{50} Qaf / ق | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الطور / At-Thur {52} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Adh-Dhariyat الذاريات (Angin Yang Menerbangkan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 51 Tafsir ayat Ke 19.
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ ﴿١٩﴾
wa fī amwālihim ḥaqqul lis-sā`ili wal-maḥrụm
QS. Adh-Dhariyat [51] : 19
Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.
Dan di dalam harta mereka terdapat hak yang wajib dan sunnah bagi orang yang membutuhkan yaitu orang yang meminta kepada orang lain dan orang yang menahan meminta karena malu.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19)
Setelah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyifati mereka sebagai orang-orang yang rajin mengerjakan salat malam hari, lalu menyebutkan sifat terpuji mereka lainnya, yaitu bahwa mereka selalu membayar zakat dan bersedekah serta bersilaturahmi. Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Dan pada harta mereka ada hak. (Adz-Dzariyat: 19)
Yaitu bagian yang telah mereka pisahkan, sengaja disiapkan untuk diberikan kepada orang yang meminta-minta dan yang tidak mendapat bagian. Adapun pengertian sa’il sudah jelas, yaitu orang yang mulai meminta-minta dan dia punya hak untuk meminta-minta, seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam riwayatnya yang menyebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Waki’ dan Abdur Rahman, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mus’ab ibnu Muhammad, dari Ya’la ibnu Abu Yahya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Orang yang meminta-minta mempunyai hak, sekalipun ia datang dengan berkendaraan di atas kuda.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Kemudian Abu Daud menyandarkannya melalui jalur lain, dari Ali ibnu Abu Talib r.a. Telah diriwayatkan pula melalui hadis Al-Hurmas ibnu Ziad secara marfu’ hal yang semisal.
Adapun pengertian orang yang mahrum, maka menurut Ibnu Abbas r.a. dan Mujahid, artinya orang yang beruntung karena tidak mempunyai jatah dari Baitul Mal, tidak mempunyai mata pencaharian, tidak pula mempunyai keahlian profesi yang dapat dijadikan tulang punggung kehidupannya.
Ummul Mu’minin Aisyah r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Muharif (orang yang tidak mendapat bagian atau tidak beruntung) ialah orang yang sulit dalam mencari mata pencaharian. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang yang mahrum ialah orang yang tidak sekali-kali mempunyai harta melainkan habis saja, dan itu sudah menjadi takdir Allah baginya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa pernah ada banjir melanda Yamamah yang merusak harta seseorang, maka seseorang dari kalangan sahabat mengatakan bahwa orang ini adalah orang yang mahrum.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan pula —demikian juga Sa’id ibnul Musayyab, Ibrahim An-Nakha’i, Nafi’ maula Ibnu Umar, dan Ata ibnu Abu Rabah— bahwa yang dimaksud dengan orang yang mahrum ialah orang yang tidak mendapat bagian (tidak beruntung).
Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan bahwa orang mahrum adalah orang yang tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang lain.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Orang yang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta ke sana dan kemari yang pergi setelah diberi sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji buah kurma. Tetapi orang yang miskin (sesungguhnya) ialah orang yang tidak mendapatkan kecukupan bagi penghidupannya, dan tidak pula diketahui keadaannya hingga mudah diberi sedekah.
Hadis ini telah disandarkan oleh Syaikhain dalam kitab sahih masing-masing melalui jalur lain. Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa orang yang miskin adalah orang yang datang, sedangkan ganimah telah habis dibagikan dan tiada yang tersisa lagi untuknya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku sebagian teman-teman kami yang mengatakan bahwa kami pernah bersama Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz di tengah jalan ke Mekah, lalu datanglah seekor anjing, maka Umar r.a. memberikan kepadanya sepotong paha kambing yang ia comot dari kambing panggangnya, dan orang-orang yang bersamanya mengatakan bahwa sesungguhnya anjing itu mahrum.
Asy-Sya’bi mengatakan, “Aku benar-benar kepayahan dalam mencari makna yang dimaksud dari lafaz mahrum.” Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa orang yang mahrum adalah orang yang tidak memiliki harta lagi karena sesuatu penyebab, semua hartanya telah lenyap. Baik hal itu karena dia tidak mampu mencari mata pencaharian atau karena hartanya telah ludes disebabkan musibah atau faktor lainnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, dari Al-Hasan ibnu Muhammad yang menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengirimkan suatu pasukan, lalu mereka mendapat ganimah, maka datanglah kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ suatu kaum yang tidak menyaksikan pembagian ganimah itu. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19)
Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, padahal kenyataannya tidaklah demikian: ia Makkiyyah yang juga mencakup peristiwa yang akan terjadi sesudahnya.
{وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ} “Dan pada hartaharta mereka ada hak,” yang wajib dan sunnah, {لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ} “untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian,” yakni, orang-orang yang memerlukan, baik yang meminta-minta maupun tidak.
Orang-orang yang bertakwa itu selalu taat dalam melaksanakan ajaran Allah, dan mereka juga menyadari bahwa pada harta benda yang mereka miliki sesungguhnya ada hak yang mesti dikeluarkan, baik berupa zakat maupun sedekah, untuk orang miskin yang meminta bantuan dan orang miskin yang tidak mengulurkan tangan untuk meminta kepada orang lain. 20-21. Allah adalah pencipta alam semesta. Tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya terdapat di seluruh penjuru langit, dan selain itu di bumi juga terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya. Namun semuanya itu hanya dapat dipahami bagi orang-orang yang yakin, dan di samping itu, sesungguhnya keagungan Allah juga banyak ditemukan pada dirimu sendiri. Sesudah dipahami semua tanda-tanda itu, maka apakah kamu tetap lalai dan tidak memperhatikan semua yang dapat disaksikan itu’.
Adh-Dhariyat Ayat 19 Arab-Latin, Terjemah Arti Adh-Dhariyat Ayat 19, Makna Adh-Dhariyat Ayat 19, Terjemahan Tafsir Adh-Dhariyat Ayat 19, Adh-Dhariyat Ayat 19 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Adh-Dhariyat Ayat 19
Tafsir Surat Adh-Dhariyat Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)