{88} Al-Ghasyiyah / الغاشية | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | البلد / Al-Balad {90} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Fajr الفجر (Fajar) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 89 Tafsir ayat Ke 15.
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾
fa ammal-insānu iżā mabtalāhu rabbuhụ fa akramahụ wa na”amahụ fa yaqụlu rabbī akraman
QS. Al-Fajr [89] : 15
Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.”
Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya dengan kenikmatan, melapangkan rezekinya, dan memberinya kesenangan hidup, maka ia menyangka bahwa hal itu menunjukkan kemuliaannya di sisi Tuhannya seraya mengatakan, “Tuhan, telah memuliakanku.”
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, mengingkari sifat manusia yang apabila Allah meluaskan baginya dalam hal rezeki untuk mengujinya melalui rezeki itu, maka ia menganggap bahwa hal itu merupakan kemuliaan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى untuk dirinya. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, bahkan sebenarnya hal itu merupakan ujian dan cobaan, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al-Mu’minun: 55-56)
Demikian pula sebaliknya Allah menguji dan mencobanya dengan kesempitan rezeki, dia mengira bahwa hal itu merupakan penghinaan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepadanya. Maka disanggah oleh firman-Nya:
Sekali-kali tidak (demikian). (Al-Fajr: 17)
Yakni sebenarnya tidaklah seperti yang diduganya baik dalam keadaan mendapat kesukaan maupun dalam keadaan mendapat kedukaan;karena sesungguhnya Allah memberi harta kepada siapa yang disukai-Nya dan juga kepada orang yang tidak disukai-Nya, dan Dia menyempitkan rezeki terhadap orang yang disukai-Nya dan juga terhadap orang yang tidak disukai-Nya. Dan sesungguhnya pokok pangkal permasalahan dalam hal ini bergantung kepada ketaatan yang bersangkutan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam dua keadaan tersebut. Apabila ia diberi kekayaan, hendaknya ia bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya itu; dan apabila mendapat kemiskinan, hendaknya ia bersabar dan tetap menjalankan ketaatan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. (Al-Fajr: 17)
Di dalam ayat ini terkandung makna perintah untuk memuliakan anak yatim, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnul Mubarak, dari Sa’id ibnu Ayyub, dari Yahya ibnu Sulaiman, dari Yazid ibnu Abu Gayyas., dari Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Sebaik-baik rumah dikalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum muslim adalah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim yang di perlakukan dengan buruk. Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berisyarat dengan kedua jari tangannya, lalu bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim berada di dalam surga seperti ini.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnus Sabah ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada Kami Abdul Aziz (yakni Ibnu Abu Hazim), telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Sahl (yakni Ibnu Sa’id) bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Aku dan orang yang menjamin anak yatim seperti kedua jari ini di dalam surga. Yakni berdekatan, seraya mengisyaratkan kedua jarinya, yaitu telunjuk dan jari tengahnya.
dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin. (Al-Fajr:18)
Yaitu tidak memerintahkan orang lain untuk memberi santunan kepada orang-orang fakir dan miskin dan sebagian dari mereka tidak menganjurkan hal ini kepada sebagian yang lainnya.
dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur-adukan (yang halal dan yang haram). (Al-Fajr: 19).
Yang dimaksud dengan turas ialah harta warisan, yakni memakannya tanpa mempedulikan dari arah mana dihasilkannya, baik dari cara halal maupun cara haram.
dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20)
Yakni kecintaan yang banyak; sebagian ulama mengartikannya kecintaan yang berlebihan.
