{51} Adh-Dhariyat / الذاريات | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | النجم / An-Najm {53} |
Tafsir Al-Qur’an Surat At-Thur الطور (Bukit) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 52 Tafsir ayat Ke 6.
وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ ﴿٦﴾
wal-baḥril-masjụr
QS. At-Thur [52] : 6
demi lautan yang penuh gelombang,
Allah bersumpah demi gunung Thur, yaitu gunung tempat Allah penah bicara kepada nabi Musa alaihissalam, dan demi kitab yang ditulis. Kitab itu adalah al Qur’an yang ada pada lembaran yang terbuka, dan demi Baitul Makmur yang ada di langit, yang para malaikat selalu mengelilinginya, dan demi atap yang ditinggikan yaitu langit dunia, dan demi laut yang airnya bergelombang.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (Ath-Thur: 6)
Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah perairan yang ada di bawah ‘Arasy, yang darinya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan hujan yang dapat menghidupkan semua jasad di dalam kuburnya di hari semua makhluk dikembalikan (kepada-Nya). Jumhur ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah lautan ini. Dan mengenai makna firman-Nya, “Al-Masjur” masih diperselisihkan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah laut itu kelak di hari kiamat akan dinyalakan menjadi api, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
dan apabila lautan dipanaskan. (At-Takwir: 6)
Yakni dinyalakan sehingga menjadi api yang bergejolak yang meliputi semua ahlul mauqif (orang-orang yang di Padang Mahsyar).
Sa’id ibnul Musayyab telah meriwayatkan hal ini dari Ali ibnu Abu Talib. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Mujahid, Abdullah ibnu Ubaid ibnu Umair, dan lain-lainnya.
Al-Ala ibnu Badr mengatakan bahwa sesungguhnya laut itu dikatakan al-masjur karena airnya tidak dapat diminum dan tidak dapat dijadikan sebagai pengairan tetumbuhan; hal yang sama terjadi pada semua laut kelak di hari kiamat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Al-Ala ibnu Badr.
Diriwiyatkan dari Sa’id ibnu Jubair, bahwa makna masjur ialah yang dilepaskan.
Qatadah mengatakan, masjur artinya yang penuh; pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, alasannya ialah karena laut di masa sekarang bukanlah bahan bakar, melainkan makna yang dimaksud adalah penuh. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah kosong.
Al-Asmu’i telah meriwayatkan dari Abu Amr ibnul Ala, dari Zur-Rummah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan laut yang di dalam tanahnya ada api. (Ath-Thur: 6) Bahwa makna yang dimaksud ialah ‘dan laut yang kosong (kering)’; suatu umat keluar untuk mencari air minum, lalu mereka mengatakan, “Sesungguhnya telaga itu kini telah kering.”
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih dalam Masanidusy Syu’ara.
Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud dengan masjur ialah yang terhalang dan tercegah dari bumi (daratan) agar jangan memenuhinya karena akan menenggelamkan para penghuninya.
Demikianlah menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi dan lain-lainnya, hal yang semakna ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah di dalam kitab musnadnya. Ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang syekh yang berjaga-jaga di pantai, ia mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan Abu Saleh maula Umar ibnul Khattab. Lalu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab, dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Tiada suatu malam pun melainkan laut muncul padanya sebanyak tiga kali meminta izin kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى untuk membanjiri mereka (manusia yang ada di daratan), tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mencegahnya.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Ismaili mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Sufyan, dari Ishaq ibnu Rahawaih, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awam ibnu Hausyab, telah menceritakan kepadaku seorang syekh yang sedang berjaga-jaga, bahwa di suatu malam ia berjaga di posnya; tiada seorang penjaga pun yang keluar di malam itu selain dirinya. Lalu ia mendatangi pelabuhan dan menaiki tempat yang tinggi. Maka diilusikan kepadanya bahwa seakan-akan laut muncul hingga ketinggiannya menyamai puncak-puncak bukit. Hal itu terjadi selama berkali-kali, padahal aku dalam keadaan berjaga (tidak tidur). Maka ia menemui Abu Saleh (dan menanyakan kejadian itu kepadanya), lalu Abu Saleh berkata bahwa telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Tiada suatu malam pun melainkan laut mengalami pasang sebanyak tiga kali meminta izin kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى untuk membanjiri (menenggelamkan) mereka, tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mencegahnya.
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya.
وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ “Dan lautan yang diluapkan api” (Kata الْمَسْجُوْر berasal dari سَجَرَ الْإِنَاءُ yang berarti: Bejana itu penuh air (meluber), dan bIsa ‘alaihissalamuga dari سَجَرَ التَّنُّوْرُ yang berarti: Sekam penuh (bergolak) dengan api. Dan karena ini para ulama berbeda dalam menafsirkannya, bahkan berbeda dalam terjemahan Indonesianya. Dalam al-Qur`an dan Terjemahnya versi DEPAG yang bertanda tashhih th. 1990, diterjemahkan dengan makna kedua dan dalam al-Qur`an dan Terjemah versi DEPAG yang bertanda tashhih th. 2007 diterjemahkan dengan makna pertama. Dan Syaikh as-Sa’di sendiri menyebutkan kedua makna ini. WAllah جَلَّ جَلالُهُu A’lam. Ed. T.) , yakni, penuh air. Allah جَلَّ جَلالُهُ menahannya agar tidak meluap ke dataran bumi, meski secara alamiah, air bisa menutupi permukaan bumi, namun hikmah dan kebijaksanaan Allah جَلَّ جَلالُهُ mengharuskan air tersebut tertahan dan tidak bisa menggenangi seluruh permukaan bumi, agar berbagai jenis hewan bisa hidup. Ada yang menyatakan bahwa maksud dari kata اَلْمَسْجُوْرُ adalah dinyalakan, yakni, apa yang akan dinyalakan pada Hari Kiamat sehingga lautan menjadi lautan membara yang penuh dengan berbagai macam siksa.
1-6. Surah a’-”riy’t ditutup dengan penegasan jatuhnya ancaman Allah bagi mereka yang kafir. Surah at-t’r diawali dengan kepastian jatuhnya azab bagi mereka yang mengingkari ayat-ayat Allah. Penegasan tentang kepastian azab ini diawali dengan sumpah-sumpah Allah. Demi gunung sinai yang menjadi lokasi nabi musa menerima taurat, dan demi kitab Allah yang diwahyukan-Nya dan yang ditulis pada lembaran yang terbuka sehingga mudah dibaca dan dipahami maknanya, dan demi baitulma’mur, yaitu kakbah atau tempat yang menjadi lokasi para malaikat rukuk, sujud, dan tawaf, dan demi atap, yaitu langit, yang ditinggikan dan kukuh tanpa tiang penyangga, dan demi lautan yang penuh gelombang yang di dalam tanahnya terdapat api. 7-8. Sungguh, azab tuhanmu yang diancamkan kepada para pengingkar ayat-ayat dan ajaran-Nya pasti terjadi. Ketika itu, tidak ada sesuatu pun, baik manusia maupun makhluk lain, yang dapat menolak atau menghindarinya,
At-Thur Ayat 6 Arab-Latin, Terjemah Arti At-Thur Ayat 6, Makna At-Thur Ayat 6, Terjemahan Tafsir At-Thur Ayat 6, At-Thur Ayat 6 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan At-Thur Ayat 6
Tafsir Surat At-Thur Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)