{59} Al-Hasyr / الحشر | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الصف / As-Shaff {61} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Mumtahanah الممتحنة (Wanita Yang Diuji) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 60 Tafsir ayat Ke 1.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ اَوْلِيَاۤءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوْا بِمَا جَاۤءَكُمْ مِّنَ الْحَقِّۚ يُخْرِجُوْنَ الرَّسُوْلَ وَاِيَّاكُمْ اَنْ تُؤْمِنُوْا بِاللّٰهِ رَبِّكُمْۗ اِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِيْ سَبِيْلِيْ وَابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِيْ تُسِرُّوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَاَنَا۠ اَعْلَمُ بِمَآ اَخْفَيْتُمْ وَمَآ اَعْلَنْتُمْۗ وَمَنْ يَّفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ السَّبِيْلِ ﴿١﴾
yā ayyuhallażīna āmanụ lā tattakhiżụ ‘aduwwī wa ‘aduwwakum auliyā`a tulqụna ilaihim bil-mawaddati wa qad kafarụ bimā jā`akum minal-ḥaqq, yukhrijụnar-rasụla wa iyyākum an tu`minụ billāhi rabbikum, ing kuntum kharajtum jihādan fī sabīlī wabtigā`a marḍātī tusirrụna ilaihim bil-mawaddati wa ana a’lamu bimā akhfaitum wa mā a’lantum, wa may yaf’al-hu mingkum fa qad ḍalla sawā`as-sabīl
QS. Al-Mumtahanah [60] : 1
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu. Mereka mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang, dan Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta melaksanakan syariat-Nya, janganlah kalian menjadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian sebagai teman setia, lalu kalian saling berkasih sayang, lalu kalian bocorkan kepada mereka berita-berita tentang Muhammad dan kaum muslimin. Padahal, mereka telah kafir terhadap kebenaran yang datang kepada kalian tentang keimanan kepada Allah dan kepada rasul-Nya dan yang diturunkan kepadanya, yaitu Al-Qur’an. Mereka mengusir rasul dan kalian, wahai orang-orang mukmin dari Mekah karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian, dan bertauhid kepada-Nya. Jika kalian benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari ridha-Ku, janganlah kalian memberitahukan secara rahasia berita-berita Muhammad kepada mereka karena sebab-sebab emosional. Aku lebih mengetahui yang kalian sembunyikan dan yang kalian nyatakan. Barang siapa di antara kalian melakukan hal itu, sungguh dia telah tersesat dari jalan kebenaran dan sesat dari jalan yang lurus.
Tersebutlah bahwa penyebab turunnya permulaan surat yang mulia ini berkaitan dengan kisah yang dialami oleh Hatib ibnu Abu Balta’ah. Hatib adalah seorang lelaki dari kalangan Muhajirin dan juga termasuk ahli Badar (ikut dalam Perang Badar), dia mempunyai anak-anak dan juga harta yang ditinggalkannya di Mekah. Dan dia sendiri bukan termasuk salah seorang dari kabilah Quraisy, melainkan dia hanyalah teman sepakta Usman. Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertekad akan menaklukkan kota Mekah, karena penduduk Mekah merusak perjanjian yang telah disepakati, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepada kaum muslim untuk membuat persiapan guna memerangi mereka, dan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa: Ya Allah, umumkanlah kepada mereka berita kami ini.
