{5} Al-Maidah / المائدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأعراف / Al-A’raf {7} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am الأنعام (Binatang Ternak) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 6 Tafsir ayat Ke 152.
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿١٥٢﴾
wa lā taqrabụ mālal-yatīmi illā billatī hiya aḥsanu ḥattā yabluga asyuddah, wa auful-kaila wal-mīzāna bil-qisṭ, lā nukallifu nafsan illā wus’ahā, wa iżā qultum fa’dilụ walau kāna żā qurbā, wa bi’ahdillāhi aufụ, żālikum waṣṣākum bihī la’allakum tażakkarụn
QS. Al-An’am [6] : 152
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”
Wahai orang-orang yang diwasiati harta anak yatim, janganlah kalian mendekati harta anak yatim yang ditinggal mati bapaknya saat masih kecil, kecuali dengan cara yang baik dan bermanfaat hingga dia mencapai usia dewasa dan sudah mengerti permasalahan. Apabila dia telah dewasa, serahkanlah harta-harta itu kepadanya. Dan sempurnakanlah timbangan dan takaran dengan adil karena itu merupakan kesempurnaan menjaga amanah. Jika kalian telah sungguh-sungguh melakukan itu, tidak ada dosa atas kalian apabila ternyata ada kekurangan (tanpa sepengetahuan kalian). Kami tidak membebankan kewajiban kepada seseorang, kecuali yang sesuai dengan kesanggupannya. Apabila kalian mengatakan sesuatu, katakanlah dengan adil, tidak condong dari kebenaran, baik dalam menyampaikan berita, memberi kesaksian maupun memutuskan hukum. Walaupun perkataan kalian itu ada hubungannya dengan keluarga dekat kalian maka janganlah kalian condong bersamanya dengan tanpa haq. Tunaikanlah apa yang telah Allah perintahkan kepada kalian, yaitu dengan menjalankan syariat-syariat-Nya. Itulah hukum-hukum yang dibacakan kepada kalian. Dia mewasiatkan itu semua agar kalian mau mengambil pelajaran.
Ata ibnus Saib telah meriwayatkan dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (Al An’am:152) dan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya. (An Nisaa:10), hingga akhir ayat. Maka semua orang yang di dalam asuhannya terdapat anak yatim pulang, lalu memisahkan makanannya dari makanan anak yatim, dan memisahkan minumannya dari minuman anak yatim, sehingga akibatnya ada makanan yang lebih, tetapi tetap dipertahankan untuk anak yatim, hingga si anak yatim memakannya atau dibiarkan begitu saja sampai basi. Hal ini terasa amat berat oleh mereka, kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu turunlah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kalian menggauli mereka, maka mereka adalah saudara kalian.” (Al Baqarah:220) Akhirnya mereka kembali mencampurkan makanan dan minuman mereka dengan makanan dan minuman anak-anak yatim mereka.
Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
hingga sampai ia dewasa.
Asy-Sya’bi dan Imam Malik serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga si anak yatim mencapai usia balig. Menurut As-Saddi, hingga si anak yatim mencapai usia tiga puluh tahun. Menurut pendapat yang lainnya sampai usia empat puluh tahun, dan menurut pendapat yang lainnya lagi sampai usia enam puluh tahun. Akan tetapi, semuanya itu jauh dari kebenaran.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan agar keadilan ditegakkan dalam menerima dan memberi (membeli dan menjual). Sebagaimana Dia mengancam orang yang meninggalkan keadilan dalam hal ini melalui firman-Nya:
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka meminta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Mutaffifin: 1-6)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah membinasakan suatu umat di masa lalu karena mereka mengurangi takaran dan timbangannya.
Di dalam Kitabul Jami’ milik Abu Isa Ath-Thurmuzi disebutkan melalui hadis Al-Husain ibnu Qais Abu Ali Ar-Rahbi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada para pemilik takaran dan timbangan: Sesungguhnya kalian diserahi suatu urusan yang pernah membuat binasa umat-umat terdahulu sebelum kalian karenanya.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa kami tidak mengenalnya sebagai hadis marfu’ kecuali melalui hadis Al-Husain, padahal dia orangnya daif dalam meriwayatkan hadis. Sesungguhnya telah diriwayatkan hadis ini dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas secara mauquf.
