{57} Al-Hadid / الحديد | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الحشر / Al-Hasyr {59} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah المجادلة (Wanita Yang Mengajukan Gugatan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 58 Tafsir ayat Ke 1.
قَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۖوَاللّٰهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ ﴿١﴾
qad sami’allāhu qaulallatī tujādiluka fī zaujihā wa tasytakī ilallāhi wallāhu yasma’u taḥāwurakumā, innallāha samī’um baṣīr
QS. Al-Mujadilah [58] : 1
Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
Sungguh Allah telah mendengar ucapan Khaulah binti Tsa’labah yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya yang bernama Aus bin Shamit, orang yang telah melakukan zihar kepadanya, yaitu ketika dia berucap kepada Khaulah, “Kamu seperti punggung ibuku,” yaitu dari sisi haramnya menikah. Khaulah juga mengadukan hal yang sama kepada Allah guna mencari jalan keluar. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui pembicaraan dan pengajuan gugatan kalian berdua, Allah Maha Mengetahui segala ucapan, Maha Melihat segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengawasan-Nya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya mencakup semua suara, sesungguhnya telah datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seorang wanita yang mengajukan gugatan, lalu wanita itu berbicara kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sedangkan aku berada di salah satu ruangan di dalam rumah, aku tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid-nya secara ta’liq, dia mengatakan bahwa Al-A’masy telah meriwayatkan dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, lalu disebutkan hal yang sama. Imam Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Abu Hatim, dan Ibnu Jarir telah mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-A’masy dengan sanad yang sama.
Menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dari Al-A’masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, disebutkan bahwa ia pernah berkata, “Mahasuci Tuhan Yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu, sesungguhnya aku benar-benar mendengar suara pembicaraan Khaulah binti Sa’labah, tetapi sebagiannya tidak dapat kudengar, yaitu saat dia mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dia mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, suamiku telah makan hartaku dan mengisap masa mudaku, serta kubentangkan perutku untuknya, hingga manakala usiaku telah menua dan aku tidak dapat beranak lagi, tiba-tiba dia melakukan zihar terhadapku. Ya Allah, aku mengadu kepada Engkau masalah yang menimpaku ini’.” Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum Khaulah bangkit pulang, Jibril turun dengan membawa ayat ini, yaitu: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1)
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa suami Khaulah adalah Aus ibnus Samit.
Ibnu Lahi’ah telah meriwayatkan dari Abul Aswad, dari Urwah ibnus Samit, bahwa Aus adalah seorang lelaki yang emosional. Tersebutlah bahwa apabila emosinya memuncak, maka ia men-zihar istrinya. Jika emosinya telah reda, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun (terhadap istrinya). Maka istrinya datang menghadap Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, meminta fatwa tentang masalahnya itu dan mengadu kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. (Al-Mujadilah: 1), hingga akhir ayat.
Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya bahwa pernah ada seorang lelaki yang pemarah, lalu disebutkan seperti hadis di atas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail alias Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazm yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Yazid menceritakan hadis berikut, bahwa pernah ada seorang wanita bersua dengan Umar, wanita itu dikenal dengan nama Khaulah binti Sa’labah, sedangkan Umar saat itu sedang berjalan dengan orang-orang banyak. Lalu wanita itu meminta agar Umar berhenti. Maka Umar berhenti dan mendekatinya, kemudian mendengar apa yang dikatakannya dengan mendekatkan kepalanya dan meletakkan kedua tangannya ke pundak wanita itu, hingga wanita itu selesai dari keperluannya, lalu pergi. Maka ada seorang lelaki berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mu’minin, teganya engkau menahan banyak lelaki dari Quraisy demi nenek-nenek ini.” Umar menjawab, “Celakalah kamu, tahukah kamu siapakah wanita ini?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” Umar berkata, “Wanita inilah yang pengaduannya didengar oleh Allah dari atas langit yang ketujuh, wanita ini adalah Khaulah binti Sa’labah. Demi Allah, seandainya dia tidak pergi dariku sampai malam hari, aku tidak akan pergi meninggalkannya hingga ia selesai dari keperluannya; terkecuali bila datang waktu salat, maka aku kerjakan salatku lebih dahulu kemudian kembali lagi kepadanya, hingga ia menyelesaikan keperluannya dariku.”