Maka Hatib dengan sengaja menulis sepucuk surat ditujukan kepada orang-orang Quraisy melalui seorang wanita suruhannya. Tujuannya ialah untuk memberitahukan kepada penduduk Mekah rencana yang akan dilakukan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yaitu memerangi mereka. Ia lakukan demikian itu agar dirinya mendapat jasa di kalangan mereka. Maka Allah memperlihatkan hal itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebagai ijabah dari doanya, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan beberapa orang utusan untuk mengejar wanita tersebut, kemudian surat itu diambil dari tangan si wanita, sebagaimana yang disebutkan kisahnya dalam hadis berikut yang telah disepakati kesahihannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari pamannya, telah menceritakan kepadaku Hasan ibnu Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Rafi’. Murrah mengatakan, sesungguhnya Ubaidillah ibnu Abu Rafi’ menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutusnya bersama Az-Zubair dan Al-Miqdad seraya berpesan: Berangkatlah kalian bertiga menuju ke kebun Khakh, karena sesungguhnya di situ kalian akan berjumpa dengan seorang wanita dalam perjalanan. Ia membawa surat, maka ambillah surat itu darinya. Maka kami berangkat dengan memacu kuda kami hingga sampailah kami di kebun tersebut. Ternyata di kebun itu kami menjumpai seorang wanita yang sedang dalam perjalanannya. Maka kami perintahkan kepada wanita itu, “Keluarkanlah surat itu!” Wanita itu berkilah, “Aku tidak membawa surat apa pun.” Kami berkata mengancam, “Kamu harus serahkan kitab itu kepada kami atau kamu akan kami telanjangi.” Akhirnya wanita itu mengeluarkan surat tersebut dari gelung rambutnya, maka kami ambil kitab itu dan membawanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Ternyata isi surat tersebut dari Hatib ibnu Abu Balta’ah, ditujukan kepada sejumlah orang-orang musyrik di Mekah, memberitahukan kepada mereka rencana yang akan dilakukan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Hai Hatib, surat apakah ini?” Hatib menjawab, “Jangan engkau tergesa-gesa mengambil keputusan terhadapku, sesungguhnya aku adalah seorang yang hidup mendompleng kepada orang-orang Quraisy, dan aku bukanlah seseorang dari kalangan mereka sedangkan di antara kaum Muhajirin yang ada bersama engkau mempunyai kaum kerabat di Mekah yang dapat melindung, keluarganya yang tertinggal. Maka karena aku tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan mereka, aku bermaksud menggantinya dengan jasa kepada mereka. Dan tidaklah aku berbuat demikian karena kekafiran, bukan pula karena murtad dari agamaku, serta tidak pula rida dengan kekufuran sesudah aku masuk Islam.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Dia berkata sebenarnya kepada kalian. Umar tidak sabar, ia mengatakan, “Biarkanlah aku memenggal batang leher orang munafik ini.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya dia telah ikut dalam Perang Badar, dan tahukah kamu, barangkali Allah menengok ahli Badar, lalu berfirman kepada mereka, “Berbuatlah menurut apa yang kalian kehendaki, sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagimu.”
Hal yang sama telah diketengahkan oleh Jamaah kecuali Ibnu Majah, dari berbagai jalur melalui Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari di dalam Kitabul Magazi-nya menambahkan, bahwa lalu turunlah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia. (Al-Mumtahanah: 1)
Dan di dalam kitab tafsirnya ia mengatakan bahwa Amr berkata, bahwa lalu diturunkanlah ayat berikut berkenaan dengannya (Hatib), yaitu firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia. (Al-Mumtahanah: 1)
Imam Bukhari mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apakah ayat ini termasuk bagian dari hadis ataukah Amr yang mengatakannya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ali ibnul Madini telah menceritakan bahwa pernah ditanyakan kepada Sufyan tentang hal ini, yaitu tentang penurunan firman-Nya: /anganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia. (Al-Mumtahanah: 1) Maka Sufyan menjawab, “Memang demikianlah yang terdapat dalam hadis orang-orang yang aku hafal dari Amr, tanpa meninggalkan satu huruf pun darinya, dan tiada yang meriwayatkannya seperti ini selain diriku.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab Sahihain melalui hadis Husain ibnu Abdur Rahman, dari Sa’d ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutusku bersama Abu Marsad dan Az-Zubair ibnul Awwam, kami bertiga berkuda. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Berangkatlah kalian hingga sampai di kebun Khakh, karena sesungguhnya di dalam kebun itu terdapat seorang wanita dari kaum musyrik membawa sebuah surat rahasia dari Hatib ibnu Abu Balta’ah ditujukan kepada orang-orang musyrik. Maka kami menjumpai wanita itu sedang berjalan dengan mengendarai untanya sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka kami berkata kepadanya, “Di manakah surat itu?” Ia menjawab, “Aku tidak membawa surat apa pun.” Lalu kami turunkan dia dan kami geledah dia, ternyata kami tidak menemukan surat tersebut. Kami berkata dalam diri kami, bahwa mustahil Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dusta. Akhirnya kami berkata kepada wanita itu, “Kamu harus mengeluarkan surat itu atau kami telanjangi kamu.” Ketika wanita itu melihat bahwa ancaman kami sungguhan, ia membuka kain kembennya yang terhalang oleh kain kisa-nya, dan ia mengeluarkan surat itu. Kemudian kami bawa surat itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, maka biarkanlah aku memukul (memenggal) batang lehernya.