{21} Al-Anbiya / الأنبياء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المؤمنون / Al-Mu’minun {23} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hajj الحج (Haji) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 22 Tafsir ayat Ke 67.
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ ۖ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ ۚ وَادْعُ إِلَىٰ رَبِّكَ ۖ إِنَّكَ لَعَلَىٰ هُدًى مُسْتَقِيمٍ ﴿٦٧﴾
likulli ummatin ja’alnā mansakan hum nāsikụhu fa lā yunāzi’unnaka fil-amri wad’u ilā rabbik, innaka la’alā hudam mustaqīm
QS. Al-Hajj [22] : 67
Bagi setiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang (harus) mereka amalkan, maka tidak sepantasnya mereka berbantahan dengan engkau dalam urusan (syariat) ini dan serulah (mereka) kepada Tuhanmu. Sungguh, engkau (Muhammad) berada di jalan yang lurus.
Tiap-tiap umat dari umat-umat yang telah lalu telah Kami tetapkan suatu syariat dan ibadah yang Kami perintahkan kepada mereka, dan mereka melakukannya. Karena itu, jangan sampai orang-orang musyrik Quraisy membantahmu, wahai Rasul, berkenaan dengan syariatmu, dan apa yang diperintahkan Allah kepadamu dalam manasik dan semua macam ibadah. Serulah mereka untuk mentauhidkan Rabb-mu, memurnikan ibadah karena-Nya, dan mengikuti perintah-Nya. Sesungguhnya kamu benar-benar berada di atas agama lurus yang tiada kebengkokan padanya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberitahukan bahwa Dia telah menetapkan syariat tertentu bagi tiap-tiap umat. Ibnu Jarir mengatakan, bagi umat tiap-tiap nabi ditetapkan syariat tertentu.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal kata mansak menurut istilah bahasa artinya tempat yang biasa didatangi oleh manusia yang ia selalu bolak-balik kepadanya, adakalanya untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Karena itulah manasik haji dinamakan dengan memakai kata ini, mengingat banyak manusia yang berdatangan kepadanya dan bermukim padanya.
Jika makna ayat ini seperti yang dikatakan oleh Ibnu Jarir —yaitu bahwa bagi umat tiap-tiap nabi Kami ditetapkan syariat tertentu— berarti makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
maka janganlah mereka sekali-kali membantah kamu dalam urusan (syariat) ini.
ditujukan kepada orang-orang musyrik. Dan jika makna yang dimaksud ialah bagi tiap-tiap umat Kami tetapkan syariat tertentu dengan ketetapan secara takdir, berarti maknanya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. (Al Baqarah:148)
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
yang mereka lakukan.
Damir hum yang ada dalam ayat ini kembali kepada mereka yang mempunyai syariat-syariat dan tuntunan-tuntunan lain. Dengan kata lain, mereka melakukan hal itu hanyalah berdasarkan takdir Allah dan kehendak-Nya. Maka jangan kamu terpengaruh oleh sikap mereka yang menentang kamu, jangan pula hal itu memalingkan kamu dari kebenaran yang kamu sampaikan. Maka dari itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.
Yakni jalan yang jelas lagi lurus menghantarkan kepada tujuan. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan jangan sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu. (Al Qashash:87)
Allah جَلَّ جَلالُهُ memberitahukan bahwasanya Dia menjadikan bagi setiap umat manusia مَنْسَكًا “syariat tertentu,” maksudnya tempat ibadah dan cara peribadahan. Terkadang mengalami perbedaan di beberapa sisi, walaupun tetap memuat nuansa keadilan dan hikmah. Sebagaimana kandungan Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
كُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah جَلَّ جَلالُهُ menghendaki, niscaya kamu dijadi-kanNya satu umat (saja), tetapi Allah جَلَّ جَلالُهُ hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu….” (Al-Ma`idah: 48).
هُمْ نَاسِكُوهُ “Yang mereka kerjakan,” maksudnya mereka mengamalkannya selaras dengan kondisi dan latar belakang mereka, sehingga tidak terjadi penentangan terhadap suatu syariat. Terutama dari kaum ‘ummi (yang buta huruf), dari kalangan masyarakat paganis dan jahiliyah yang sudah sangat nyata. Karena jika telah terbukti kebenaran risalah seorang rasul melalui dalil-dalil, maka wajib diterima seluruh ajaran yang ia bawa dengan tulus dan berserah diri, tanpa penolakan. Karena itu, Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ “Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini,” maksudnya jangan sampai orang-orang yang mendustakan saling melancarkan penentangan kepadaMu, menampik sebagian ajaran yang engkau bawa dengan dorongan akal-akal mereka yang sudah rusak, seperti penentangan mereka dalam masalah penghalalan bangkai sambil berujar, “Kalian memakan binatang yang kalian sembelih, tetapi tidak sudi memakan binatang yang Allah جَلَّ جَلالُهُ matikan langsung?! Dan seperti pernyataan mereka,
إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
“Sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba.” (Al-Baqarah: 275), …dan lain sebagainya, yang berupa penolakan mereka yang tidak mesti disanggah satu persatu.
