{57} Al-Hadid / الحديد | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الحشر / Al-Hasyr {59} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah المجادلة (Wanita Yang Mengajukan Gugatan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 58 Tafsir ayat Ke 3.
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿٣﴾
wallażīna yuẓāhirụna min nisā`ihim ṡumma ya’ụdụna limā qālụ fa taḥrīru raqabatim ming qabli ay yatamāssā, żālikum tụ’aẓụna bih, wallāhu bimā ta’malụna khabīr
QS. Al-Mujadilah [58] : 3
Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
Dan orang-orang yang mengharamkan istri-istri mereka dengan cara menziharnya lalu mereka menarik kembali ucapannya itu dan bersungguh-sungguh untuk kembali berkumpul bersama pasangan-pasangan mereka, maka wajib bagi suami yang telah menzihar membayar kafarat. Kafaratnya adalah membebaskan hamba sahaya yang beriman, sebelum ia mencampuri kembali istrinya. Itu adalah hukum Allah atas orang yang menzihar istrinya agar kalian mengambil pelajaran, wahai orang-orang yang beriman, dan agar kalian tidak terjerumus kepada perkataan yang dusta. Jika kalian terjerumus kepada yang demikian, bayarlah kafarat atasnya dan janganlah kalian lakukan kembali. Sungguh, tidak ada yang dapat disembunyikan dari Allah sedikit pun dari perbuatan kalian. Dia akan membalasnya dengan balasan yang setimpal.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan orang-orang yang men-zihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. (Al-Mujadilah: 3)
Ulama Salaf dan para imam berbeda pendapat mengenai makna yang dimaksud oleh firman-Nya: kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. (Al-Mujadilah: 3) Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘kembali’ ialah kembali mengulangi kata-kata zihar-nya, tetapi pendapat ini batil. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Hazm dan pendapat Daud yang diriwayatkan oleh Abu Umar ibnu Abdul Bar, dari Bukair ibnul Asyaj dan Al-Farra, serta segolongan ulama ilmu kalam (tauhid).
Imam Syafii mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hendaknya si suami tetap memegang istrinya sesudah ia men-zihar–nya selama suatu masa yang memungkinkan baginya dalam masa itu menjatuhkan talaknya, tetapi dia tidak menjatuhkannya.
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, makna yang dimaksud ialah bila suami yang bersangkutan hendak kembali menyetubuhi istri yang telah di-zihar-nya, atau bertekad akan menyetubuhinya, maka istrinya itu tidak halal baginya sebelum ia membayar kifarat zihar-nya.
Telah diriwayatkan pula dari Malik, bahwa makna yang dimaksud ialah tekad untuk menyetubuhi atau tekad untuk tetap memegangnya sebagai istri. Dan menurut riwayat lain yang bersumberkan darinya, makna yang dimaksud ialah hendak menyetubuhi.
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila si suami kembali melakukan zihar lagi sesudah zihar diharamkan dan hukum Jahiliah mengenainya dihapuskan (yakni zihar sama dengan talak). Maka manakala seorang lelaki men-zihar istrinya, berarti istrinya itu haram baginya, dan status haramnya itu tidak dapat dihilangkan kecuali dengan membayar kifaratnya. Pendapat ini pulalah yang dianut oleh murid-murid Imam Abu Hanifah dan Al-Lais ibnu Sa’d.
Ibnu Lahi’ah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata, dari Sa’ id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. (Al-Mujadilah: 3) Yakni mereka bermaksud akan menyetubuhi istri-istri mereka yang telah mereka haramkan atas diri mereka melalui zihar.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah menyetubuhi kemaluan. Al-Hasan menilai tidak mengapa melakukan persetubuhan di luar kemaluan sebelum yang bersangkutan membayar kifarat zihar-nya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum kedua suami istri itu bercampur. (Al-Mujadilah: 3) Yang dimaksud dengan bercampur ialah nikah (jimak). Hal yang sama telah dikatakan oleh Ata, Az-Zuhri, Qatadah, dan Muqatil ibnu Hayyan.
Az-Zuhri mengatakan bahwa tidak boleh bagi suami yang telah men-zihar istrinya mencium istri yang di-zihar-nya, tidak boleh pula menyetubuhinya sebelum ia membayar kifarat zihar-nya.
Ahlus Sunan telah meriwayatkan melalui hadis Ikrimah, dari Ibnu Abbas:
bahwa seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah men-zihar istriku, lalu aku menyetubuhinya sebelum kubayar kifaratnya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ balik bertanya, “Apakah yang mendorongmu melakukan hal itu? Semoga Allah merahmatimu.” Lelaki itu menjawab, “Aku melihat kemilauan gelang kakinya yang terkena sinar rembulan.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Jangan kamu dekati dia sebelum kamu kerjakan apa yang telah diperintahkan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepadamu.
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Ikrimah secara mursal. Menurut Imam Nasai, yang berpredikat mursal-lah yang lebih mendekati kebenaran.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak. (Al-Mujadilah: 3)
Yakni memerdekakan seorang budak secara utuh, sebelum yang bersangkutan menggauli istri yang telah di-zihar-nya. Dalam ayat ini sebutan raqabah atau budak tidak diikat dengan keimanan, sedangkan di dalam kifarat membunuh diikat dengan keimanan. Maka Imam Syafii rahimahullah menakwilkan kemutlakan dalam ayat ini, bahwa ia diikat dengan pengertian budak yang ada pada kifarat pembunuhan; mengingat subjeknya sama, yaitu memerdekakan budak.