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menginterogasi Hatib, “Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?” Hatib menjawab, “Demi Allah, tiadalah diriku kecuali orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku bertujuan ingin mempunyai jasa di kalangan kaum itu guna untuk membela keluarga dan harta bendaku. Tiada seorang pun dari sahabatmu, melainkan dia mempunyai kaum kerabat di sana yang melalui mereka Allah membela keluarga dan harta yang ditinggalkannya.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Dia benar, janganlah kalian berkata kepadanya kecuali yang baik.” Umar berkata, “Sesungguhnya dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukmin. Maka biarkanlah aku memenggal batang lehernya.” Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: “Bukankah dia termasuk ahli Badar?” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melanjutkan, bahwa semoga Allah memperhatikan ahli Badar (dengan perhatian yang khusus), lalu berfirman, “Berbuatlah menurut kehendakmu, sesungguhnya Aku telah memastikan surga bagimu.” Atau, “Aku telah memberikan ampunan bagimu.” Mendengar jawaban Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka berlinanglah air mata Umar, lalu ia berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari di dalam Al-Magazi, yaitu Bab “Perang Badar.”
Telah diriwayatkan melalui jalur lain dari Ali r.a. Untuk itu disebutkan oleh Ibnu Abu Hatim bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan Al-Hasanjani, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Ya’isy, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman Ar-Razi, dari Abu Sinan alias Sa’id ibnu Sinan, dari Amr ibnu Murrah Al-Hamli, dari Abu Ishaq Al-Buhturi At-Ta’i, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan bahwa ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hendak menuju ke Mekah, beliau merahasiakan tujuannya ini kepada sebagian dari sahabatnya, yang antara lain ialah Hatib ibnu Abu Balta’ah. Sedangkan yang disebarkan ialah bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertujuan ke Khaibar. Maka Hatib berkirim surat kepada penduduk Mekah yang memberitakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hendak menyerang kalian. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diberi tahu (oleh Jibril a.s.), lalu beliau mengutusku dan Abu Marsad, dan tiada seorang pun dari kami melainkan berkuda. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berpesan kepada kami: Datanglah kamu ke kebun Khakh karena sesungguhnya kamu akan menjumpai padanya seorang wanita yang membawa surat (rahasia), maka rebutlah surat itu darinya! Kami berangkat hingga kami melihatnya di tempat seperti yang disebutkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu kami berkata kepadanya, “Keluarkanlah surat itu.” Ia menjawab, “Kami tidak membawa surat apa pun.” Lalu kami letakkan barang-barangnya dan kami periksa semuanya, ternyata tidak kami jumpai pada barang-barang bawaannya. Lalu Abu Marsad berkata, “Barangkali surat itu ada bersamanya.” Aku berkata, “Memang Rasulullah tidak dusta dan tidak pernah berdusta kepada kami.” Akhirnya kami katakan kepada wanita itu, “Keluarkanlah surat itu, atau kalau tidak kami akan menelanjangimu.” Wanita itu berkata, “Tidakkah kamu takut kepada Allah, bukankah kalian orang-orang muslim?” Kami berkata, “Kamu keluarkan surat itu atau kami telanjangi kamu.” Amr ibnu Murrah menceritakan bahwa akhirnya wanita itu mengeluarkan surat tersebut dari kain kembennya. Menurut Habib ibnu Abu Sabit, wanita itu mengeluarkan surat tersebut dari liang vaginanya, lalu kami datangkan surat itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan ternyata surat itu dari Hatib ibnu Abu Balta’ah. Maka berdirilah Umar dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, dia telah berkhianat terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka izinkanlah bagiku memukul batang lehernya.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Mudah-mudahan Allah memperhatikan ahli Badar dengan perhatian yang khusus dan berfirman, “Berbuatlah menurut apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Aku Maha Melihat terhadap semua yang kamu kerjakan.” Maka berlinanganlah air mata Umar dan berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Lalu Rasulullah mengundang Hatib dan bertanya, “Hai Hatib, apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu?” Hatib menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang yang mendompleng pada orang-orang Quraisy, dan aku memiliki harta dan keluarga yang ada di kalangan mereka, sedangkan tiada seorang pun dari sahabatmu melainkan dia mempunyai orang yang membela harta dan keluarganya. Maka aku menyampaikan informasi itu kepada mereka (agar keluarga dan hartaku yang ada di sana tidak diganggu). Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Hatib benar, janganlah kamu berkata mengenai Hatib melainkan hanya kebaikan belaka. Habib ibnu Abu Sabit mengatakan bahwa lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang. (Al-Mumtahanah: 1), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Abu Sinan berikut sanadnya yang semisal. Para pemilik kitab Magazi was Siyar telah mengetengahkan pula hal ini.
