{5} Al-Maidah / المائدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأعراف / Al-A’raf {7} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am الأنعام (Binatang Ternak) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 6 Tafsir ayat Ke 79.
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿٧٩﴾
innī wajjahtu waj-hiya lillażī faṭaras-samāwāti wal-arḍa ḥanīfaw wa mā ana minal-musyrikīn
QS. Al-An’am [6] : 79
Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.
Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku dalam ibadah hanya kepada Allah. Dia-lah pencipta langit dan bumi, cenderung dari syirik kepada tauhid, dan aku bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu.
Firman Allah :
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit.
Yakni muncul dan kelihatan.
dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku.” (Al An’am:77-78)
Artinya, sesuatu yang bersinar terang dan terbit ini adalah Tuhanku.
…ini yang lebih besar.
Yakni lebih besar bentuknya daripada bintang-bintang dan rembulan, dan sinarnya jauh lebih terang.
…maka tatkala matahari itu telah terbenam.
Maksudnya tenggelam di ufuk barat.
dia berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku (Al An’am:78-79)
Yakni aku murnikan agamaku dan aku mengkhususkan dalam ibadahku hanya:
…kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi.
Yaitu Yang menciptakan dan mengadakan keduanya tanpa contoh terlebih dahulu.
…dengan cenderung kepada agama yang benar.
Maksudnya, dalam keadaan menyimpang dari kemusyrikan untuk menuju kepada ketauhidan. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
…dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan keadaan atau fase yang dialami oleh Nabi Ibrahim, apakah keadaan Nabi Ibrahim saat itu dalam rangka renungannya ataukah dalam rangka perdebatannya. Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas yang kesimpulannya menunjukkan bahwa saat itu kedudukan Nabi Ibrahim sedang dalam renungannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir dengan berdalilkan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan:
Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk. (Al An’am:77), hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. mengalami keadaan demikian setelah dia keluar dari gua tempat persembunyiannya, di tempat itu pula ibunya melahirkannya karena takut kepada ancaman Raja Namruz ibnu Kan’an. Raja Namruz mendapat berita (dari tukang ramalnya) bahwa kelak akan lahir seorang bayi yang akan mengakibatkan kehancuran bagi kerajaannya. Maka Raja Namruz memerintahkan kepada segenap hulubalangnya untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir di tahun itu.
Ketika ibu Nabi Ibrahim mengandungnya dan telah dekat masa kelahirannya, maka ibu Nabi Ibrahim pergi ke gua yang terletak tidak jauh dari kota tempat tinggalnya. Ia melahirkan Nabi Ibrahim di gua tersebut dan meninggalkan Nabi Ibrahim yang masih bayi di tempat itu. Kemudian Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan riwayatnya hingga selesai, yang di dalamnya banyak diceritakan hal-hal yang aneh dan bertentangan dengan hukum alam. Hal yang sama telah diutarakan pula oleh selainnya dari kalangan ulama tafsir, baik yang Salaf maupun yang Khalaf.
Tetapi yang benar adalah, Nabi Ibrahim a.s. sehubungan dengan hal ini dalam kedudukan mendebat kaumnya seraya menjelaskan kepada mereka kebatilan dari apa yang selama ini mereka lakukan, yaitu menyembah berhala dan bangunan-bangunan. Pada fase pertama Nabi Ibrahim mendebat ayahnya seraya menjelaskan kekeliruan mereka yang menyembah berhala-berhala di bumi ini yang dibentuk dalam rupa Malaikat Samawi. Mereka menyembah berhala-berhala tersebut dengan anggapan bahwa berhala-berhala itu adalah perantara mereka untuk sampai kepada Pencipta Yang Mahabesar, yang menurut pandangan mereka tidak layak untuk disembah. Dan sesungguhnya mereka memakai perantara kepada-Nya melalui penyembahan kepada malaikat-malaikat-Nya hanyalah agar mereka (sembahan-sembahan itu) memintakan rezeki kepada-Nya, kemenangan, dan hal-hal lainnya yang mereka perlukan. Kemudian dalam kedudukan ini Nabi Ibrahim menjelaskan kekeliruan dan kesesatan mereka dalam menyembah bintang-bintang yang beredar yang semuanya ada tujuh, yaitu bulan, mercury, venus, matahari, mars, yupiter,dan saturnus. Di antara kesemuanya itu yang memiliki cahaya yang paling kuat dan paling utama ialah matahari, lalu bulan dan venus.
Pada tahap permulaan Nabi Ibrahim a.s. menjelaskan bahwa bintang venus ini tidak layak dianggap sebagai tuhan, karena ia telah ditundukkan dan ditakdirkan untuk beredar pada garis edar tertentu tanpa dapat menyimpang darinya, baik ke sisi kanan ataupun ke sisi kirinya. Ia tidak mempunyai kekuasaan apa pun bagi dirinya, melainkan hanya merupakan suatu benda yang diciptakan oleh Allah mempunyai cahaya, karena mengandung banyak hikmah yang besar dalam penciptaannya seperti itu. Bintang venus terbit dari arah timur, kemudian beredar menuju arah barat, hingga tidak kelihatan lagi oleh mata. Kemudian pada malam berikutnya ia tampak lagi dengan menjalani keadaan yang sama, hal seperti ini tidak layak untuk dijadikan sembahan.
Kemudian Nabi Ibrahim mengalihkan perhatiannya kepada bulan, ternyata ia mendapatinya mempunyai karakter yang sama dengan bintang yang sebelumnya. Lalu ia mengalihkan, perhatiannya kepada matahari, ternyata ia pun menjumpai hal yang sama dengan yang sebelumnya.
