{48} Al-Fath / الفتح | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | ق / Qaf {50} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hujurat الحجرات (Kamar-Kamar) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 49 Tafsir ayat Ke 6.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ ﴿٦﴾
yā ayyuhallażīna āmanū in jā`akum fāsiqum binaba`in fa tabayyanū an tuṣībụ qaumam bijahālatin fa tuṣbiḥụ ‘alā mā fa’altum nādimīn
QS. Al-Hujurat [49] : 6
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
Wahai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan ajaran-ajaran-Nya, jika datang kepada kalian seorang yang fasik dengan membawa berita maka telitilah berita tersebut sebelum membenarkannya dan mengambilnya, sehingga kalian tahu kebenaran berita itu. hal ini perlu dialakukan karena ditakutkan kalian menuduh kaum yang tidak berdosa dengan kesalahan kalian, lalu kalian menjadi menyesal akan hal itu.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan (kaum mukmin) untuk memeriksa dengan teliti berita dari orang fasik, dan hendaklah mereka bersikap hati-hati dalam menerimanya dan jangan menerimanya dengan begitu saja, yang akibatnya akan membalikkan kenyataan. Orang yang menerima dengan begitu saja berita darinya, berarti sama dengan mengikuti jejaknya. Sedangkan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah melarang kaum mukmin mengikuti jalan orang-orang yang rusak.
Berangkat dari pengertian inilah ada sejumlah ulama yang melarang kita menerima berita (riwayat) dari orang yang tidak dikenal, karena barangkali dia adalah orang yang fasik. Tetapi sebagian ulama lainnya mau menerimanya dengan alasan bahwa kami hanya diperintahkan untuk meneliti kebenaran berita orang fasik, sedangkan orang yang tidak dikenal (majhul) masih belum terbukti kefasikannya karena dia tidak diketahui keadaannya.
Kami telah membahas masalah ini di dalam Kitabul Ilmi bagian dari Syarah Imam Bukhari (karya tulis penulis sendiri).
Banyak ulama tafsir yang menyebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu’it ketika dia diutus oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk memungut zakat orang-orang Banil Mustaliq. Hal ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur, dan yang terbaik ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya melalui riwayat pemimpin orang-orang Banil Mustaliq, yaitu Al-Haris ibnu Abu Dirar, orang tua Siti Juwariyah Ummul Mu’minin r.a.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris ibnu Abu Dirar Al-Khuza’i r.a. menceritakan hadis berikut: Aku datang menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Beliau menyeruku untuk masuk Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk Islam. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyeruku untuk zakat, dan aku terima seruan itu dengan penuh keyakinan. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan kembali kepada mereka dan akan kuseru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya; dan engkau, ya Rasulullah, tinggal mengirimkan utusanmu kepadaku sesudah waktu anu dan anu agar dia membawa harta zakat yang telah kukumpulkan kepadamu.”
Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia janjikan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah tiba untuk mengirimkan zakat kepadanya, ternyata utusan dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ belum juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Untuk itu Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya kepadaku untuk mengambil harta zakat yang ada padaku sekarang, padahal Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak pernah menyalahi janji, dan aku merasa telah terjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Karena itu, marilah kita berangkat menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (untuk menyampaikan harta zakat kita sendiri).”
Bertepatan dengan itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah dikumpulkannya. Ketika Al-Walid sampai di tengah jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan takut, lalu ia kembali kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan melapor kepadanya, “Hai Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan dia akan membunuhku.” Mendengar laporan itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ marah, lalu beliau mengirimkan sejumlah pasukan kepada Al-Haris.
Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu. Pasukan tersebut melihat kedatangan Al-Haris dan mereka mengatakan, “Itu dia Al-Haris,” lalu mereka mengepungnya. Setelah Al-Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanya, “Kepada siapakah kalian dikirim?” Mereka menjawab, “Kepadamu.” Al-Haris bertanya, “Mengapa?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan akan membunuhnya.”
