{52} At-Thur / الطور | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | القمر / Al-Qamar {54} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Najm النجم (Bintang) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 53 Tafsir ayat Ke 8.
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ ﴿٨﴾
ṡumma danā fa tadallā
QS. An-Najm [53] : 8
Kemudian dia mendekat (pada Muhammad), lalu bertambah dekat,
Al Qur’an itu diajarkan kepada Muhammad oleh malaikat yang sangat kuat, yaitu Jibril alaihisalam yang berakal cerdas. Jibril menampakkan diri kepada Rasulullah dalam bentuk aslinya, sedangkan ia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian ia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Ia sedemikian dekat dengan Muhammad sepanjang dua busur panah atau lebih, bahkan lebih dekat lagi. Lalu, Allah menyampaikan kepada hamba-Nya Muhammad sallallahu alaihi wa sallam yang telah Dia wahyukan melalui perantara Jibril alaihisalam. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)
Yakni Jibril bertengger di ufuk yang tinggi, menurut Ikrimah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ikrimah mengatakan bahwa ufuk atau cakrawala yang tertinggi adalah tempat yang datang darinya cahaya subuh.
Mujahid mengatakan tempat terbitnya matahari.
Qatadah mengatakan tempat yang darinya siang datang. Hal yang sama dikatakan oleh Ibnu Zaid dan lain-lainnya
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Masraf ibnu Amr Al-Yami Abul Qasim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Talhah ibnu Masraf, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Walid ibnu Qais, dari Ishaq ibnu Abul Kahtalah, yang tiada diragukan lagi ia menerimanya dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak melihat rupa asli Malaikat Jibril kecuali sebanyak dua kali. Dan pertama kalinya beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meminta Jibril untuk memperlihatkan rupa aslinya kepada beliau, maka ternyata rupa asli Jibril a.s. menutupi semua cakrawala. Dan yang kedua kalinya di saat beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ naik bersamanya, hal inilah yang disebutkan oleh firman-Nya: sedangkan dia berada di ufuk yang tinggi. (An-Najm: 7)
Ibnu Jarir sehubungan dengan ayat ini mengemukakan suatu pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorang pun selain dia, yang kesimpulannya menyebutkan bahwa malaikat yang sangat kuat lagi mempunyai akal yang cerdas ini, dia bersama-sama dengan Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertengger di ufuk cakrawala bersama-sama, yaitu dalam malam Isra. Demikianlah bunyi teks pendapat Ibnu Jarir, tetapi tiada seorang ulama pun yang setuju dengan pendapatnya ini. Selanjutnya Ibnu Jarir mengemukakan alasan pendapatnya ditinjau dari segi bahasa Arab. Dia mengatakan bahwa ayat ini mempunyai makna yang sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita. (An-Naml: 67)
Lafaz al-aba di-ataf-kan kepada damir yang terkandung di dalam kunna tanpa menampakkan nahnu. Begitu pula halnya dengan ayat ini disebutkan oleh firman-Nya, “Fastawa, wahuwa,” maka Jibril dan dia bertengger di cakrawala yang tertinggi.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Imam Al-Farra telah meriwayatkan dari sebagian orang Arab Badui yang telah mengatakan dalam suatu bait syairnya:
Tidakkah kamu lihat bahwa kayu naba’ (untuk busur) kuat lagi liat batangnya, tetapi tidak sama dengan kayu khuru’ yang mudah patah.
Alasan yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir dari segi bahasa cukup membantunya, tetapi tidak dapat membantunya bila ditinjau dari segi konteksnya. Karena sesungguhnya penglihatan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap bentuk asli Malaikat Jibril bukan terjadi di malam Isra, melainkan sebelumnya. Yaitu saat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang berada di bumi (bukan di langit), lalu Jibril turun menemuinya, lalu mendekatinya hingga berada dekat sekali dengannya, sedangkan ia dalam rupa aslinya seperti pada saat diciptakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, yaitu mempunyai enam ratus sayap. Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihatnya lagi di lain waktu di dekat Sidratil Muntaha, yaitu di malam Isra.