Menurut kami,
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya melalui hadis Syarik, dari Al-Abu’masy, dari Salim ibnu Abul Ja’d, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sesungguhnya kalian, hai para Mawali, Allah telah mempercayakan kepada kalian dua perkara yang pernah menjadi penyebab kebinasaan generasi-generasi yang terdahulu, yaitu takaran dan timbangan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kemampuannya.
Maksudnya, barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam menunaikan dan menerima haknya, kemudian ternyata sesudah ia mengerahkan semua kemampuannya untuk hal tersebut masih juga keliru (salah), maka tidak ada dosa atas dirinya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat kalian.
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain oleh firman-Nya:
hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (Al Maidah:8), hingga akhir ayat.
Hal yang sama disebutkan pula dalam surat An-Nisa, Allah memerintahkan berbuat adil dalam semua tindak-tanduk dan ucapan, baik terhadap kaum kerabat yang dekat maupun yang jauh. Allah selalu memerintahkan berbuat adil terhadap setiap orang dan di setiap waktu dan keadaan, keadilan tetap harus ditegakkan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan penuhilah janji Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud dengan wasiat (perintah) Allah yang telah diwasiatkan-Nya kepada kalian ialah hendaknya kalian taat kepada-Nya dalam semua yang diperintahkan-Nya kepada kalian dan semua yang dilarang-Nya bagi kalian, kemudian kalian harus mengamalkan Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Yang demikian itulah pengertian menunaikan janji Allah.
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian agar kalian ingat.
Yakni inilah yang diwasiatkan, diperintahkan dan dikukuhkan oleh-Nya terhadap kalian untuk kalian amalkan.
…agar kalian ingat.
Maksudnya, agar kalian mengambil pelajaran darinya dan menghentikan apa yang pernah kalian lakukan sebelum ini. Sebagian ulama membacanya dengan tazzakkaruna, dan sebagian yang lain membacanya dengan tazkuruna.
Tafsir Ayat:
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim,” dengan memakannya atau menukarnya dengan landasan berat sebelah atau mengambil tanpa alasan, إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ “kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.” Maksudnya, dengan cara yang dengannya harta anak yatim menjadi baik dan mereka mengambil manfaat darinya. Ini menunjukkan tidak bolehnya mendekati dan mengambil tindakan padanya dengan cara yang merugikan anak yatim atau dengan cara yang tidak merugikan dan tidak menguntungkan. حَتَّى يَبْلُغَ “Hingga ia sampai,” maksudnya, anak yatim sampai أَشُدَّهُ “dewasa.” Yakni sampai ia dewasa, mengerti, dan mengetahui tindakan yang baik. Jika dia sudah mencapai usia dewasa, maka pada saat itu hartanya diserahkan kepadanya, dan dia sendirilah yang bertindak menurut pertimbangannya. Ayat ini mengandung petunjuk bahwa anak yatim tidak boleh bertindak sendiri pada hartanya, dan bahwa walinyalah yang mengurusi hartanya dengan cara yang lebih baik, dan bahwa ketentuan ini berlaku sampai dia mencapai usia dewasa.
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil,” dengan amanat yang sempurna. Jika kamu telah bersungguh-sungguh, maka لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang pun melainkan sekedar kesanggupannya.” Maksudnya, berdasarkan kemampuannya tanpa menyulitkannya. Barangsiapa telah bersungguh-sungguh memenuhi takaran dan timbangan kemudian terjadi kekurangan tanpa disengaja dan tanpa diketahuinya, maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dengan ayat ini dan ayat yang sepertinya para ulama ushul fikih berdalil bahwa Allah tidak membebani sesuatu kepada seseorang yang tidak mampu dilakukannya, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dalam perintahNya dan melakukan sesuatu yang dia mampu melakukannya, maka tiada dosa atasnya pada selain itu.