Al-Haris menjawab, “Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah melihatnya dan tidak pernah pula kedatangan dia.” Ketika Al-Haris masuk menemui Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, beliau bertanya, “Apakah engkau menolak bayar zakat dan hendak membunuh utusanku?” Al-Haris menjawab, “Tidak, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang utusan pun yang datang kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini membuat murka Allah dan Rasul-Nya.” Al-Haris melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai dengan firman-Nya: lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hadis ini dari Al-Munzir ibnu Syazan At-Tammar, dari Muhammad ibnu Sabiq dengan sanad yang sama. Imam Tabrani telah meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Sabiq dengan sanad yang sama, hanya di dalam riwayatnya disebutkan Al-Haris ibnu Siran, tetapi sebenarnya adalah Al-Haris ibnu Dirar, seperti yang disebutkan dalam riwayat di atas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Aun, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Sabit maula Ummu Salamah r.a., dari Ummu Salamah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutus seorang lelaki untuk memungut zakat dari Banil Mustaliq sesudah mereka ditaklukkan dengan jalan perang. Maka kaum Banil Mustaliq mendengar berita tersebut, lalu mereka menyambut kedatangannya sebagai rasa hormat mereka kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Akan tetapi, setan membisikkan kepada utusan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bahwa mereka (orang-orang Banil Mustaliq itu) hendak membunuhnya. Maka lelaki itu kembali kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya orang-orang Banil Mustaliq tidak mau membayar zakatnya kepadaku.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan kaum muslim marah mendengar berita itu.
Orang-orang Banil Mustaliq mendengar kepulangan utusan tersebut, maka mereka datang menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mereka membentuk saf bermakmum kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ saat beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ salat Lohor. Lalu mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya, engkau telah mengutus seorang lelaki kepada kami sebagai penarik zakat. Maka kami merasa gembira dan senang dengan berita itu. Tetapi sesampainya di tengah jalan, dia kembali: maka kami merasa takut bila hal itu merupakan suatu kemurkaan dari Allah dan Rasul-Nya (terhadap kami).” Mereka masih terus berbicara dengan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hingga datanglah Bilal r.a., lalu mengumandangkan azan salat Asar. Ummu Salamah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-Hujurat: 6)
Ibnu Jarir telah meriwayatkan pula melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan ayat ini. Disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutus Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu’it kepada orang-orang Banil Mustaliq untuk memungut zakat dari mereka. Dan sesungguhnya mereka ketika mendengar berita itu merasa gembira, lalu mereka keluar hendak menyambut utusan dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tetapi ketika Al-Walid melihat mereka, dalam hatinya ia mengira bahwa mereka hendak membunuhnya, lalu ia kembali kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Banil Mustaliq tidak mau membayar zakat.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ benar-benar marah mendengar laporan itu. Dan ketika kami sedang membicarakan perihal mereka, tiba-tiba datanglah delegasi mereka, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah mendapat berita bahwa utusanmu kembali lagi di tengah jalan, maka kami merasa khawatir bila hal yang mengembalikannya itu adalah surat darimu karena kemarahanmu kepada kami, dan sesungguhnya kami berlindung kepada Allah dari kemurkaanNya dan murka Rasul-Nya.” Dan sesungguhnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan kaum muslim telah mengurung mereka dan hampir saja menyerang mereka, tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan wahyu-Nya yang membela mereka, yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti. (Al-Hujurat: 6), hingga akhir ayat.
Mujahid dan Qatadah menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan Al-Walid ibnu Uqbah kepada Banil Mustaliq untuk mengambil harta zakat mereka. Lalu Banil Mustaliq menyambut kedatangannya dengan membawa zakat (yakni berupa ternak), tetapi Al-Walid kembali lagi dan melaporkan bahwa sesungguhnya Banil Mustaliq telah menghimpun kekuatan untuk memerangi Rasulullah. Menurut riwayat Qatadah, disebutkan bahwa selain itu mereka murtad dari Islam.
Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan Khalid ibnul Walid r.a. kepada mereka, tetapi beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berpesan kepada Khalid agar meneliti dahulu kebenaran berita tersebut dan jangan cepat-cepat mengambil keputusan sebelum cukup buktinya. Khalid berangkat menuju ke tempat Banil Mustaliq, ia sampai di dekat tempat mereka di malam hari. Maka Khalid mengirimkan mata-matanya untuk melihat keadaan mereka; ketika mata-mata Khalid kembali kepadanya, mereka menceritakan kepadanya bahwa Banil Mustaliq masih berpegang teguh pada Islam, dan mereka mendengar suara azan di kalangan Banil Mustaliq serta suara salat mereka. Maka pada keesokan harinya Khalid r.a. mendatangai mereka dan melihat hal yang menakjubkan dirinya di kalangan mereka, lalu ia kembali kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan menceritakan semua apa yang disaksikannya, lalu tidak lama kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan ayat ini.
