahran, maka beliau mengirimkan Muhammad ibnu Maslamah bersama pasukan berkuda yang lengkap dengan senjatanya berada di depan mendahului beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Ketika orang-orang musyrik melihat pasukan berkuda itu, mereka dicekam oleh rasa takut yang sangat, mereka mengira bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ akan menyerang mereka. Dan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang telah ditandatangani antara mereka dan beliau, yang isinya ialah menghentikan peperangan di antara mereka selama sepuluh tahun.
Maka orang-orang musyrik itu pergi menuju Mekah dan memberitahukan hal tersebut kepada penduduknya. Setelah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba di dekat Mekah, maka beliau turun istirahat di Marruz Zahran, yang dari situ beliau dapat menyaksikan pemandangan tanah suci. Lalu beliau memerintahkan agar semua senjata yang berupa panah dan tombak dikumpulkan, lalu diletakkan di Lembah Ya’juj. Setelah itu beliau meneruskan perjalanannya ke Mekah hanya dengan membawa senjata pedang yang disarungkan seperti yang mereka minta dalam syarat perjanjian tersebut.
Ketika beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berada di tengah perjalanan, orang-orang Quraisy mengirimkan Mukarriz ibnu Hafs. Maka Mukarriz berkata, “Hai Muhammad, kami belum pernah melihatmu merusak perjanjian.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apa yang kamu maksudkan?” Mukarriz menjawab, “Engkau masuk ke kota Kami dengan membawa senjata panah dan tombak serta senjata lainnya.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata, “Itu tidak benar sama sekali, karena kami telah mengirimkan senjata-senjata tersebut ke Ya’juj.” Mukarriz berkata, “Kalau demikian, berarti engkau menepati janji.”
Lalu para pemimpin orang-orang kafir keluar dari kota Mekah untuk sementara waktu, karena mereka tidak mau menyaksikan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya di Mekah, hati mereka dipenuhi oleh rasa dendam dan marah. Adapun penduduk Mekah lainnya dari kalangan kaum laki-laki dan wanita serta anak-anak, maka mereka duduk di pinggir-pinggir jalan di atas rumah-rumah mereka untuk menyaksikan kedatangan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya.
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya memasuki Mekah, di barisan depan para sahabat berjalan mengawalnya seraya membaca talbiyah, sedangkan hewan-hewan kurban mereka telah dikirimkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ke Zu Tuwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ saat itu mengendarai unta kendaraannya yang bernama Oaswa seperti pada hari Hudaibiyah dan Abdullah ibnu Rawwahah Al-Ansari memegang tali kendalinya, seraya mendendangkan syair berikut:
Dengan nama Tuhan yang tiada agama yang diterima kecuali agama-Nya, dan dengan nama Tuhan yang Muhammad menjadi utusan-Nya. Hai Banil Kuffar (orang-orang kafir), menyingkirlah kalian dari jalannya, pada hari ini kami pukul kalian sesuai dengan apa yang diperintahkannya, sebagaimana kami pun memukul kalian berdasarkan perintah yang diturunkan kepadanya, yaitu dengan pukulan yang dapat memisahkan kepala dari tubuhnya, dan dapat membuat sedih seseorang karena ditinggal kekasihnya. Sesungguhnya Tuhan Yang Maha Pemurah telah menurunkan wahyu-Nya yang dicatat di dalam lembaran-lembaran yang dibacakan kepada Rasul-Nya bahwa sebaik-baik mati ialah dalam membela jalan-Nya. Ya Tuhanku, sesungguhnya aku beriman kepada sabdanya.
Ini merupakan himpunan dari berbagai riwayat yang terpisah-pisah. Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Hazm yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memasuki kota Mekah dalam umrah qadanya, beliau memasukinya dengan berkendaraan, sedangkan Abdullah ibnu Rawwahah r.a. memegang tali kendali unta kendaraannya seraya mengucapkan bait-bait syair berikut:
Menyingkirlah, hai orang-orang kafir, dari jalannya. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah. Menyingkirlah kalian, semua kebaikan ada pada Rasul-Nya. Ya Tuhanku, sesungguhnya aku beriman kepada sabdanya. Kami memerangi kalian karena perintahnya sebagaimana kami memerangi kalian karena wahyu yang diturunkan kepadanya. Kami lakukan pukulan yang dapat memisahkan kepala dari tubuhnya dan mengakibatkan orang bersedih hati karena ditinggal orang yang dikasihinya.
