Berkata Aun bin Abdillah rahimahullah,
“Aku berteman dengan orang-orang kaya, namun aku tidak mendapati orang yang lebih galau dibandingkan diriku, karena ketika aku mendapati bajunya lebih bagus dari bajuku, bau parfumnya pun lebih harum dan semerbak dari parfumku, hal itu menjadikan hatiku galau. Akhirnya aku putuskan untuk berteman dengan orang-orang fakir-miskin, saat itulah hatiku menjadi tenang dan nyaman.”
(Hilyatul Auliya’ no. 5763)
Hati yang Gelisah di Tengah Dunia yang Mewah
Dalam kehidupan modern yang penuh kompetisi dan kemewahan, banyak orang mencari ketenangan dengan cara menambah harta, memperindah penampilan, atau meningkatkan status sosial. Namun, semakin tinggi seseorang mengejar dunia, sering kali hatinya justru semakin gelisah.
Sebuah kisah dari Aun bin Abdillah rahimahullah, seorang ulama salaf yang terkenal dengan ketakwaannya, memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana memilih teman bisa memengaruhi ketenangan hati.
Ia berkata:
“Aku berteman dengan orang-orang kaya, namun aku tidak mendapati orang yang lebih galau dibandingkan diriku. Karena ketika aku mendapati bajunya lebih bagus dari bajuku, bau parfumnya pun lebih harum dan semerbak dari parfumku, hal itu menjadikan hatiku galau. Akhirnya aku putuskan untuk berteman dengan orang-orang fakir-miskin, saat itulah hatiku menjadi tenang dan nyaman.”
(Hilyatul Auliya’ no. 5763, Uril Akhirah hal. 20)
Kisah singkat ini menyimpan hikmah besar tentang bagaimana lingkungan pertemanan memengaruhi ketenangan batin dan hubungan kita dengan Allah.
Makna Ucapan Aun bin Abdillah rahimahullah
Ucapan ini bukan sekadar pengalaman pribadi, melainkan nasihat spiritual yang mengandung nilai moral dan psikologis mendalam. Aun bin Abdillah menggambarkan pengalaman batinnya ketika bergaul dengan orang-orang kaya. Ia merasa tidak tenang, hatinya dipenuhi rasa iri dan ketidakpuasan.
Ketika Dunia Menjadi Ukuran Bahagia
Saat seseorang dikelilingi oleh kemewahan, sering kali muncul rasa membandingkan diri. Melihat pakaian orang lain lebih bagus, kendaraan lebih mewah, rumah lebih luas — semua itu bisa menimbulkan kegelisahan.
Hati manusia memang lemah terhadap dunia, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ia ingin memiliki dua lembah. Tidak akan memenuhi mulut anak Adam kecuali tanah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Aun bin Abdillah menyadari hal ini. Ia menemukan bahwa pergaulan yang memicu perbandingan duniawi membuat hati jauh dari ketenangan.
Mengapa Berteman dengan Orang Miskin Membuat Hati Tenang?
Setelah meninggalkan pergaulan dengan orang kaya, Aun bin Abdillah memilih berteman dengan orang-orang fakir. Dari situ ia menemukan ketenangan dan kebahagiaan sejati.
Mengapa demikian?
Karena Orang Fakir Mengajarkan Qana‘ah (Rasa Cukup)
Orang miskin sering kali hidup dengan kesederhanaan dan rasa syukur, menerima apa adanya dengan hati lapang. Dari mereka, kita belajar arti qana‘ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang Allah berikan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu, dan jangan melihat kepada orang yang di atasmu, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.”
(HR. Muslim)
Ketika kita sering melihat ke atas, kita akan merasa kurang. Tapi saat kita melihat ke bawah, kita akan merasa kaya.
Karena Pergaulan yang Sederhana Menjauhkan dari Riyaa dan Iri Hati
Dalam lingkungan orang kaya, kadang tanpa sadar muncul lomba pamer kemewahan, entah dalam bentuk gaya hidup, pakaian, atau bahkan ibadah. Hati menjadi mudah riyaa (ingin dipuji) atau hasad (iri).