Untuk itu Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan di dalam kitab Sirah-nya, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ja’far ibnuz Zubair, dari Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya, dari kalangan ulama kita, bahwa ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bertekad untuk berangkat menuju ke Mekah, maka Hatib ibnu Abu Balta’ah berkirim surat kepada orang-orang Quraisy, memberitakan kepada mereka tentang kebulatan tekad Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk berangkat menuju mereka. Kemudian surat itu ia titipkan kepada seorang wanita, yang menurut Muhammad ibnu Ja’far diduga wanita itu berasal dari Muzayyanah, sedangkan selain dia menduganya bernama Sarah maula Bani Abdul Muttalib. Kemudian Hatib memberinya hadiah sebagai imbalan menyampaikan surat tersebut kepada orang-orang Quraisy. Lalu wanita itu menyimpan surat tersebut di dalam gelungan rambutnya, lalu berangkat menuju ke Mekah. Dan datanglah berita dari langit kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang menceritakan tentang apa yang dilakukan oleh Hatib itu. Maka beliau mengutus Ali ibnu AbuTalib dan Az-Zubair ibnul Awwam seraya berpesan kepada keduanya: Kejarlah olehmu berdua seorang wanita yang membavsa surat Hatib ditujukan kepada orang-orang Ouraisyyang isinya memperingatkan mereka tentang apa yang telah kita sepakati terhadap urusan mereka. Maka keduanya keluar hingga dapat mengejarnya di Hulaifah, yaitu tempatnya Bani Abu Ahmad. Lalu keduanya menurunkan wanita itu dari untanya dan memeriksa barang bawaannya, tetapi keduanya tidak menemukan surat tersebut. Ali ibnu Abu Talib berkata kepada wanita itu, “Sesungguhnya aku bersumpah dengan nama Allah, bahwa Rasulullah tidak dusta dan beliau tidak pernah berdusta kepada kami. Sekarang kamu harus mengeluarkan surat itu; atau kalau tidak, maka kami benar-benar akan membuka pakaianmu.” Ketika wanita itu melihat bahwa ancaman Ali sungguhan, maka ia berkata, “Berpalinglah kamu.” Maka Ali memalingkan mukanya, dan wanita itu membuka gelungan rambutnya dan mengeluarkan surat tersebut darinya, selanjutnya surat itu ia serahkan kepada Ali. Kemudian Ali r.a. menyerahkan surat itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil Hatib dan bertanya kepadanya, “Hai Hatib, apakah yang mendorongmu berbuat demikian?” Hatib menjawab, “Wahai Rasulullah, ketahuilah, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, aku tidak berubah dan tidak pula berganti (agama). Tetapi aku adalah seorang yang tidak memiliki famili dan kerabat di kalangan kaum Quraisy, sedangkan aku mempunyai anak-anak dan keluarga di kalangan mereka, maka aku bermaksud membuat suatu jasa (budi) kepada mereka.” Maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, biarkanlah aku menebas batang lehernya, karena sesungguhnya dia adalah seorang munafik.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Tahukah kamu, hai Umar, barangkali Allah memberikan perhatian yang khusus kepada ahli Badar, lalu Dia berfirman, “Berbuatlah menurut apa yang kamu kehendaki, karena sesungguhnya Aku telah memberikan ampunan bagimu.” Lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya berkenaan dengan kisah Hatib ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman sedayang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang. (Al-Mumtahanah: 1) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang ada bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (Al-Mumtahanah: 4) hingga akhir kisah.