Ketika tampak jelas baginya bahwa semua benda tersebut tidak layak dianggap sebagai tuhan, dan bahwa keadaannya hanyalah semata-mata cahaya yang terlihat oleh pandangan mata, serta ia dapat membuktikan hal tersebut melalui penyimpulan yang pasti, maka berkatalah Ibrahim, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Dia berkata, “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan.” (Al An’am:78)
Artinya, aku berlepas diri dari penyembahan terhadap bintang-bintang itu dan berlepas diri dari menjadikan bintang-bintang itu sebagai pelindung. Jika semuanya itu kalian anggap sebagai tuhan, maka jalankanlah tipu daya kalian semua terhadapku melalui bintang-bintang itu, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Dengan kata lain, sesungguhnya aku hanya menyembah Pencipta semua benda-benda itu, yang mengadakannya, yang menundukkannya, yang menjalankannya, dan yang mengaturnya. Di tangan kekuasaan-Nyalah kerajaan segala sesuatu, Dialah Yang menciptakan segala sesuatu, Dialah Tuhan, Pemilik dan Penguasa kesemuanya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang, (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Tuhan semesta alam. (Al A’raf:54)
Maka pantaskah bila dikatakan bahwa dalam kedudukan ini Nabi Ibrahim sebagai orang yang mempertanyakan hal tersebut, padahal dia adalah seorang nabi yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melalui firman-Nya:
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)wya. (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadat kepadanya?” (Al Anbiyaa:51 -52), hingga beberapa ayat berikutnya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman pula mengenai diri Nabi Ibrahim:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An Nahl:120-123)
Katakanlah, “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik ” (Al An’am:161)
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Hurairah, dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa beliau pernah bersabda:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Iyad ibnu Hammad, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman, “Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang benar).”
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Ar Ruum:30)
Firman Allah :
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami).” (Al A’raf:172)
Menurut salah satu di antara dua pendapat yang ada, makna ayat ini sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Ar Ruum:30)
seperti yang akan dijelaskan pada bagiannya nanti.
Apabila hal itu berlaku bagi semua makhluk, maka mustahillah bila Nabi Ibrahim —kekasih Allah yang dijadikan-Nya sebagai panutan umat manusia, taat kepada Allah, cenderung kepada agama yang benar, dan bukan termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan— sehubungan dengan makna ayat ini dianggap sebagai orang yang mempertanyakan hal tersebut. Bahkan dia orang yang lebih utama untuk memperoleh fitrah yang sehat dan pembawaan yang lurus sesudah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tanpa diragukan lagi. Yang benar ialah dia dalam keadaan mendebat kaumnya yang mempersekutukan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, bukan dalam kedudukan sebagai orang yang mempertanyakan hal yang dikisahkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى itu.
(79) اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ “Sesungguh-nya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar,” yang hanya milik Allah semata, menghadap kepadaNya dan berpaling dari selainNya. حَنِيْفًا وَّمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۚ “Dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukanNya.” Dia berlepas diri dari kesyirikan, tunduk kepada tauhid, dan menegakkan dalil atas itu.
Apa yang kami sebutkan dalam penafsiran ayat-ayat ini adalah yang benar, yakni bahwa konteksnya adalah perdebatan antara Ibrahim dengan kaumnya, dan penjelasan batilnya penuhanan terhadap planet-planet ini dan lain-lainnya. Adapun orang yang berpendapat bahwa itu terjadi pada waktu dia masih muda sebagai proses pencarian, maka pendapat ini tidak berdasar.
Matahari yang sinarnya lebih terang menjadi tujuan proses pencarian selanjutnya. Kemudian ketika dia, ibrahim, melihat matahari terbit pada pagi hari, dia berkata, inilah tuhanku yang kucari, ini lebih besar dan lebih terang sinarnya. Tetapi ketika matahari terbenam pada sore hari dan dia menyimpulkan sebagaimana kesimpulannya ketika melihat bintang dan bulan, dia pun berkata, wahai kaumku! sungguh, aku berlepas diri dari penyembahan bintang, bulan, matahari, dan apa saja yang kamu persekutukan dengan tuhan yang maha esa, tuhan yang sebenarnya. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku, yakni seluruh jiwa raga dan totalitas hidupku, kepada tuhan, zat yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya termasuk bintang, bulan, dan matahari, dengan penuh kepasrahan mengikuti agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sikap nabi ibrahim seperti disebut pada ayat sebelum ini mendapat reaksi keras dari kaumnya. Itulah yang dinyatakan pada ayat ini. Dan kaumnya membantahnya. Atas respons negatif dari kaumnya tersebut, dia, ibrahim, berkata, apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku, yakni membimbing serta mengilhami aku dengan aneka argumentasi tentang kekuasaan dan keesaan-Nya’ aku tidak takut sama sekali kepada aneka keburukan bahkan malapetaka dari apa, yakni segala, yang kamu persekutukan dengan Allah karena sesembahan kalian sama sekali tidak dapat menimbulkan manfaat dan mudarat kecuali tuhanku menghendaki sesuatu manfaat atau mudarat menimpaku melalui sesembahan kalian itu. Ilmu tuhanku meliputi segala sesuatu, baik masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran.
Al-An’am Ayat 79 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-An’am Ayat 79, Makna Al-An’am Ayat 79, Terjemahan Tafsir Al-An’am Ayat 79, Al-An’am Ayat 79 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-An’am Ayat 79
Tafsir Surat Al-An’am Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)