Menyingkirlah, hai orang-orang kafir, dari jalannya. Sesungguhnya Tuhan Yang Maha Pemurah telah menurunkan wahyu yang menyebutkan, bahwa sebaik-baik kematian ialah dalam membela jalan-Nya. Ya Tuhanku, sesungguhnya aku beriman kepada sabdanya. Kami memerangi kalian karena perintahnya sebagaimana kami perangi kalian karena wahyu yang diturunkan kepadanya. Pada hari ini kami pukul kalian karena perintahnya dengan pukulan yang dapat melenyapkan kepala dari tubuhnya dan membuat sedih seseorang karena ditinggalkan oleh orang yang disayanginya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Ismail (yakni Ibnu Zakaria), dari Abdullah (yakni Ibnu Usman), dari Abut Tufail, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ beristirahat di MarruzZahran dalam umrahnya, sampailah berita kepada sahabat-sahabat beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bahwa orang-orang Quraisy mengatakan bahwa kaum muslim tidak datang dari arah Al-Ajf.
Maka sahabat-sahabat beliau berkata, “Sebaiknya kita sembelih saja sebagian dari unta kendaraan kita, lalu kita makan dagingnya dan kita teguk gulainya, sehingga besok bila kita memasuki Mekah kita dalam keadaan segar dan kuat. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Jangan kalian lakukan itu, tetapi kumpulkanlah semua bekal yang masih ada pada kalian.” Maka mereka mengumpulkannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mereka menggelar tikar, lalu mereka makan hingga semuanya kenyang dan masing-masing dari mereka memenuhi wadah minumnya dan mengambil bekal dari makanan itu (yang tadinya sedikit, ternyata bahkan lebih, berkat doa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ datang ke Mekah dan langsung masuk ke Masjidil Haram, sedangkan orang-orang Quraisy duduk di arah sebelah Al-Hijr. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melilitkan kain selendangnya ke bawah ketiaknya dan bersabda, “Jangan sampai kaum itu (orang-orang Quraisy) melihat suatu kelemahan pun pada kalian.”
Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengusap rukun yang ada Hajar Aswadnya, lalu berlari kecil dalam tawafnya. Hingga manakala rukun Yaman i sudah dilewatinya, beliau berjalan kaki biasa menuju Hajar Aswad (maksudnya agar orang-orang Quraisy saat melihatnya, ia dalam keadaan tegar dan kuat, makanya beliau pada permulaan tawafnya berlari-lari kecil). Maka orang-orang Quraisy mengatakan, “Kelihatannya kamu tidak suka berjalan kaki, sesungguhnya kalian berlari lincah bagaikan kijang.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan tawafnya dengan berlari kecil sebanyak tiga putaran, sejak saat itu hal tersebut dijadikan sebagai sunnah.
Abut Tufail mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan hal tersebut dalam haji wada’nya, yakni berlari kecil dalam tiga putaran pertamanya.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba di Mekah bersama para sahabatnya, sedangkan keadaan mereka lemah karena cuaca kota Yas’rib yang buruk yang hal ini mempengaruhi kondisi kesehatan mereka.
Maka orang-orang musyrik mengatakan, “Sesungguhnya telah datang kepada kalian suatu kaum yang telah dilemahkan oleh demam Yasrib yang menjadikan kondisi tubuh mereka buruk.” Dan orang-orang musyrik duduk di bagian yang bersebelahan dengan Al-Hijr, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberitahukan kepada Nabi-Nya tentang apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik itu.
Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepada para sahabatnya untuk berlari kecil dalam tiga putaran pertama, agar orang-orang musyrik melihat kekuatan mereka, bahwa keadaan mereka tidaklah seperti yang diduga oleh orang-orang musyrik. Para sahabat melakukan lari-lari kecil dalam tiga putaran pertama, dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepada mereka untuk berjalan biasa di antara dua rukun yang tidak terlihat oleh pandangan mata kaum musyrik. Dan tidaklah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang mereka berlari kecil pada keseluruhan putaran tawaf, melainkan demi menjaga kondisi kesehatan mereka.
Melihat kenyataan itu (sebagian orang musyrik) berkata (kepada sebagian yang lain), “Itukah mereka yang kalian sangka bahwa demam telah membuat kondisi mereka melemah? Ternyata mereka lebih kuat daripada apa yang terbayangkan.” Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Hammad ibnu Zaid dengan sanad yang sama.
Menurut lafaz yang lain disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya tiba di Mekah pada pagi hari tanggal empat bulan Zul Qa’dah. Maka orang-orang musyrik mengatakan, “Ssungguhnya telah datang kepada kalian delegasi yang kondisi kesehatan mereka lemah karena pengaruh cuaca Yasrib yang buruk. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepada para sahabat untuk berlari kecil pada tiga putaran pertama. Dan tiada faktor yang menyebabkan Nabi’Saw. tidak memerintahkan mereka untuk berlari kecil dalam semua putaran, melainkan demi memelihara kondisi kesehatan mereka.”