Telah diriwayatkan pula oleh Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah hal yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan Hatib ibnu Abu Balta’ah, bahwa dia menyuruh Sarah maula Bani Hasyim untuk membawa suratnya, dan ia memberinya hadiah sepuluh dirham. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan Umar ibnul Khattab dan Ali ibnu Abu Talib untuk mengejarnya, hingga keduanya dapat mengejarnya di Al-Juhfah. Kemudian selanjutnya sama dengan kisah di atas. Telah diriwayatkan pula dari As-Saddi hal yang mendekati kisah di atas. Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, Qatadah, dan Mujahid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan kisah Hatib ibnu Abu Balta’ah.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu. (Al-Mumtahanah: 1)
Yakni kaum musyrik dan orang-orang kafir yang selalu memerangi Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin. Allah memerintahkan agar mereka dimusuhi dan diperangi serta melarang mengambil mereka menjadi kekasih, teman, dan orang-orang yang terdekat. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (Al-Maidah: 51)
Ini mengandung ancaman yang keras dan peringatan yang pasti. Dan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman pula dalam ayat yang lainnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (Al-Maidah: 57)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu). (An-Nisa: 144)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lainnya yang menyebutkan:
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. (Ali Imran: 28)
Karena itulah maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menerima alasan dan permintaan maaf dari Hatib, karena sesungguhnya dia melakukan hal itu semata-mata hanyalah sebagai sikap diplomasi dan basa-basinya terhadap orang-orang Quraisy, mengingat dia memiliki harta dan anak-anak di kalangan mereka.
Sehubungan dengan hal ini perlu diketengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Mus’ab ibnu Salam, telah menceritakan kepada kami Al-Ahlaj, dari Qais ibnu Abu Muslim, dari Rib’i ibnu Hirasy, bahwa ia pernah mendengar Huzaifah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menceritakan kepada kami berbagai tamsil (perumpamaan), sebanyak sekali, tiga kali, lima kali, tujuh kali, sembilan kali, dan sebelas kali. Lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membuatkan bagi kami sebuah tamsil saja darinya, sedangkan yang lain ditinggalkannya. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya pernah ada suatu kaum yang lemah lagi miskin, mereka diperangi oleh orang-orang yang sewenang-wenang dan suka permusuhan, kemudian Allah memenangkan orang-orang yang lemah atas mereka. Sesudah itu orang-orang yang tadinya lemah itu dengan sengaja berteman dengan musuh mereka dan menjadikan musuh mereka mempunyai jabatan dan kekuasaan atas diri mereka. Maka Allah murka terhadap kaum yang lemah itu sampai hari mereka bersua dengan-Nya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu. (Al-Mumtahanah: 1)
Alasan ini dan yang sebelumnya menggugah kaum mukmin untuk memusuhi mereka dan tidak boleh menjadikan mereka teman, karena mereka telah mengusir Rasul dan para sahabatnya dari kalangan mereka, sebab mereka benci kepada ajaran tauhid dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. (Al-Mumtahanah: 1)
Yakni kamu tidak mempunyai dosa terhadap mereka, melainkan hanya semata-mata karena kamu beriman kepada Allah, Tuhan semesta alam. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj: 8)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, “Tuhan kami hanyalah Allah.” (Al-Hajj: 40)
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku. (Al-Mumtahanah: 1)
Yakni jika niatmu memang demikian, maka janganlah kamu mengambil mereka sebagai teman-teman dekatmu. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwajika kamu benar keluar hanya untuk berjihad di jalan-Ku dan meraih rida-Ku kepada kalian, maka janganlah kalian berteman dengan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian. Sesungguhnya mereka telah mengusir kalian dari rumah dan harta benda kalian, karena benci dan tidak suka dengan agama kalian.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. (Al-Mumtahanah: 1)
Yakni kamu lakukan hal itu, sedangkan Aku mengetahui semua rahasia dan apa yang terkandung di dalam hati serta apa yang dinyatakan.
