{52} At-Thur / الطور | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | القمر / Al-Qamar {54} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Najm النجم (Bintang) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 53 Tafsir ayat Ke 14.
عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَىٰ ﴿١٤﴾
‘inda sidratil-muntahā
QS. An-Najm [53] : 14
(yaitu) di Sidratul Muntaha,
Maka apakah kalian, kaum musyrik Mekah, hendak mendustakan Muhammad sallallahu alaihi wa sallam kemudian menentangnya atas ayat-ayat Tuhan yang dilihat dan disaksikannya? Sesungguhnya, Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratul Muntaha, di atas langit yang ke tujuh. Di dekatnya ada surga tempat tinggal yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa. (Muhammad melihat Jibril) ketika di Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang besar, dengan izin Allah, tidak ada yang mengetahui sifatnya kecuali Allah. Nabi Muhammad mempunyai sifat yang mulia, yaitu teguh pendirian dan taat. Penglihatan Muhammad tidak berpaling ke kanan dan ke kiri dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampaui yang diperintahkan. Sesungguhnya, Muhammad telah melihat pada malam Mi’raj sebagian tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Tuhannya yang paling besar, yaitu surga, neraka, dan sebagainya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (An-Najm: 13-15)
Ini terjadi yang kedua kalinya bagi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ saat melihat Jibril a.s. dalam rupa aslinya seperti yang diciptakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, dan hal itu terjadi di malam Isra.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis-hadis mengenai perjalanan isra Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lengkap dengan semua jalur periwayatannya dan semua lafaznya, yaitu dalam surat Al-Isra hingga tidak perlu diulang lagi.
Telah disebutkan pula bahwa Ibnu Abbas r.a. mengukuhkan penglihatan ini terjadi di malam Isra dan memperkuat pendapatnya itu dengan dalil ayat ini, lalu pendapatnya diikuti oleh sejumlah ulama Salaf dan Khalaf. Tetapi ada sebagian sahabat dan tabi’in yang tidak sependapat dengannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim ibnu Bandalah, dari Zurr ibnu Jaisy, dari Ibnu Mas’ud r.a. sehubungan dengan makna ayat ini: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm: 13-14) Bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Aku melihat Jibril (dalam rupa aslinya), ia memiliki enam ratus sayap, dari bulu-bulu sayapnya bertebaran beraneka warna mutiara dan yaqut.
Sanad hadis ini jayyid (baik) lagi kuat.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Jami’ ibnu Abu Rasyid, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melihat rupa asli Malaikat Jibril dengan enam ratus sayapnya, masing-masing sayap besarnya menutupi cakrawala langit, dan berjatuhan dari sayapnya beraneka ragam mutiara dan yaqut yang hanya Allah sendirilah yang mengetahui keindahan dan banyaknya.
Sanad hadis ini hasan.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Bahdalah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syaqiq ibnu Salamah menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas’ud r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: pernah melihat Jibril dalam rupa aslinya di Sidratil Muntaha dan dia mempunyai enam ratus buah sayap. Dan aku menanyakan kepada Asim tentang sayap-sayap itu, tetapi Asim tidak mau menceritakannya kepadaku. Tetapi salah seorang dari muridnya mengatakan kepadaku bahwa sebuah sayapnya sama besarnya dengan jarak antara timur dan barat.
Sanad riwayat ini pun kuat pula.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Bahdalah, telah menceritakan kepadaku Syaqiq ibnu Salamah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Mas’ud r.a. mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Jibril a.s. datang kepadaku dengan mengenakan pakaian yang bertaburan penuh dengan mutiara.
Sanad hadis ini jayyid pula.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ismail, telah menceritakan kepada kami Amir yang mengatakan bahwa Masruq datang kepada Aisyah r.a., lalu bertanya, “Wahai Ummul Mu’minin, apakah Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melihat Tuhannya?” Aisyah menjawab, “Subhanallah, sesungguhnya bulu kudukku berdiri mendengar pertanyaanmu itu, lalu di manakah akalmu dari tiga perkara yang barang siapa mengatakannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Yaitu orang yang mengatakan kepadamu bahwa Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta.” Kemudian Aisyah r.a. membaca firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. (Al-An’am: 103) Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan tiada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir. (Asy-Syura: 51) Dan barang siapa yang mengatakan kepadamu bahwa dirinya mengetahui apa yang akan terjadi besok, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah r.a. membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. (Luqman: 34), hingga akhir ayat. Dan barang siapa yang menceritakan kepadamu bahwa Muhammad telah menyembunyikan sesuatu, maka sesungguhnya dia telah berdusta. Kemudian Aisyah membaca firman-Nya: Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. (Al-Maidah: 67) Akan tetapi, dia hanya melihat Jibril dalam rupanya yang asli sebanyak dua kali.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Daud, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq yang mengatakan bahwa ketika ia ada di hadapan Aisyah, ia bertanya bahwa bukankah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. (At-Takwir: 23) Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Maka Siti Aisyah menjawab bahwa dialah orang pertama dari umat ini yang menanyakan hal itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Sesungguhnya dia itu hanyalah Jibril. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak melihat Jibril dalam rupanya yang asli kecuali hanya sebanyak dua kali. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihat Jibril a.s. turun dari langit ke bumi, sedangkan cakrawala yang ada antara langit dan bumi tertutup oleh kebesaran tubuhnya.
