{79} An-Nazi’at / النازِعات | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | التكوير / At-Takwir {81} |
Tafsir Al-Qur’an Surat ‘Abasa عبس (Ia Bermuka Masam) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 80 Tafsir ayat Ke 1.
عَبَسَ وَتَوَلّٰىٓۙ ﴿١﴾
‘abasa wa tawallā
QS. ‘Abasa [80] : 1
Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,
Terlihat perubahan dan raut masam pada wajah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, dan beliau berpaling karena kedatangan seorang buta -Abdullah bin Ummi Maktum- yang ingin meminta petunjuk, sedangkan beliau saat itu sedang sibuk mengajak masuk Islam para pembesar Quraisy.
Bukan hanya seorang dari ulama tafsir menyebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di suatu hari sedang berbicara dengan salah seorang pembesar Quraisy, yang beliau sangat menginginkan dia masuk Islam. Ketika beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang berbicara dengan suara yang perlahan dengan orang Quraisy itu, tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum, salah seorang yang telah masuk Islam sejak lama. Kemudian Ibnu Ummi Maktum bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang sesuatu dengan pertanyaan yang mendesak. Dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ saat itu sangat menginginkan andaikata Ibnu Ummi Maktum diam dan tidak mengganggunya, agar beliau dapat berbicara dengan tamunya yang dari Quraisy itu karena beliau sangat menginginkannya mendapat hidayah. Untuk itulah maka beliau bermuka masam terhadap Ibnu Ummi Maktum dan memalingkan wajah beliau darinya serta hanya melayani tamunya yang dari Quraisy itu. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). (‘Abasa: 1-3)
Yakni menginginkan agar dirinya suci dan bersih dari segala dosa.
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? (‘Abasa: 4)
Yaitu memperoleh pelajaran untuk dirinya sehingga ia menahan dirinya dari hal-hal yang diharamkan.
Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. (‘Abasa: 5-6)
Adapun orang yang serba cukup, maka kamu melayaninya dengan harapan dia mendapat petunjuk darimu.
Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). (‘Abasa: 7)
Artinya, kamu tidak akan bertanggungjawab mengenainya bila dia tidak mau membersihkan dirinya (beriman).
Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut (kepada Allah). (‘Abasa: 8-9)
Yakni dengan sengaja datang kepadamu untuk mendapat petunjuk dari pengarahanmu kepadanya.
maka kamu mengabaikannya. (‘Abasa: 10)
Maksudnya, kamu acuhkan dia. Dan setelah kejadian ini Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk tidak boleh mengkhususkan peringatan terhadap seseorang secara tertentu, melainkan harus menyamakan di antara semuanya. Dalam hal ini tidak dibedakan antara orang yang mulia dan orang yang lemah, orang yang miskin dan orang yang kaya, orang merdeka dan budak belian, laki-laki dan wanita, serta anak-anak dan orang dewasa. Kemudian Allah-lah yang akan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus, keputusan yang ditetapkan-Nya penuh dengan kebijaksanaan dan mempunyai alasan yang sangat kuat.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah, dari Anas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. (‘Abasa: 1) Ibnu Ummi Maktum datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang saat itu sedang berbicara dengan Ubay ibnu Khalaf, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berpaling dari Ibnu Ummi Maktum, lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. (‘Abasa: 1-2) Maka sesudah peristiwa itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selalu menghormatinya.
Qatadah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia melihat Ibnu Ummi Maktum dalam perang Qadisiyah, memakai baju besi, sedangkan di tangannya terpegang bendera berwarna hitam.
Abu Ya’la dan Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang diceritakan kepada kami dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ayat ini, yaitu firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. (‘Abasa: 1) diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang tuna netra. Dia datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu berkata, “Berilah aku petunjuk.” Sedangkan saat itu di hadapan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terdapat seorang lelaki dari kalangan pembesar kaum musyrik. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berpaling dari Ibnu Ummi Maktum dan melayani lelaki musyrik itu seraya bersabda, “Bagaimanakah pendapatmu tentang apa yang aku katakan ini, apakah berkesan?” Lelaki itu menjawab, “Tidak”. Maka berkenaan dengan peristiwa inilah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. (‘Abasa: 1)
Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini dari Sa’id ibnu Yahya Al-Umawi dengan sanad yang semisal; kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa sebagian dari mereka ada yang meriwayatkan dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa surat ‘Abasa diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum, tetapi dalam sanad ini tidak disebutkan dari Aisyah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Salim ibnu Abdullah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sesungguhnya Bilal azan di malam hari, maka makan dan minumlah kamu hingga kamu mendengar seruan azan Ibnu Ummi Maktum. Dia adalah seorang tuna netra yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam firman-Nya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. (‘Abasa: 1-2) Tersebutlah pula bahwa dia menjadi juru azan bersama Bilal. Salim melanjutkan, bahwa Ibnu Ummi Maktum adalah seorang tuna netra, maka dia belum menyerukan suara azannya sebelum orang-orang berkata kepadanya saat mereka melihat cahaya fajar subuh, “Azanlah!”