Sanad hadis ini munqati’ antara Abu Yazid dan Umar ibnul Khattab.
Telah diriwayatkan pula hadis ini melalui jalur lain.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Ya’la, telah menceritakan kepada kami Zakaria, dari Amir yang mengatakan bahwa wanita yang memajukan gugatan tentang suaminya adalah Khaulah bintis Samit, ibunya bernama Mu’azah yang berkenaan dengannya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya:
Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri mengingini kesucian. (An-Nur: 33)
Yang benar adalah Khaulah binti Sa’labah, istri Aus ibnus Samit.
Ayat-ayat mulia ini turun berkenaan dengan seseorang dari kalangan Anshar ketika istrinya mengadukan perihalnya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengharamkan dirinya setelah sekian lama bersama dan memiliki banyak anak. Suaminya adalah orang yang sudah tua. Istrinya mengadu perihal kondisinya dan kondisi suaminya kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ dan RasulNya secara berulang-ulang, lalu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا “Sungguh Allah telah mendengar perkataan yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.” Yakni, pembicaraan kalian di antara kalian berdua, إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar” semua pembicaraan di seluruh waktu meski dengan keperluan yang diatur rapi, بَصِيرٌ “lagi Maha Melihat,” yang bisa melihat langkah semut hitam di atas batu hitam pekat di dalam kegelapan malam. Ini merupakan pemberitahuan tentang sempurnanya penglihatan serta pendengaran Allah جَلَّ جَلالُهُ. Pandangan dan penglihatan Allah جَلَّ جَلالُهُ meliputi segala hal yang rumit dan besar sekali pun. Di dalam ayat ini juga mencakup isyarat bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ akan menghapus masalah yang diadukan serta menghilangkan musibahnya. Karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan hukumnya dan hukum yang lain secara umum seraya berfirman (dalam ayat selanjutnya),
Pada akhir surah al-had’d Allah menyeru orang-orang beriman agar taat kepada rasul-Nya, niscaya Allah akan memberikan cahaya dan mengampuni mereka. Pada ayat ini dijelaskan, sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya, yang telah menzihar dirinya, yaitu menganggap dirinya sama dengan ibu kandungnya sehingga haram digauli, dan dia pun mengadukan keadaan itu kepada Allah agar Allah memberikan kepastian hukum tentang kasus zihar tersebut dan Allah mendengar percakapan di antara kamu berdua bersama perempuan yang bernama khaulah binti ‘a’labah yang dizihar suaminya tersebut. Sesungguhnya Allah maha mendengar semua jenis percakapan yang terbuka maupun tertutup, maha melihat yang tampak maupun yang tersembunyi. 2. Orang-orang, yakni para suami, di antara kamu yang menzihar istrinya, yaitu menyamakan status hukum istrinya dengan ibunya, yaitu memandang keduanya sama-sama haram digauli, karena tidak lagi menyukainya. Suami yang memperlakukan istrinya demikian telah berbuat kesalahan yang berat, karena istri mereka itu bukanlah ibunya sehingga tidak haram digauli. Mereka tidak menyadari bahwa ibu-ibu mereka adalah perempuan yang telah melahirkannya. Dan sesungguhnya mereka, para suami yang menzihar istrinya, benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar karena ucapan itu hanya alasan bahwa ia tidak lagi menyukai istrinya dan merupakan ucapan dusta, karena tidak sesuai dengan fakta bahwa istri itu berbeda dengan ibu kandungnya. Dan sesungguhnya Allah maha pemaaf kepada siapa saja yang menyadari kesalahannya bahwa ia telah menzihar istrinya; maha pengampun kepada yang bertobat dengan tulus.
Al-Mujadilah Ayat 1 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Mujadilah Ayat 1, Makna Al-Mujadilah Ayat 1, Terjemahan Tafsir Al-Mujadilah Ayat 1, Al-Mujadilah Ayat 1 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Mujadilah Ayat 1
Tafsir Surat Al-Mujadilah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)