Penglihatan pertama terjadi, pada masa permulaan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diangkat menjadi utusan, yaitu pada saat pertama kalinya Malaikat Jibril datang menemuinya, lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mewahyukan kepadanya permulaan surat Al-‘Alaq, setelah itu wahyu mengalami fatrah (kesenjangan), yang di masa-masa itu acapkali Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pergi ke puncak bukit untuk menjatuhkan diri dari atas. Tetapi setiap kali beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hendak menjatuhkan dirinya, Jibril memanggilnya dari angkasa, “Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku Malaikat Jibril!”
Maka tenanglah hati beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tidak gelisah lagi. Tetapi ketika masa itu cukup lama, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali hendak melakukan tindakan tersebut, hingga pada akhirnya Jibril a.s. menampakkan dirinya kepada beliau, yang saat itu beliau sedang berada di Abtah. Jibril menampakkan rupa aslinya sejak ia diciptakan oleh Allah, yaitu mempunyai enam ratus buah sayap. Rupa aslinya itu menutupi semua cakrawala langit karena besarnya yang tak terperikan. Lalu Jibril mendekatinya dan mewahyukan kepadanya apa yang diperintahkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepadanya. Maka sejak saat itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengetahui besarnya malaikat yang membawakan wahyu kepadanya, juga mengetahui tentang keagungan dan ketinggian kedudukan malaikat itu di sisi Penciptanya yang telah mengangkat dia sebagai rasul.
Adapun mengenai hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar di dalam kitab musnadnya yang menyebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Ketika aku sedang duduk, tiba-tiba Jibril a.s. datang dan mencolek punggungku, maka aku berdiri dan menuju ke sebuah pohon yang padanya terdapat sesuatu seperti dua buah sarang burung. Maka Jibril duduk pada salah satunya dan aku duduk pada yang lainnya. Lalu pohon itu meninggi dan menjulang ke langit hingga menutupi kedua ufuk (timur dan barat), sedangkan aku membolak-balikkan pandanganku (ke atas dan ke bawah). Dan seandainya aku mau memegang langit, tentulah hal itu bisa kulakukan jika kuinginkan. Dan aku menoleh ke arah Malaikat Jibril, ternyata dia menjadi seakan-akan seperti selembar kain yang terjuntai, maka aku mengetahui keutamaan pengetahuannya tentang Allah yang melebihiku. Lalu Jibril membukakan untukku salah satu dari pintu langit, dan aku melihat nur yang terbesar. Tiba-tiba di balik hijab terdapat atap mutiara dan yaqut. Dan Allah mewahyukan kepadaku apa yang dikehendaki-Nya untuk diwahyukan kepadaku.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada yang meriwayatkannya selain Al-Haris ibnu Ubaid, dia adalah seorang lelaki yang terkenal dari kalangan ulama Basrah.
Menurut hemat kami, nama julukan Al-Haris ibnu Ubaid adalah Abu Qudamah Al-Iyadi. Imam Muslim telah mengetengahkan hadisnya di dalam kitab sahihnya, hanya saja Ibnu Mu’in menilainya lemah; ia mengatakan bahwa Al-Haris ibnu Ubaid bukanlah seorang perawi yang dapat dipakai (yakni lemah). Sedangkan Imam Ahmad mengatakan, hadisnya berpredikat mudtarib. Abu Hatim Ar-Razi mengatakan, hadis ini boleh dicatat tetapi tidak boleh dijadikan hujan. Ibnu Hibban mengatakan bahwa wahm-nya (kelemahannya) terlalu banyak, karena itu hadisnya tidak boleh dipakai sebagai hujah bila sendirian. Hadis ini merupakan salah satu dari hadis-hadis garib yang diriwayatkannya; karena di dalamnya terdapat hal yang mungkar dan lafaz yang garib serta konteks yang aneh. Barangkali hadis ini termasuk hadis yang menceritakan mimpi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Asim, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah melihat Malaikat Jibril dalam rupa aslinya, yang memiliki enam ratus sayap. Tiap-tiap sayap darinya memenuhi ufuk; dari sayapnya berjatuhan beraneka warna permata-permata dan yaqut yang hanya Allah sendirilah Yang Mengetahui keindahan dan banyaknya. imam Ahmad meriwayatkan asar ini secara tunggal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Idris ibnu Munabbih, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah meminta kepada Jibril agar menampakkan rupa aslinya kepada beliau. Maka Jibril berkata, “Berdoalah kepada Allah.