Mereka pada dasarnya mengingkari risalah. Tidak perlu ditegakkan perdebatan dan adu argumentasi bagi masing-masing lontaran syubhat itu. Ada sikap khusus sesuai dengan situasi dan kondisi. Orang yang melontarkan sanggahan, lagi mengingkari risalah Rasul, jika ia berdalih melakukan perdebatan untuk mendapatkan petunjuk, maka hendaklah disampaikan kepadanya: Permasalahan kami denganmu berhubungan dengan ada tidaknya risalah. Apabila tidak demikian,maka merasa puas dengan perdebatan ini menjadi bukti bahwa tujuannya adalah untuk mempertontonkan penentangan dan usaha pembungkaman. Untuk itu, Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan RasulNya agar beliau menyerukan dakwah dengan sarat hikmah dan mau’izhah hasanah (nasihat yang baik) serta konsisten dengan metode pendekatan ini, baik mereka akan menghalang-halangi atau tidak. Dan seharusnya tidak boleh ada sesuatu pun yang membelokkan dirimu dari dakwah. Pasalnya, engkau berada على هُدًى مُسْتَقِيمٍ “pada jalan yang lurus,” yaitu jalan yang tengah-tengah, yang mengantarkan menuju tujuan yang ingin digapai, yang sarat dengan ilmu kebenaran dan pengamalannya. Jadi, engkau telah berada di atas tumpuan kepercayaan terhadap urusan yang sedang engkau jalankan dan berpegang teguh atas keyakinan terhadap agamamu. Hal ini mengharuskan lahirnya sikap pantang menyerah pada dirimu dan terus bergerak melaksanakan perintah Rabbmu. Kamu tidaklah berada dalam perkara yang meragu-ragukan atau perkataan yang dusta, sehingga membuatmu mesti bercampur-baur bersama orang-orang, dan keinginan-keinginan serta pikiran-pikiran mereka sehingga penentangan mereka menghentikanmu. Senada dengan ini, Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ
“Sebab itu, bertawakAllah جَلَّ جَلالُهُ kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ. Sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata.” (An-Naml: 79).
Kendatipun dalam Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ, إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ “Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus,” termuat petunjuk untuk mencounter orang-orang yang menyanggah beberapa point pada aturan syariat melalui daya nalar yang sehat. Karena al-huda (petunjuk) di sini merupakan gambaran bagi setiap ajaran yang dibawa oleh Rasulullah. Dan hakikat al-huda ialah segala sesuatu yang mendatangkan hidayah dalam masalah-masalah ushul (prinsipil) dan furu’ (cabang-cabang). Yang dimaksud adalah, perkara-perkara yang dapat dideteksi sisi kebaikan, keadilan dan kebijaksanaannya melalui akal dan fitrah yang masih lurus. Hasil ini bisa diketahui dengan cara menyelami perintah-perintah dan larangan-larangan secara mendalam.
Bagi setiap umat, seperti yahudi dan nasrani, telah kami tetapkan melalui para utusan Allah cara beribadah yang harus mereka amalkan guna mendekatkan diri kepada-Nya. Maka tidak sepantasnya mereka, kaum yahudi dan nasrani, berbantahan dengan engkau, Muhammad, dalam urusan cara beribadah kepada Allah ini; dan serulah kaum yahudi dan nasrani itu kepada tuhanmu untuk beriman kepada Al-Qur’an. Sungguh, engkau Muhammad, berada di jalan yang lurus, baik dalam bidang akidah, ibadah (syariah), maupun akhlak. 68. Dan jika mereka, kaum yahudi dan nasrani, membantah engkau, Muhammad, ketika engkau mengajarkan tauhid yang lurus, ibadah yang sempurna, dan akhlak yang mulia; maka katakanlah kepada ahli kitab, yahudi dan nasrani yang membantah kamu itu, ‘Allah lebih tahu tentang apa yang kamu kerjakan, ‘ karena Allah benar-benar mengetahui yang tampak maupun yang tersembunyi.
Al-Hajj Ayat 67 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hajj Ayat 67, Makna Al-Hajj Ayat 67, Terjemahan Tafsir Al-Hajj Ayat 67, Al-Hajj Ayat 67 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hajj Ayat 67
Tafsir Surat Al-Hajj Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)