Dan Imam Syafii mendukung pendapatnya ini dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik berikut sanadnya, dari Mu’awiyah ibnul Hakam As-Sulami sehubungan dengan kisah seorang budak perempuan berkulit hitam. Disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Merdekakanlah dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita yang beriman.
Imam Ahmad telah meriwayatkan hadis ini di dalam kitab musnadnya, demikian pula Imam Muslim di dalam kitab sahihnya.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, dari Ismail ibnu Muslim ibnu Yasar, dari Amr ibnu Dinar, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang menceritakan pernah ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu bertanya, “Sesungguhnya aku telah men-zihar istriku dan aku menggaulinya sebelum kubayar kifaratnya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ balik bertanya, “Bukankah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman, ‘Sebelum keduanya bercampur’?” Lelaki itu menjawab, “Aku terangsang olehnya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Tahanlah dirimu (dari bersetubuh) hingga kamu membayar kifaratmu.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa tiada suatu riwayat dari Ibnu Abbas yang lebih baik daripada ini; Ismail ibnu Muslim orangnya masih diperbincangkan, tetapi banyak ulama yang mengambil riwayat darinya. Di dalam hadis ini terkandung hukum fiqih yang menunjukkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak memerintahkan kepada lelaki itu kecuali hanya membayar satu kali kifarat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Demikianlah yang diajarkan kepadamu. (Al-Mujadilah: 3)
Yakni sebagai peringatan bagimu.
dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 3)
Yaitu mengetahui semua yang bermaslahat lagi sesuai dengan keadaan kalian.
Tafsir Ayat:
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا “Dan orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan.” Para ulama berbeda pendapat tentang makna “menarik kembali” dalam ayat ini. Ada yang menyatakan maknanya adalah tekad untuk menggauli istri yang dizhihar. Yakni hanya sekedar bertekad harus menebus kaffarat yang disebutkan. Pendapat ini dikuatkan bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan kaffarat sebelum terjadinya pergaulan suami istri sehingga penebusan kaffarat tersebut terjadi setelah adanya tekad dari suami untuk menggauli istri yang dizhihar. Pendapat lain menyatakan, maknanya adalah pergaulan suami istri yang sebenarnya. Pendapat ini dikuatkan oleh Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ, ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا “Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan,” dan yang mereka katakan hanyalah pergaulan suami istri. Berdasarkan masing-masing kedua pendapat di atas, ketika sang suami kembali, maka ia harus menebus kaffarat, yaitu: تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ “memerdekakan seorang budak,” yang beriman sebagaimana yang dibatasi dalam ayat tentang kaffarat pembunuhan, baik lelaki maupun perempuan, dengan syarat tidak memiliki cacat yang mengganggu pekerjaan si budak, مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا “sebelum kedua suami istri itu bercampur.” Maksudnya, suami harus menjauhi istrinya yang dizhihar dan tidak dicampuri sampai membayar kaffarat dengan memerdekakan seorang budak yang beriman.
ذَلِكُمْ “Demikianlah,” hukum yang Kami jelaskan pada kalian تُوعَظُونَ بِهِ “yang diajarkan kepada kamu,” yakni Allah جَلَّ جَلالُهُ menjelaskan hukumNya kepada kalian yang disertai dengan ancaman, karena makna nasihat adalah menyebutkan suatu hukum dengan disertai janji dan ancaman. Untuk itu, siapa saja yang ingin menzhihar istrinya jika ingat hukumannya memerdekakan seorang budak, maka akan menahan diri agar tidak melakukannya. وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ “Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Allah جَلَّ جَلالُهُ akan membalas masing-masing orang berdasarkan amalnya.
Dan mereka yang menzihar istrinya, lalu menyesali perbuatannya, kemudian segera menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan kepada istrinya itu, maka mereka para suami yang telah menzihar istrinya itu diwajibkan membayar kafarat, yakni tebusan dengan memerdekakan seorang budak sebelum suami istri itu bercampur kembali seperti sebelum menziharnya. Demikianlah yang diajarkan Allah kepadamu, kaum muslim tentang hukum zihar dan panduan membayar tebusannya, dan Allah mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan agar orang-orang beriman menyadari kemahatelitian Allah sehingga tidak berbuat curang dalam hidupnya. 4. Maka barang siapa yang tidak menemukan, tidak memiliki uang untuk memerdekakan hamba sahaya karena harganya mahal, maka dia wajib membayar kafarat zihar dengan berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur kembali. Barang siapa tidak mampu, membayar kafarat zihar dengan berpuasa dua bulan berturut-turut, maka ia wajib membayar kafarat zihar dengan memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah, Allah menjelaskan hukum zihar dan kafarat-Nya agar kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya dengan benar-benar berpegang kepada Al-Qur’an dan sunah-Nya dan itulah hukum-hukum Allah tentang zihar dan kafarat-kafaratnya; dan Allah memperingatkan bahwa bagi orang-orang yang mengingkarinya, yakni hukum zihar, akan mendapat azab yang sangat pedih di akhirat, karena mengatakan yang bukan-bukan, mengharamkan menggauli istri yang dihalalkan Allah.
Al-Mujadilah Ayat 3 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Mujadilah Ayat 3, Makna Al-Mujadilah Ayat 3, Terjemahan Tafsir Al-Mujadilah Ayat 3, Al-Mujadilah Ayat 3 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Mujadilah Ayat 3
Tafsir Surat Al-Mujadilah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)