Qatadah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Hati-hati itu dari Allah dan terburu-buru itu dari setan.
Hal yang sama telah disebutkan bukan hanya oleh seorang dari kalangan ulama Salaf, antara lain Ibnu Abu Laila, Yazid ibnu Ruman, Ad-Dahhak, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Al-Walid ibnu Uqbah. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ini juga merupakan adab dan sopan santun yang harus diteladani dan dilakukan oleh orang-orang yang berakal, yaitu ketika ada orang fasik membawa suatu berita, hendaklah berita itu dicek dan tidak diterima begitu saja, karena hal itu bisa menimbulkan bahaya yang besar serta menjerumuskan dalam lembah dosa. Karena berita yang dibawa orang fasik itu jika disamakan dengan berita yang dibawa orang terpercaya dan lurus serta hukumnya dilakukan berdasarkan berita tersebut, maka hal itu akan membahayakan jiwa dan harta tanpa haknya disebabkan oleh berita itu yang menimbulkan penyesalan. Yang harus dilakukan ketika ada berita yang dibawa orang fasik adalah dicek dan diperjelas, jika terdapat berbagai bukti serta indikasi atas kebenaran berita itu, maka diamalkan dan dipercayai, namun jika berbagai bukti serta indikasi menunjukkan kebohongan berita itu, maka tidak boleh dilaksanakan dan harus didustakan.
Di sini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa berita orang jujur itu bisa diterima, berita pendusta ditolak, sedangkan berita orang fasik harus ditahan terlebih dahulu sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Karena itulah banyak ulama salaf yang menerima riwayat orang-orang Khawarij yang dikenal sebagai orang-orang jujur meski mereka adalah orang-orang fasik.
Setelah kelompok ayat-ayat yang lalu menguraikan tuntunan bagai-mana bertatakrama dengan rasullah, kelompok ayat ini menguraikan bagaimana berlaku dengan sesama manusia, termasuk kepada orang fasik. Diawali dengan tuntunan bagaimana menghadapi orang fasik, Allah berfirman, wahai orang-orang yang beriman! jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita yang penting, maka ja-nganlah kamu tergesa-gesa menerima berita itu, tetapi telitilah terlebih dahulu kebenarannya. Hal ini penting dilakukan agar kamu tidak mence-lakakan suatu kaum karena kebodohan atau kecerobohan kamu mengikuti berita itu yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu yang terlanjur kamu lakukan. Ayat ini memberikan tuntunan kepada kaum muslim agar berhati-hati dalam menerima berita terutama jika bersumber dari orang yang fasik. Perlunya berhati-hati dalam menerima berita adalah untuk menghindarkan penyesalan akibat tindakan yang diakibatkan oleh berita yang belum diteliti kebenarannya. 7-8. Selanjutnya ayat ini memberi nasihat kepada orang yang beriman untuk mengikuti rasulullah dalam semua petunjuknya. Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada rasulullah, yang sepatutnya dihormati dan dipatuhi semua petunjuknya karena beliau senantiasa dalam bimbingan wahyu ilahi. Kalau dia menuruti kemauan kamu dalam banyak hal, pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi dengan bimbingan rasulullah, Allah menjadikan kamu, wahai para sahabat yang setia, cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu sehingga kamu mudah menjaga diri dari dosa serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan sehingga mudah bagi kamu melakukan ketaatan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti secara mantap jalan yang lurus. Hal yang demikian itu adalah sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah maha mengetahui siapa yang pantas mendapat anugerah-Nya, mahabijaksana dalam mengatur se-gala urusan.
Al-Hujurat Ayat 6 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hujurat Ayat 6, Makna Al-Hujurat Ayat 6, Terjemahan Tafsir Al-Hujurat Ayat 6, Al-Hujurat Ayat 6 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hujurat Ayat 6
Tafsir Surat Al-Hujurat Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”
(HR. Muslim no. 1893)
Jazakumullahu Khayran