Banyak ahli tafsir rahimahumullah menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat-ayat mulia dalam surat ini berkenaan dengan kisah Hatib bin Abu Balta’ah, ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tengah siap berperang dalam peristiwa penaklukan Makkah. Hatib mengirim surat untuk kaum musyrikin Makkah memberitahukan keberangkatan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ke Makkah agar dengan surat itu Hatib mendapat bantuan (bagi keluarganya) di tengah mereka, dan bukan karena keraguan dan kemunafikan. Surat itu dikirim lewat seorang wanita. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diberitahukan (melalui wahyu) perihal Hatib kemudian mengirim utusan untuk menemui wanita itu sebelum sampai ke Makkah dan suratnya diambil. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pun mencela Hatib, ia pun menyampaikan alasan yang kemudian diterima oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Ayat-ayat ini berisi larangan keras untuk bersikap loyal terhadap orang-orang kafir dari kalangan musyrik dan lainnya serta memberikan rasa kasih sayang pada mereka. Karena hal itu menafikan keimanan dan berseberangan dengan Agama Nabi Ibrahim, kekasih Allah, bertentangan dengan akal yang mengharuskan benar-benar mewaspadai musuh yang sama sekali tidak menyisakan usaha sedikit pun dalam memusuhi serta selalu memanfaatkan kesempatan untuk mencelakai musuhnya.
Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا “Hai orang-orang yang beriman,” maksudnya, lakukanlah tuntutan keimanan kalian dengan bersikap loyal terhadap orang yang menunaikan keimanan dan memusuhi orang yang memusuhinya, karena sesungguhnya ia adalah musuh Allah جَلَّ جَلالُهُ dan musuh orang-orang yang beriman, لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ “janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang,” maksudnya, bersegera dalam mencintai mereka dan melakukan sebab-sebabnya karena kecintaan itu jika tulus akan disertai oleh pertolongan dan sikap loyal, dengan demikian seorang hamba akan keluar dari keimanan dan termasuk dalam kalangan orang-orang kafir. Maksudnya, terpisah dari orang-orang yang beriman. Orang Mukmin yang menjadikan orang kafir sebagai penolong juga tidak memiliki harga diri, sebab bagaimana bisa menjadikan musuh sebagai pemimpinnya yang hanya menghendaki keburukan baginya serta menentang Rabbnya dan para kekasihNya yang menghendaki kebaikan padanya dengan memerintahkan dan mendorong pada kebaikan.
Di antara faktor yang menyebabkan orang Mukmin memusuhi orang-orang kafir adalah karena orang-orang kafir mengingkari kebenaran yang dibawa oleh orang-orang Mukmin. Tidak ada pembangkangan yang lebih berat dari pengingkaran seperti ini. Karena mereka telah kufur dengan pangkal agama kalian, mereka mengira bahwa kalian berada dalam kesesatan, tidak berada di atas petunjuk, padahal sebenarnya merekalah yang kafir terhadap kebenaran yang tidak ada keraguannya. Siapa pun yang menolak kebenaran, maka mustahil baginya memiliki dalil atau hujjah atas kebenaran pandangannya. Bahkan hanya dengan mengetahui kebenaran saja sudah bisa menunjukkan batilnya pandangan orang yang menolaknya.
Di antara puncak permusuhan mereka adalah يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ “mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu,” wahai orang-orang yang beriman dari kampung halaman kalian dan mengusir kalian dari negeri kalian, padahal kalian tidak bersalah selain hanya karena kalian beriman أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُم “kepada Allah, Rabbmu,” Yang harus disembah oleh seluruh makhluk, karena Dia adalah Rabb mereka serta yang memberikan berbagai nikmat, baik yang lahir maupun yang batin. Dia-lah Allah جَلَّ جَلالُهُ. Ketika mereka berpaling dari hal ini yang merupakan kewajiban pertama dan utama sedangkan kalian menunaikannya, mereka pun memusuhi kalian dan mengusir kalian dari kampung halaman kalian karena keimanan. Lantas agama apa, harga diri yang mana serta akal mana yang masih tersisa bagi seorang hamba yang beriman yang menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, yang seperti itulah sifat mereka di setiap waktu dan tempat. Tidak ada yang menghalangi mereka dari permusuhan itu selain rasa takut atau adanya penghalang yang kuat. إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي “Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalanKu dan mencari keridhaanKu (janganlah kamu berbuat demikian).” Maksudnya, jika kalian pergi berniat untuk jihad di jalan Allah جَلَّ جَلالُهُ untuk menegakkan kalimat Allah جَلَّ جَلالُهُ serta mencari ridhaNya, maka ketahuilah tuntutan hal ini dengan bersikap loyal terhadap para kekasih Allah جَلَّ جَلالُهُ dan memusuhi para musuh Allah جَلَّ جَلالُهُ, karena inilah jihad di jalan Allah جَلَّ جَلالُهُ yang paling agung dan di antara salah satu amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ dan mencari keridhaanNya.
تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ “Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.” Maksudnya, mengapa kalian menyembunyikan rasa kasih sayang terhadap orang-orang kafir padahal kalian mengetahui bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. Meskipun hal itu tidak diketahui oleh orang-orang yang beriman tapi tidak samar bagi Allah جَلَّ جَلالُهُ. Allah جَلَّ جَلالُهُ akan memberi balasan pada hamba-hambaNya berdasarkan amalan yang diperbuat, baik dan buruknya. وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ “Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya,” yaitu loyal terhadap orang-orang kafir setelah diperingatkan Allah جَلَّ جَلالُهُ, فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيل “maka sungguh dia telah tersesat dari jalan yang lurus,” karena ia menempuh jalan yang berseberangan dengan syariat, akal, dan harga diri kemanusiaan.
Wahai orang-orang yang beriman di mana pun dan kapan pun kamu hidup! janganlah kamu menjadikan musuh-ku, yaitu mereka yang menolak ajaran-ku, dan musuhmu yang membenci, menganiaya, berencana membunuh dan mengusir kamu dari tanah kelahiran kamu hanya karena kamu beriman kepada-ku sebagai teman setia sehingga kamu merasa perlu menyampaikan kepada mereka informasi tentang nabi Muhammad yang membahayakan islam dan kaum muslim, karena kasih sayang kamu kepada mereka, padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran, menolak beriman kepada Al-Qur’an yang disampaikan kepada kamu melalui rasulullah. Mereka mengusir rasul dan kamu sendiri, ketika kamu bersama rasulullah berada di mekah sebelum hijrah ke madinah, tanpa ada alasan apa pun hanya karena kamu beriman kepada Allah, tuhan kamu, yang memelihara kamu dan seluruh jagat raya. Janganlah kamu berbuat demikan, bersahabat dengan orang-orang kafir dan membocorkan rahasia kepada mereka, jika kamu benar-benar keluar dari kota kelahiran kamu, mekah dan berhijrah ke madinah bersama rasul untuk berjihad pada jalan-ku guna mengharumkan islam dan kaum muslim. Kamu benar-benar pengkhianat, karena kamu memberitahukan secara rahasia informasi-informasi tentang nabi Muhammad kepada mereka, yang membahayakan islam dan kaum muslim serta keamanan negara madinah, karena kecintaan kamu kepada mereka, dan aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dari rasul dan kaum muslim dan apa yang kamu nyatakan secara terbuka di hadapan publik. Dan barang siapa di antara kamu, wahai orang-orang beriman, melakukannya, membocorkan rahasia kepada orang-orang kafir, maka sungguh dia telah tersesat dari jalan yang lurus hingga bertobat dan kembali setia kepada ajaran islam. 2. Allah lalu menjelaskan mengapa ia melarang kaum muslim membocorkan rahasia kepada kaum kafir. Jika mereka, orang-orang kafir yang memusuhi kamu, menangkap kamu atau mengalahkan kamu dalam perang, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagi kamu dengan berbuat kezaliman di luar batas kemanusiaan, karena orang kafir yang membenci islam dan kaum muslim tidak bisa dijadikan sahabat setia; lalu melepaskan tangan mereka dengan tindakan dan lidahnya dengan kata-kata kasar dan tajam kepada kamu untuk menyakiti perasaan kamu, menghujat ajaran islam, serta melukai kehormatan kamu sebagi muslim; dan mereka sangat menginginkan agar kamu kembali kafir, mengikuti keyakinan mereka.
Al-Mumtahanah Ayat 1 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Mumtahanah Ayat 1, Makna Al-Mumtahanah Ayat 1, Terjemahan Tafsir Al-Mumtahanah Ayat 1, Al-Mumtahanah Ayat 1 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Mumtahanah Ayat 1
Tafsir Surat Al-Mumtahanah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)