وَإِذَا قُلْتُمْ “Dan apabila kamu berkata” suatu perkataan yang dengannya kamu menilai manusia dan memutuskan perkara mereka serta kamu mengkritik pendapat dan keadaan, فَاعْدِلُوا “maka hendaklah kamu berlaku adil” pada ucapanmu dengan menjunjung kejujuran pada orang yang kamu cintai dan pada orang yang kamu benci, obyektif tidak menyembunyikan apa yang semestinya dijelaskan, karena kecenderungan negatif terhadap orang yang kamu benci dalam pembicaraan atau pendapatnya adalah termasuk kezhaliman yang dilarang. Akan tetapi jika seorang ulama berbicara tentang pendapat ahli bid’ah, yang wajib atasnya adalah memberikan hak kepada yang berhak. Hendaknya dia menjelaskan kebenaran dan kebatilan yang ada padanya, menimbang kedekatan dan kejauhannya kepada kebenaran.
Para fuqaha menyebutkan bahwa hakim wajib berlaku adil terhadap dua orang yang berseteru pada perhatian dan perkataannya. وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا “Dan penuhilah janji Allah.” Ini meliputi perjanjian yang Dia ambil atas hamba-hambaNya dalam bentuk menunaikan hak-hakNya dengan sebaik-baiknya, dan meliputi pula perjanjian yang disepakati di antara manusia. Semuanya wajib dipenuhi dan haram membatalkan serta menelantarkannya. ذَلِكُمْ “Yang demikian itu,” yakni hukum-hukum di atas وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ “diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat” hukum-hukum yang telah dijelaskan kepadamu, dan kamu menunaikan wasiat Allah kepadamu dengan sebaik-baiknya dan kamu mengetahui hikmah-hikmah dan hukum-hukum yang ada padanya.
Keenam, dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim’seperti melakukan hal-hal yang mengarah kepada pengambilan hartanya dengan alasan yang dibuat-buat’kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan’seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab’sampai dia mencapai usia dewasa. Usia dewasa ditandai ketika anak yatim telah mampu mengelola hartanya sendiri dengan baik, dengan cara mengujinya terlebih dahulu. Pada saat inilah seorang pengelola harta anak yatim diperintahkan untuk menyerahkan hartanya itu. Pada saat penyerahan, perlu disaksikan oleh saksi yang adil sebagai pertanggungjawaban administrasi. Segala benih kecenderungan untuk mengambil harta anak yatim harus dicegah sejak awal kemunculannya. Wasiat berikutnya, ketujuh, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sukar, maka kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, agar jangan sampai hal itu menyusahkan kedua belah pihak: pembeli dan penjual. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembeli juga perlu berlega hati jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak disengaja. Ayat ini menunjukkan bahwa agama islam tidak ingin memberatkan pemeluknya. Wasiat kedelapan, apabila kamu berbicara, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang, bicaralah sejujurnya. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat kamu tegakkan sekalipun dia, yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut, adalah kerabat-Mu sendiri. Keadilan hukum dan kebenaran adalah di atas segalanya. Jangan sampai keadilan hukum terpengaruh oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram. Wasiat kesembilan, dan penuhilah janji Allah, yaitu janji untuk mematuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam bidang ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia. Demikianlah dia meme-rintahkan kepadamu agar kamu ingat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, atau agar kamu sekalian saling mengingatkan. Allah menjelaskan bahwa semua perintah dan larangan yang telah disebut dua ayat sebelum ini adalah jalan kebenaran yang harus diikuti. Jika tidak, maka akan menimbulkan petaka dalam kehidupan. Inilah wasiat yang kesepuluh: dan sungguh, inilah jalan-ku yang lurus, yaitu agama islam yang diridai Allah dengan semua kelengkapan ajarannya, mulai dari akidah, kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Maka ikutilah jalan ini, karena inilah jalan yang benar yang bisa memberikan jaminan kebahagiaan dan ketenteraman hidup di dunia dan di akhirat. Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain seperti agama-agama selain islam, kelompok-kelompok yang mengajarkan ajaran yang menyimpang dan sesat yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Setan terus berusaha untuk membelokkan manusia dari jalan lurus ini dengan segala cara. Demikianlah dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa dengan selalu menjaga diri agar jangan sampai celaka, yaitu dengan melaksanakan ajaran islam dengan baik dan benar, baik itu kewajiban atau larangan. Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada manusia agar mereka bahagia.
Al-An’am Ayat 152 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-An’am Ayat 152, Makna Al-An’am Ayat 152, Terjemahan Tafsir Al-An’am Ayat 152, Al-An’am Ayat 152 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-An’am Ayat 152
Tafsir Surat Al-An’am Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)