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ibnu Salamah (yakni Hammad ibnu Salamah) menambahkan dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba di tahun yang dia beroleh keamanan padanya, bersabdalah beliau, “Berlari-lari kecillah kamu sekalian, agar kaum musyrik melihat kekuatan kalian.” Saat itu kaum musyrik menonton mereka dari sebelah Qu’aiqa’an. Telah menceritakan pula kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ata, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berlari kecil sewaktu tawaf di Baitullah dan sa’i di antara Safa dan Marwah hanyalah untuk memperlihatkan kepada orang-orang musyrik kekuatan yang masih dimilikinya.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula di tempat yang lain, juga Imam Muslim serta Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada, kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abu Aufa mengatakan, “Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan umrah kami tamengi diri Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari anak-anak kaum musyrik dan orang-orang dewasa mereka karena khawatir mereka akan mengganggunya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara tunggal tanpa Imam Muslim.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnun Nu’man, telah menceritakan kepada kami Falih dan telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Husain ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Falih ibnu Sulaiman, dari Nafi’, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berangkat untuk umrah, maka orang-orang kafir Quraisy menghalang-halanginya dari Baitullah. Karenanya beliau menyembelih kurbannya dan mencukur rambut kepalanya di Hudaibiyah. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyetujui permintaan mereka yang meminta kepadanya agar umrahnya ditunda sampai tahun depan. Dan bila tahun depan tiba, beliau baru boleh umrah tanpa membawa senjata kecuali hanya pedang, dan tidak boleh tinggal di Mekah, melainkan selama yang mereka (kaum Quraisy) kehendaki.
Maka tahun berikutnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berangkat umrah, dan memasuki Mekah dalam keadaan seperti apa yang telah beliau janjikan kepada mereka. Setelah beliau tinggal selama tiga hari di Mekah, mereka (kaum Kuffar Quraisy) meminta kepada beliau agar meninggalkan Mekah. Maka beliau pun kembali ke Madinah. Hadis ini disebutkan pula di dalam kitab Sahih Muslim.
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra r.a. yang mengatakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan umrah pada bulan Zul Qa’dah, tetapi penduduk Mekah menolak beliau masuk Mekah. Akhirnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menandatangani perjanjian dengan mereka, bahwa hendaknya mereka membolehkan beliau tinggal di Mekah selama tiga hari (di tahun berikutnya). Setelah mereka mengeluarkan lembaran untuk naskah perjanjian itu, mereka (kaum muslim) menulisnya dengan kata pembukaan ‘Ini adalah perjanjian yang dinyatakan oleh Muhammad utusan Allah’. Maka orang-orang musyrik mengatakan, “Kami tidak mengakui hal itu. Sekiranya kami meyakini bahwa engkau adalah utusan Allah, niscaya kami tidak mencegahmu melakukan apa pun. Tetapi tulislah ‘Muhammad putra Abdullah’.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku utusan Allah dan Aku Muhammad ibnu Abdullah.
Kemudian beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepada Ali ibnu Abu Talib r.a. untuk menghapus kata ‘utusan Allah’. Tetapi Ali r.a. berkata, “Tidak, demi Allah, aku selamanya tidak akan mau menghapusnya darimu.” Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil naskah tersebut, padahal beliau tidak pandai menulis. Akhirnya Ali r.a. menulis:
Ini adalah pernyataan dari Muhammad ibnu Abdullah, bahwa dia tidak akan memasuki Mekah dengan memakai senjata kecuali pedang yang tetap pada sarungnya. Dan ia tidak akan keluar dengan membawa seseorang dari penduduk Mekah yang ingin mengikutinya, dan ia tidak akan melarang seseorang dari sahabatnya yang ingin tinggal di Mekah.
Ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memasuki Mekah dan masa tinggal baginya (tiga hari telah berlalu), maka orang-orang Quraisy datang kepada Ali dan mengatakan kepadanya, “Katakanlah kepada temanmu itu hendaknya dia keluar dari kota kami, karena sesungguhnya masa yang telah ditetapkan baginya telah habis.”
Maka keluarlah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meninggalkan kota Mekah, tetapi anak perempuan Hamzah r.a. (yang telah gugur di medan Perang Uhud) mengikuti Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seraya memanggil-manggil, “Hai paman, hai paman.” Maka anak perempuan itu diambil olehAli r.a. dan menuntun tangannya, lalu Ali berkata kepada Fatimah r.a., “Bawalah anak perempuan pamanmu ini,” lalu Fatimah menggendongnya.
