{91} Asy-Syams / الشمس | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الضحى / Adh-Dhuha {93} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Lail الليل (Malam) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 92 Tafsir ayat Ke 20.
إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْأَعْلَىٰ ﴿٢٠﴾
illabtigā`a waj-hi rabbihil-a’lā
QS. Al-Lail [92] : 20
tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi.
Kelak yang akan dijauhkan dari neraka adalah orang-orang yang sangat bertakwa, yaitu orang yang memberikan hartanya karena mencari tambahan kebajikan. Apa yang diberikannya itu bukan sebagai balasan terhadap orang yang telah berbuat baik kepadanya. Tetapi ia melakukannya semata-mata karena wajah Tuhannya Yang Mahaluhur dan karena mencari ridha-Nya. Kelak Allah akan memberikan kepadanya di surga apa yang membuatnya senang.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. (Al-Lail: 17)
Yakni kelak akan dijauhkan dari neraka orang yang bertakwa dan orang yang paling bertakwa, kemudian dijelaskan oleh firman berikutnya siapa yang dimaksud dengan orang yang bertakwa itu:
(yaitu) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. (Al-Lail: 18)
Yaitu membelanjakan hartanya untuk jalan ketaatan kepada Tuhannya, untuk mensucikan dirinya, hartanya dan segala apa yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya berupa agama dan dunia.
padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. (Al-Lail: 19)
Maksudnya, pembelanjaan yang dikeluarkannya itu bukanlah untuk membalas jasa kebaikan yang pernah diberikan oleh orang lain kepadanya, melainkan dia mengeluarkannya hanya semata-mata.
tetapi semata-mata karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi. (Al-Lail: 20)
Yakni hanyalah semata-mata karena mengharapkan untuk dapat melihat Allah di negeri akhirat di dalam taman-taman surga. Lalu disebutkan dalam firman berikutnya:
Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan. (Al-Lail: 21)
Artinya, orang yang menyandang sifat-sifat ini niscaya akan mendapat kepuasan. Banyak kalangan ulama tafsir menyebutkan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar As-siddiq r.a. sehingga sebagian dari mereka ada yang meriwayatkannya sebagai suatu kesepakatan di kalangan ulama tafsir.
Dan memang tidak diragukan lagi dia termasuk ke dalamnya. sebagaimana termasuk pula ke dalam pengertiannya seluruh umat ini bila ditinjau dari pengertian umumnya, mengingat lafaznya memakai lafaz yang mengandung pengertian umum, yaitu firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, (yaitu orang) yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan dirinya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanyayang harus dibalasnya. (Al-Lail: 17-19)
Akan tetapi, Abu Bakar r.a. merupakan orang yang diprioritaskan dari kalangan umat ini, dan dia adalah pendahulu mereka dalam menyandang sifat-sifat ini dan sifat-sifat terpuji lainnya. Dia adalah seorang yang berpredikat siddiq, bertakwa, mulia, lagi dermawan, banyak membelanjakan hartanya di jalan ketaatan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan menolong Rasul-Nya.
Berapa banyak uang dinar dan dirham yang telah dibelanjakan Abu Bakar demi mengharapkan rida Tuhannya Yang Mahamulia, padahal tiada seorang pun yang berjasa baginya hingga perlu untuk ia balas jasanya itu dengan imbalan pemberian. Bahkan kemurahan dan kebaikannya juga menyentuh para pemimpin, dan orang-orang yang terhormat dari kalangan berbagai kabilah.