Sedangkan bersama orang-orang miskin, fokus hidup bergeser ke hal-hal yang lebih bermakna: ibadah, perjuangan hidup, dan persaudaraan. Tidak ada yang perlu dibanggakan selain keimanan dan kesabaran.
Karena Kesederhanaan Membuka Jalan Menuju Ikhlas
Ketika kita tidak terikat dengan dunia, ibadah menjadi lebih ringan, hati menjadi lebih jernih. Berteman dengan orang miskin menumbuhkan empati, kepedulian, dan keikhlasan.
Dalam Islam, orang miskin bukanlah orang yang rendah derajatnya. Justru mereka lebih dekat kepada Rasulullah ﷺ di akhirat, sebagaimana sabda beliau:
“Aku dan orang miskin akan masuk surga seperti ini.”
(Beliau mengisyaratkan dua jari yang berdekatan.)
(HR. Tirmidzi)
Pelajaran Kehidupan dari Kisah Ini
Ukuran Kehormatan Bukanlah Kekayaan
Islam mengajarkan bahwa kemuliaan sejati bukan diukur dari harta, melainkan dari ketakwaan. Allah berfirman:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Aun bin Abdillah menemukan kemuliaan sejati itu bukan dalam pertemanan dengan orang kaya, tapi dalam kehidupan yang sederhana dan bertakwa.
Lingkungan yang Salah Bisa Merusak Hati
Berteman dengan orang yang terlalu mencintai dunia bisa membuat kita ikut terpengaruh. Bahkan tanpa sadar, kita mulai menilai diri sendiri berdasarkan standar duniawi: pakaian, kendaraan, rumah, dan jabatan.
Hati manusia sangat mudah tertarik pada dunia, dan jika tidak dijaga, dunia bisa menjadi sumber kegelisahan.
Itulah mengapa penting untuk memilih teman yang membantu kita mendekat kepada Allah, bukan menjauh dari-Nya.
Persahabatan yang Baik Menguatkan Iman
Dalam Islam, teman bukan hanya sekadar teman. Teman bisa menjadi penentu arah hidup. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seseorang tergantung agama temannya. Maka lihatlah dengan siapa engkau berteman.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Berteman dengan orang saleh, walaupun miskin, jauh lebih berharga daripada berteman dengan orang kaya yang lalai.
Cara Mengamalkan Nasihat Ini di Kehidupan Modern
Kisah ini tidak berarti kita dilarang berteman dengan orang kaya. Namun, kita perlu menata hati dan niat. Berikut beberapa langkah praktis yang bisa kita ambil:
Jaga Niat dalam Berteman
Bertemanlah karena Allah, bukan karena status atau manfaat duniawi. Jika hati mulai merasa iri, segera istighfar dan sadari bahwa nikmat dunia hanyalah sementara.
Perbanyak Syukur
Lihatlah nikmat yang telah Allah berikan, sekecil apa pun itu. Tulis daftar nikmat harian agar hati tetap lembut dan penuh rasa cukup.
Dekatkan Diri pada Orang-Orang yang Zuhud
Temani orang-orang yang sederhana, ikhlas, dan rajin beribadah. Percayalah, ketenangan mereka akan menular kepada hatimu.
Batasi Perbandingan Sosial
Media sosial sering membuat kita membandingkan diri dengan orang lain. Ingatlah nasihat Aun bin Abdillah: perbandingan yang berlebihan hanya membuat hati galau.
Ketenangan Ada pada Kesederhanaan
Nasihat Aun bin Abdillah rahimahullah adalah cermin bagi hati kita di zaman modern ini. Ketika dunia semakin gemerlap, justru kesederhanaanlah yang membawa ketenangan.
Berteman dengan orang miskin bukan berarti menjauhi dunia, tetapi mendekatkan diri pada nilai-nilai spiritual yang menenangkan jiwa.
Ketenangan tidak datang dari kemewahan, tapi dari hati yang ridha dan qana‘ah terhadap takdir Allah.