Hal yang sama telah disebutkan oleh Urwah ibnuz Zubair, Mujahid, Abu Malik, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan selain mereka yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum. Menurut pendapat yang terkenal, nama aslinya adalah Abdullah, dan menurut pendapat yang lainnya yaitu Amr; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Tafsir Ayat:
Sebab turunnya ayat-ayat mulia ini adalah seorang Mukmin buta datang seraya bertanya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan belajar dari beliau, kemudian ada orang kaya juga datang. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ amat ingin menunjukkan manusia, hanya saja beliau lebih condong pada orang kaya dan berpaling dari si buta lagi miskin demi mengharap agar si kaya mendapatkan petunjuk dan demi mengharap agar si kaya menyucikan hatinya. Lalu Allah جَلَّ جَلالُهُ menegurnya dengan teguran lembut ini seraya berfirman;
عَبَسَ “Dia (Muhammad) bermuka masam” di wajah beliau, وَتَوَلَّى “dan berpaling” dengan raganya karena orang buta mendatanginya. Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan manfaat menyambutnya seraya berfirman, وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ “Tahukah kamu barang-kali ia,” yakni orang buta tersebut, يَزَّكَّى “ingin membersihkan dirinya (dari dosa),” yaitu membersihkan diri dari akhlak tercela dan ingin berakhlak terpuji, أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى “atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya,” yakni, mendapatkan pengajaran tentang sesuatu sehingga ia mendapatkan manfaat dari pelajaran itu. Ini adalah manfaat besar dan itulah maksud diutusnya para rasul, maksud dari petuah orang yang memberi nasihat dan maksud dari peringatan orang yang memberi peringatan. Sambutanmu pada orang yang datang sendiri seraya memerlukanmu itu lebih layak dan wajib, sedangkan berpalingnya engkau pada orang kaya yang tidak memerlukanmu yang tidak mau bertanya dan meminta fatwa karena tidak memiliki keinginan pada kebaikan dan engkau tinggalkan orang yang lebih utama itu tidak layak bagimu. Tugasmu hanyalah memberi pengajaran, bila pun ia tidak mau mengambil pelajaran dengan membersihkan diri, engkau tidak akan dimintai pertanggungan jawab atas perbuatan buruk yang ia lakukan. Hal ini menunjukkan pada kaidah masyhur; sesuatu yang telah diketahui tidak ditinggalkan untuk sesuatu yang belum jelas, tidak juga maslahat yang nyata ditinggalkan untuk maslahat yang belum jelas. Dan menyambut murid yang memerlukan dan penuh kemauan lebih layak dari yang lainnya.
Jika bagian akhir surah an-n’zi”t menjelaskan tugas nabi sebagai pemberi peringatan tentang hari kiamat, maka pada permulaan surah ‘abasa Allah menyebutkan siapa yang akan mendapatkan manfaat dari peringatan tersebut. Disebutkan bahwa seorang pria buta bernama ‘abdull’h bin ummi makt’m, anak paman khad’jah, menghadap nabi untuk meminta petunjuk. Ketika itu nabi tengah berdakwah kepada para pemuka quraisy. Nabi kurang berkenan dengan kedatangannya. Muka nabi menjadi masam. Atas perilaku tersebut Allah menegurnya dengan halus. Teguran ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukanlah perkataan nabi melainkan kal’mullah. Dengan teguran itu Allah menghendaki agar nabi Muhammad melakukan hal yang lebih utama, yaitu memperhatikan orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran dan berpegang teguh dengan islam. Dia, nabi Muhammad, berwajah masam karena kedatangan ibnu ummi makt’m, dan berpaling darinya untuk melanjutkan pembicaraan dengan pemuka quraisy. 2. Nabi kurang berkenan sehingga bermuka masam karena seorang buta telah datang kepadanya, yaitu ‘abdull’h bin ummi makt’m. Allah menegur nabi karena lebih mementingkan bertemu dengan pemuka quraisy untuk mengajak mereka masuk islam. Dalam pandangan Allah, semestinya nabi lebih mementingkan siapa pun yang betul-betul ingin mengamalkan ajaran islam, tidak peduli ia dari kalangan fakir miskin bahkan cacat. ‘abdull’h terus memanggil-manggil nabi, sedang dia karena kebutaannya tidak tahu bahwa beliau sedang bersama para pemuka quraisy (lihat: surah al-an”m/6: 52; al-kahf/18: 28).
‘Abasa Ayat 1 Arab-Latin, Terjemah Arti ‘Abasa Ayat 1, Makna ‘Abasa Ayat 1, Terjemahan Tafsir ‘Abasa Ayat 1, ‘Abasa Ayat 1 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan ‘Abasa Ayat 1
Tafsir Surat ‘Abasa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)