Begitu pula menurut apa yang telah diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Asy-Sya’bi dengan sanad yang sama.
Riwayat Abu Zar, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Zar, bahwa seandainya dirinya menjumpai Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tentulah dia akan bertanya. Abu Zar bertanya, “Pertanyaan apakah yang akan engkau ajukan kepada beliau?” Aku menjawab, “Apakah dia pernah melihat Tuhannya?” Abu Zar berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: ‘Sesungguhnya aku telah melihat-Nya berupa nur (cahaya), lalu mana mungkin aku dapat melihat-Nya’?”
Demikianlah menurut bunyi teks yang ada pada Imam Ahmad.
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur dengan dua lafaz. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Yazid ibnu Ibrahim, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Yang kulihat hanya nur, mana mungkin aku dapat melihat-Nya.
Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Zar bahwa seandainya ia mengalami masa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tentulah dia akan menanyakan sesuatu kepada beliau. Maka Abu Zar bertanya, “Apakah yang hendak kamu tanyakan kepada beliau?” Ia menjawab, “Aku akan menanyakan kepada beliau, apakah beliau pernah melihat Tuhannya?” Abu Zar berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada beliau, maka beliau menjawab: ‘Aku hanya melihat nur (cahaya)’.”
Al-Khalal telah meriwayatkan suatu pendapat yang menilai hadis ini mengandung kelemahan, bahwa Imam Ahmad pernah ditanya tentang hadis ini, maka ia menjawab, “Aku masih tetap menganggapnya berpredikat munkar,” tetapi aku tidak mengetahui apa alasannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Aun Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Ibrahim, dari ayahnya, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melihat Tuhannya dengan pandangan hatinya dan tidak melihat-Nya dengan pandangan matanya.
Ibnu Khuzaimah berupaya membuktikan bahwa hadis ini munqati’ (ada mata rantai perawi yang terputus) antara Abdullah ibnu Syaqiq dan Abu Zar. Sedangkan Ibnul Juzi’ menakwilkan hadis ini dengan pengertian bahwa barangkali Abu Zar menanyakan hal itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebelum beliau menjalani Isra. Karena itulah maka Abu Zar r.a. menjawab Abdullah ibnu Syaqiq dengan jawaban tersebut. Tetapi seandainya Abu Zar menanyakan hal itu kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ setelah peristiwa” Isra, niscaya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ akan menjawabnya dengan jawaban positif (ya).
Akan tetapi, takwil Ibnul Juzi dinilai lemah karena sesungguhnya Aisyah r.a. telah menanyakan hal itu sesudah peristiwa Isra. Ternyata jawaban beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menguatkan bahwa beliau telah melihat-Nya dengan terang-terangan. Dan mengenai orang yang berpendapat bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berbicara kepada Aisyah r.a. disesuaikan dengan kemampuan daya tangkapnya, atau berupaya untuk menyalahkan pendapat Aisyah. Seperti Ibnu Khuzaimah di dalam kitab Tauhid-nya, maka sesungguhnya dia sendirilah yang keliru, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Ibrahim, dari Mansur, dari Al-Hakam, dari Yazid ibnu Syarik, dari Abu Zar yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melihat Tuhannya dengan hatinya, bukan dengan pandangan matanya. Telah disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Ali ibnu Misar, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melihat Jibril a.s.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupa aslinya) pada waktu yang lain. (An-Najm: 13) Bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melihat Jibril a.s. dalam bentuknya yang asli sebanyak dua kali. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi’ ibnu Anas serta lain-lainnya.
13-14. Karena itulah Allah berfirman, “Dan sungguh Muhammad telah melihat JIbril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,” artinya, Nabi Muhammad melihat Jibril lagi ketika turun menghampirinya “(yaitu) di Sidratul Muntaha,” yaitu sebuah pohon yang sangat besar berada di atas langit ketujuh, disebut demikian karena di tempat itulah semua yang naik dari bumi berhenti dan dari situlah wahyu Allah turun. Atau karena disitulah batas akhir ilmu seluruh makhluk, artinya karena keberadaannya di atas langit dan bumi, di situlah batas akhir ilmu atau karena hal lainnya, wallahu a’lam. Nabi Muhammad melihat Jibril di tempat itu, disitulah tempat bersemayamnya ruh yang suci dan indah, yang tidak bisa didekati setan dan ruh-ruh keji lainnya.
13-14. Dan sungguh, dia, yaitu nabi Muhammad, telah melihatnya, yakni jibril, dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain, yaitu di sidratul muntah’ saat mikraj. 15. Di dekatnya, yakni dekat sidratul muntah’, ada surga yang menjadi tempat tinggal.
An-Najm Ayat 14 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Najm Ayat 14, Makna An-Najm Ayat 14, Terjemahan Tafsir An-Najm Ayat 14, An-Najm Ayat 14 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Najm Ayat 14
Tafsir Surat An-Najm Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)