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa memohon hal tersebut kepada Allah, lalu kelihatan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bayangan hitam dari arah timur, ternyata itu adalah ujud asli Malaikat Jibril yang kian lama kian menaik dan menyebar (menutupi ufuk langit). Ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihat ujud aslinya secara penuh, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pingsan, lalu Jibril mendatanginya dan menghapus busa (air ludah) yang ada pada mulut beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
Ibnu Asakir di dalam biografi Atabah ibnu Abu Lahab telah menceritakan hadis ini melalui jalur Muhammad ibnu Ishaq, dari Us’man ibnu Urwah ibriuz Zubair, dari ayahnya Hannad ibnul Aswad yang mengatakan bahwa Abu Lahab dan anaknya telah bersiap-siap untuk berangkat ke negeri Syam, aku pun (perawi) bersiap-siap pula untuk pergi bersama keduanya. Anak Abu Lahab (yaitu Atabah) berkata, “Demi Allah, aku benar-benar akan pergi menemui Muhammad dan aku akan membuat dia merasa sakit hati karena aku akan menghina Tuhannya.” Atabah pergi hingga sampai kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu berkata, “Hai Muhammad, dia kafir terhadap malaikat yang mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa: Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari anjing-anjing (singa-singa)-Mu. Kemudian Atabah pergi meninggalkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan menemui ayahnya (Abu Lahab). Abu Lahab bertanya, “Hai anakku, apakah yang telah engkau katakan kepadanya?” Atabah menceritakan apa yang telah dia katakan kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Abu Lahab bertanya, “Lalu apakah yang dia katakan kepadamu (jawabannya kepadamu)?” Atabah menyitir doa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Ya Allah, serahkanlah dia kepada salah seekor dari singa-singaMu.” Abu Lahab berkata, “Hai anakku, demi Allah, aku tidak dapat menjamin keamanan bagi dirimu dari doanya.” Maka kami berangkat. Ketika sampai di Abrah, kami turun istirahat. Abrah terletak di sebuah bendungan, lalu kami turun (berkemah) di dekat kuil seorang pendeta. Dan pendeta yang ada di kuil itu bertanya, “Hai orang-orang Arab, apakah yang mendorong kalian berkemah di negeri ini? Karena sesungguhnya di negeri ini banyak terdapat singa-singa yang hidup bebas bagaikan ternak kambing.” Lalu Abu Lahab berkata kepada kami, “‘Sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah seorang yang sudah lanjut usia, dan sesungguhnya lelaki ini (yakni Nabi Saw) telah mendoakan terhadap anakku suatu doa yang, demi Allah, aku tidak dapat menjamin keselamatannya dari doa yang ditujukan terhadapnya. Maka kumpulkanlah barang-barang kalian di kuil ini, lalu gelarkanlah hamparan di atasnya buat anakku, kemudian berkemahlah kalian di sekitar kuil ini.” Maka kami melakukan apa yang diperintahkan Abu Lahab, lalu datanglah seekor singa yang langsung mengendus wajah kami. Ketika singa itu tidak menemukan apa yang dikehendakinya, maka ia mundur mengambil ancang-ancang untuk melompat, kemudian singa itu melompat ke atas barang-barang. Sesampainya di atas, singa mencium wajah anak Abu Lahab, lalu menyerangnya dan mencabik-cabik mukanya. Setelah peristiwa itu Abu Lahab berkata, “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa dia tidak dapat selamat dari doa Muhammad.”
ثُمَّ دَنَا “Kemudian dia mendekat,” yakni, Jibril ‘alaihissalam mendekati Nabi a untuk menyampaikan wahyu pada beliau, فَتَدَلَّى “lalu bertambah dekat lagi,” kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari ufuk yang tinggi.
7-8. Sedang dia, yaitu jibril, pada saat itu berada di ufuk langit yang tinggi. Kemudian dia mendekat ke arah nabi Muhammad, lalu turun sehingga bertambah dekat lagi. 9. Jibril semakin mendekat sehingga jaraknya dari nabi Muhammad sekitar dua busur panah atau bahkan lebih dekat lagi.
An-Najm Ayat 8 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Najm Ayat 8, Makna An-Najm Ayat 8, Terjemahan Tafsir An-Najm Ayat 8, An-Najm Ayat 8 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Najm Ayat 8
Tafsir Surat An-Najm Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)