Karena itulah Urwah ibnu Mas’ud pemimpin Bani Saqif ketika terjadi Perjanjian Hudaibiyah mengatakan kepada Abu Bakar, “Ingatlah, demi Allah, seandainya saja aku tidak teringat akan jasamu padaku yang masih belum terbalaskan, tentulah aku akan meladenimu,” tersebutlah bahwa Abu Bakar r.a. bersikap kasar terhadapnya dalam menyambutnya. Untuk itu apabila keadaan Abu Bakar sangat disegani di kalangan para penghulu orang Arab dan para pemimpinnya, maka terlebih lagi orang-orang yang selain mereka, lebih segan kepadanya karena kebaikan dan kedermawanannya. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
Padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi. (Al-Lail: 19-20)
Di dalam hadis sahihain disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Barang siapa yang membelanjakan sepasang barang dijalan Allah, maka para malaikat penjaga surga memanggilnya, “Hai hamba Allah, inilah yang baik.” Maka Abu bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah merupakan suatu keharusan bagi seseorang (yang masuk surga) dipanggil dari pintunya, dan apakah ada seseorang yang dipanggil dari semua pintu surga (untuk memasukinya)?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Ya ada, dan aku berharap semoga engkau termasuk seseorang dari mereka (yang dipanggil masuk surga dari semua pintunya).
17-21. “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,” dengan niat membersihkan diri dan menyucikannya dari berbagai dosa dan kotoran dengan niat karena Allah.
Ayat ini menunjukkan, bahwa bila infak sunnah diiringi dengan meninggalkan nafkah wajib seperti membayar hutang dan tidak menunaikan nafkah wajib, hal itu tidaklah disyariatkan. Bahkan menurut kebanyakan ulama, pemberian orang yang bersangkutan tertolak, karena ia membersihkan diri dengan perbuatan yang dianjurkan sementara perbuatan itu membuatnya tidak menunaikan kewajiban. “Dan tidak ada seseorang pun yang memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,” yakni tidak seorang pun yang memiliki suatu nikmat yang menjadi tanggungan orang yang paling bertakwa tersebut melainkan dia pasti membalasnya. Dan bisa saja tersisa suatu karunia dan nikmat yang ditanggung orang lain, namun ia memurnikan diri menjadi hamba Allah, karena hanya Dia semata yang amat lembut kebaikanNya. Lain halnya orang yang masih punya tanggungan pada sesama namun tidak membalasnya, ia pasti membiarkan untuk sesama dan melakukan sesuatu yang bisa mengurangi keikhlasan.
Ayat ini meski mencakup Abu Bakar ash-Shiddiq bahkan ada yang menyatakan ayat ini turun disebabkan Abu Bakar, karena tidak seorang pun yang memiliki hak tanggungan nikmat atas Abu Bakar melainkan pasti dibalas, hingga Rasulullah sekali pun, hanya saja nikmat yang diberikan Rasulullah tidak mungkin bisa dibalas, yaitu nikmat dakwah menuju Agama Islam dan mengajarkan petunjuk serta agama kebenaran, Allah dan RasulNya memiliki karunia pada setiap orang yang tidak mungkin bisa dibalas, namun demikian, ayat ini mencakup setiap orang yang memiliki sifat mulia ini, sehingga tidaklah tersisa suatu nikmat pun yang menjadi tanggungan seseorang melainkan pasti dibalas dan amalnya tetap ikhlas karena Allah semata. Karena itu Allah berfirman, “Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Rabbnya Yang Mahatinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” Inilah orang yang paling bertakwa karena berbagai macam karamah dan pahala yang diberikan oleh Allah padanya.
Dan segala puji hanya untuk Allah, Rabb semesta alam.
Dia tidak berinfak demi manusia, tetapi berinfak semata karena mencari keridaan tuhannya yang mahatinggi. Allah sangat senang kepada orang yang tulus dan ikhlas dalam berinfak maupun ibadah lainnya. 21. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan yang sempurna dari Allah sebagai balasan atas ketulusannya. Allah memperlakukannya dengan baik, memasukkanya ke surga yang penuh nikmat, dan mempersilakannya bertemu dan melihat Allah.
Al-Lail Ayat 20 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Lail Ayat 20, Makna Al-Lail Ayat 20, Terjemahan Tafsir Al-Lail Ayat 20, Al-Lail Ayat 20 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Lail Ayat 20
Tafsir Surat Al-Lail Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)