{92} Al-Lail / الليل | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الشرح / Al-Insyirah {94} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Adh-Dhuha الضحى (Waktu Matahari Sepenggalahan Naik (Dhuha)) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 93 Tafsir ayat Ke 9.
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ ﴿٩﴾
fa ammal-yatīma fa lā taq-har
QS. Adh-Dhuha [93] : 9
Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang.
Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah engkau memperlakukannya dengan buruk. Sedangkan terhadap orang yang minta-minta, janganlah engkau menghardiknya. Akan tetapi berilah ia makan dan penuhilah kebutuhannya. Adapun terhadap nikmat Tuhanmu yang diberikan kepadamu, sebut-sebutkanlah.
Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat selanjutnya berfirman:
Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. (Adh-Dhuha: 9)
Yakni sebagaimana engkau dahulu seorang yang yatim, lalu Allah melindungimu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Yakni janganlah kamu menghina, membentak, dan merendahkannya; tetapi perlakukanlah dia dengan baik, dan kasihanilah dia. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa jadilah engkau terhadap anak yatim sebagai seorang ayah yang penyayang.
Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10)
Yaitu sebagaimana engkau dahulu dalam keadaan kebingungan, lalu Allah memberimu petunjuk, maka janganlah kamu menghardik orang yang meminta ilmu yang benar kepadamu dengan permintaan yang sesungguhnya.
Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10) Maksudnya, janganlah kamu bersikap sewenang-wenang, jangan sombong, jangan berkata kotor, dan jangan pula bersikap kasar terhadap orang-orang yang lemah dari hamba-hamba Allah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah bila menolak orang miskin lakukanlah dengan sikap kasih sayang dan lemah lembut.
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11)
Yakni sebagaimana engkau dahulu orang yang kekurangan lagi banyak tanggungannya,’lalu Allah menjadikanmu berkecukupan, maka syukurilah nikmat Allah yang diberikan kepadamu itu. Sebagaimana yang disebutkan dalam doa yang di-ma’sur dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seperti berikut:
Dan jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu dan memanjatkan pujian kepada-Mu karenanya serta menerimanya, dan sempurnakanlah nikmat itu kepada kami.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Iyas Al-Jariri, dari Abu Nadrah yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang muslim memandang bahwa termasuk mensyukuri nikmat-mkmat Allah ialah dengan menyebut-nyebutnya (mensyukurinya dengan lisan).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Anas, bahwa Kaum Muhajirin bertanya, “Wahai Rasulullah, orang-orang Ansar telah memborong semua pahala.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab:
Tidak, selama kalian mendoakan mereka kepada Allah dan memuji sikap baik mereka.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi’ ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) orang lain.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Muhammad, dari Ibnul Mubarak, dari Ar-Rabi’ ibnu Muslim, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih.
Abu Daud mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Barang siapa yang mendapat suatu cobaan (yang baik), lalu ia menyebutnya, berarti dia telah mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya, berarti dia telah mengingkarinya.
Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Gaziyyah, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan kaumku, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang diberi suatu pemberian, lalu ia mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka balaslah pemberian itu. Dan jika ia tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka hendaklah ia memuji pemberinya. Maka barang siapa yang memuji pemberinya, berarti telah mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya (tidak menyebutnya), berarti dia telah mengingkarinya.
Abu Daud mengatakan bahwa dan Yahya ibnu Ayyub meriwayatkannya dari Imarah ibnu Gaziyyah, dari Syurahbil, dari Jabir; mereka tidak mau menyebut nama Syurahbil karena mereka tidak suka kepadanya. Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).
Mujahid mengatakan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat ini adalah kenabian yang telah diberikan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada Nabi-Nya. Yakni syukurilah kenabian yang telah diberikan Tuhanmu kepadamu. Menurut riwayat yang lain, nikmat yang dimaksud adalah Al-Qur’an.
Lais telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Al-Hasan ibnu Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-Dhuha: 11) Yakni kebaikan apapun yang telah kamu kerjakan, maka ceritakanlah hal itu kepada saudara-saudaramu.
Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa apa yang telah diberikan oleh Allah kepadamu berupa nikmat, kemuliaan dan kenabian, hendaklah engkau menyebut-nyebutnya dan ceritakanlah kepada orang lain dan serulah (mereka) kepadanya. Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceritakan karunia kenabian yang telah diterima olehnya itu kepada orang-orang yang telah beliau percayai dari kalangan keluarganya secara diam-diam. Lalu difardukanlah ibadah salat kepadanya, maka beliau mengerjakannya.
(9-11) Karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلا تَقْهَرْ “Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang,” yakni, jangan memperlakukan anak yatim dengan buruk, jangan merasa tertekan karenanya dan jangan membentaknya tapi mulia-kanlah, berikan semampumu dan perlakukanlah dia sebagaimana kau ingin anakmu diperlakukan serupa sepeninggalmu.
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلا تَنْهَرْ “Dan terhadap orang yang minta-minta, maka ja-nganlah kamu menghardiknya,” yakni jangan sampai kau mengeluar-kan kata untuk menolak permintaan orang yang meminta-minta berupa hardikan dan perangai buruk. Tapi berikanlah semampumu atau tolaklah dengan cara yang baik. Termasuk dalam hal ini ada-lah orang yang meminta-minta uang dan ilmu. Karena itu, seorang guru diperintahkan untuk berakhlak baik terhadap murid, mem-perlakukan murid dengan memuliakan dan sayang, karena hal itu bisa menjadi penolong bagi murid untuk mencapai maksudnya dan sebagai tindakan memuliakan bagi orang yang ingin memberi manfaat pada sesama manusia dan negara.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ “Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur),” ini mencakup nikmat-nikmat agama dan dunia. Yaitu pujilah Allah جَلَّ جَلالُهُ karena nikmat-nikmat itu dan sebutlah secara khusus jika memang hal itu ada maslahatnya. Bila tidak, sebutkan nikmat Allah جَلَّ جَلالُهُ secara mutlak (umum) karena menyebut-nyebut nikmat Allah جَلَّ جَلالُهُ bisa mendorong seseorang untuk mensyukurinya dan menimbulkan kesenangan bagi Yang memberi nikmat; karena hati memiliki tabiat mencintai orang yang berbuat baik padanya.
Dengan karunia Allah yang demikian agung itu, maka berbuat baiklah terhadap anak yatim dan janganlah engkau berlaku sewenang-wenang kepadanya, seperti mengambil hartanya, menghardiknya, dan menyakiti hatinya. 10. Dan berbuat baiklah terhadap orang yang meminta-minta, baik meminta ilmu pengetahuan atau harta, dan janganlah engkau menghardiknya. Berilah mereka apa yang engkau mampu atau tolaklah dengan halus dan ramah.
Adh-Dhuha Ayat 9 Arab-Latin, Terjemah Arti Adh-Dhuha Ayat 9, Makna Adh-Dhuha Ayat 9, Terjemahan Tafsir Adh-Dhuha Ayat 9, Adh-Dhuha Ayat 9 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Adh-Dhuha Ayat 9
Tafsir Surat Adh-Dhuha Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)