(15-20) Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan tabiat manusia dari segi manusia itu sendiri. Manusia adalah sosok bodoh, zhalim, yang tidak mengetahui resiko berbagai hal. Ia mengira kondisi yang ada padanya akan terus berlanjut dan tidak akan hilang dan mengira bahwa kemuliaan serta kenikmatan Allah جَلَّ جَلالُهُ yang diberikan di dunia menunjukkan kemuliaannya di sisi Allah جَلَّ جَلالُهُ , dan ia mengira bila رِزْقَهُ “rizkinya,” disempitkan hingga makanannya hanya pas-pasan (tidak lebih), hal itu dikira sebagai penghinaan Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadapnya. Allah جَلَّ جَلالُهُ menolak dugaan ini seraya berfirman, كَلا “Sekali-kali tidak (demikian),” yakni, tidak semua orang yang Aku beri kenikmatan di dunia adalah orang mulia di sisiKu dan tidak berarti orang yang rizkinya Aku sempitkan adalah orang hina di sisiKu. Kekayaan, kemiskinan, kelapangan, dan kesempitan hanya-lah ujian dari Allah جَلَّ جَلالُهُ pada para manusia, agar Allah جَلَّ جَلالُهُ mengetahui siapakah yang bersyukur dan bersabar, sehingga Allah جَلَّ جَلالُهُ bisa memberikan balasan besar atas kesyukuran dan kesabaran itu, se-dangkan yang tidak mau bersyukur dan bersabar, akan ditimpakan padanya siksaan yang mengerikan. Di samping itu, ketergantungan harapan seseorang pada keinginannya semata merupakan salah satu tanda lemahnya cita-cita. Karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ mencela mereka karena tidak memperhatikan kondisi orang lain yang memerlukan bantuan seraya berfirman, كَلا بَل لا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ “Sekali-kali tidak (demi-kian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim,” yang kehilangan ayah dan orang yang mencarikan rizki baginya yang memerlukan pelipur lara dan perlakuan baik. Kalian justru tidak memuliakan-nya, tapi malah menghinanya. Ini menunjukkan tidak adanya rasa kasih sayang dalam hati kalian dan tidak adanya keinginan dalam kebajikan. وَلا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ “Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,” yakni, kalian tidak saling mengajak satu sama lain untuk memberi makan orang-orang yang memerlu-kan dari kalangan fakir miskin. Hal itu dikarenakan ketamakan terhadap dunia dan rasa cinta yang amat bersarang di hati. Karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ “Dan kamu memakan harta pusaka,” yaitu harta yang ditinggalkan أَكْلا لَمًّا “dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang batil),” yakni dengan segala ketamakan dan tidak menyisakan yang tidak halal sekalipun. Ka-rena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan,” yakni dengan sangat. Ini semakna dengan Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ ,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَ
“Tetapi kamu (orang-orang) kafir memilih kehidupan duniawi, pada-hal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A’la: 16-17).
كَلا بَلْ تُحِبُّونَ الْعَاجِلَةَ وَتَذَرُونَ الآخِرَةَ
“Jangan (berbuat demikian). Tapi kamu lebih mencintai dunia dan meninggalkan akhirat.” (Al-Qiyamah: 20-21).
Ayat ini menjelaskan sifat dasar manusia kafir ketika mendapat kebahagiaan dan kesusahan, yakni bergembira berlebihan saat mendapat kenikmatan dan putus asa ketika tertimpa kesulitan. Maka adapun manusia, apabila tuhan mengujinya lalu dia memuliakannya dan memberinya kesenangan serta kenikmatan, baik lahir maupun batin, maka dia berkata, ‘tuhanku telah memuliakanku. ‘ mereka menilai kenikmatan yang diterimanya adalah berkat kemuliaan nya di sisi Allah. Mereka lupa bahwa nikmat itu pada dasarnya salah satu bentuk ujian Allah kepada manusia. 16. Namun apabila tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, ‘tuhanku telah menghinakanku. ‘ mereka tidak dapat memahami bahwa kefakiran dan kesusahan bukanla htolok ukur mutlak bagi kehinaan seseorang di mata Allah karena keduanya tidak lain hanyalah cobaan dari Allah.
Al-Fajr Ayat 15 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Fajr Ayat 15, Makna Al-Fajr Ayat 15, Terjemahan Tafsir Al-Fajr Ayat 15, Al-Fajr Ayat 15 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Fajr Ayat 15
Tafsir Surat Al-Fajr Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)