Maka bertengkariah Ali, Zaid, dan Ja’far untuk memperebutkan anak perempuan itu. Ali beralasan bahwa dialah yang mengambilnya dan anak perempuan itu adalah anak pamannya. Ja’far beralasan, “Dia adalah anak perempuan pamanku, dan bibinya menjadi istriku.” Zaid mengatakan, “Dia adalah anak saudaraku.”
Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memutuskan bahwa anak perempuan Hamzah itu diserahkan kepada bibinya, yakni istri Ja’far ibnu Abu Talib r.a., seraya bersabda:
Kedudukan bibi itu sama dengan ibu kandung.
Dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepada Ali r.a.:
Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu. Kemudian beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepada Ja’far r.a.:
Rupa dan akhlakmu mirip dengan diriku.
Dan kepada Zaid r.a., Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Engkau adalah saudara kami dan maula kami.
Maka Ali r.a. bertanya (kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), “Tidakkah engkau kawini saja anak perempuan Hamzah ini?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab:
Sesungguhnya dia adalah anak perempuan saudara sepersusuanku.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui jalur ini secara munfarid (tunggal).
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (Al Fath:27)
Yakni pengetahuan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang telah memilih kebaikan dan maslahat bagi kalian ialah memalingkan kalian dari Mekah dan kalian tidak dapat memasukinya tahun itu, hal terbut di luar jangkauan pengetahuan kalian.
dan Dia memberikan sebelum itu. (Al Fath:27)
Maksudnya, sebelum kalian memasukinya, seperti apa yang diperlihatkan kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melalui mimpinya.
kemenangan yang dekat. (Al Fath:27)
Yaitu perjanjian yang ditandatangani antara kalian dengan musuh-musuh kalian dari kalangan kaum musyrik. Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyampaikan berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ akan mendapat pertolongan dari-Nya dalam menghadapi musuhnya dan semua penduduk bumi:
Allah جَلَّ جَلالُهُberfirman, {لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ} “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada RasulNya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya.” Hal ini adalah karena sebelumnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbermimpi ketika berada di Madinah kemudian diberitahukan kepada para sahabatnya, bahwa mereka akan masuk Makkah dan berthawaf di Baitullah. Namun ketika terjadi peristiwa dalam perjanjian Hudaibiyah tersebut dan mereka kembali lagi ke Madinah tanpa bisa memasuki Makkah hingga mereka pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Bukankah engkau pernah memberitahu kami bahwa kita akan mendatangi dan berthawaf di Baitullah?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “Apakah aku memberitahukan kepada kalian bahwa itu terjadi pada tahun ini?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “Sesungguhnya kalian pasti akan mendatangi dan berthawaf di Baitullah.”
Dalam ayat ini Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, {لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ} “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada RasulNya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya,” yakni, pasti akan tejadi dan benar meski terlambatnya penjelasan hal itu tidak memburamkan hal itu, {لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ} “(yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan menguris rambut kepala dan mencukurnya,” yakni, pada saat itu yang mengharuskan kalian untuk mengagungkan baitul haram, menunaikan dan menyempurnakan manasik dengan mencukur dan menggunting rambut tanpa disertai rasa takut. {فَعَلِمَ} “Maka Allah mengetahui” berbagai kepentingan dan manfaat, {مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَلِكَ} “apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu,” yakni, masuk dengan keadaan seperti itu sebagai {فَتْحًا قَرِيبًا} “kemenangan yang dekat.”
Sungguh, Allah akan membuktikan kepada rasul-Nya yaitu nabi Muhammad tentang kebenaran mimpinya yang diwahyukan Allah bahwa kamu, wahai sahabat-sahabat nabi yang turut serta ke hudaibiyah, pasti akan memasuki masjidilharam pada tahun yang akan datang, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, yakni pada saat memasukinya kamu tidak dihalangi orang siapa pun. Sebagian dari kamu memasuki masjidilharam dengan menggundul rambut kepala dan sebagian dari kamu dengan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut kepada siapa pun. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu dia telah memberikan kemenangan yang dekat, yakni kemenangan di hudaibiyah ini atau kemenangan di khaibar segera sesudah terjadinya perjanjian hudaibiyah. 28. Dialah yang mengutus rasul-Nya, nabi Muhammad, dengan membawa petunjuk, ilmu yang bermanfaat dan amal saleh, dan agama yang benar, yaitu agama islam agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan-Nya.
Al-Fath Ayat 27 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Fath Ayat 27, Makna Al-Fath Ayat 27, Terjemahan Tafsir Al-Fath Ayat 27, Al-Fath Ayat 27 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Fath Ayat 27
Tafsir Surat Al-Fath Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29