{5} Al-Maidah / المائدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأعراف / Al-A’raf {7} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am الأنعام (Binatang Ternak) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 6 Tafsir ayat Ke 71.
قُلْ أَنَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا وَنُرَدُّ عَلَىٰ أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللَّهُ كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الْأَرْضِ حَيْرَانَ لَهُ أَصْحَابٌ يَدْعُونَهُ إِلَى الْهُدَى ائْتِنَا ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۖ وَأُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٧١﴾
qul a nad’ụ min dụnillāhi mā lā yanfa’unā wa lā yaḍurrunā wa nuraddu ‘alā a’qābinā ba’da iż hadānallāhu kallażistahwat-husy-syayāṭīnu fil-arḍi ḥairāna lahū aṣ-ḥābuy yad’ụnahū ilal-huda`tinā, qul inna hudallāhi huwal-hudā, wa umirnā linuslima lirabbil-‘ālamīn
QS. Al-An’am [6] : 71
Katakanlah (Muhammad), “Apakah kita akan memohon kepada sesuatu selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kita, dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, setelah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di bumi, dalam keadaan kebingungan.” Kawan-kawannya mengajaknya ke jalan yang lurus (dengan mengatakan), “Ikutilah kami.” Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya); dan kita diperintahkan agar berserah diri kepada Tuhan seluruh alam,
Katakan wahai Rasul kepada orang-orang musyrikin, “Apakah kami menyembah selain Allah dalam bentuk berhala-berhala yang tidak bisa memberi manfaat dan mudharat? Lalu kami kembali kepada kekufuran setelah Allah memberi hidayah kepada kami kepada Islam. Maka kami (bila kembali kepada kekufuran) seperti orang yang rusak akalnya karena gangguan setan kepadanya, sehingga dia tersesat di muka bumi. Dia mempunyai kawan-kawan mukmin yang berakal yang mengajaknya ke jalan yang benar yang mereka lalui, namun dia menolaknya.” Katakan wahai Rasul kepada orang-orang musyrikin, “Sesungguhnya hidayah dimana Allah mengutusku dengannya adalah hidayah yang haq, dan kami semua diperintahkan agar berserah diri kepada Allah, Rabb alam raya dengan menyembah-Nya semata tiada sekutu bagi-Nya. Dia adalah Rabb segala sesuatu dan pemiliknya.”
As-Saddi mengatakan bahwa orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang muslim, “Ikutilah kami, dan tinggalkanlah agama Muhammad itu.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah, “Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang. (Al An’am:71) Yakni kembali kepada kekafiran. sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita. (Al An’am:71) Yang akibatnya perumpamaan kita sama dengan orang yang disesatkan oleh setan di tanah yang mengerikan. Dikatakan bahwa perumpamaan kalian —jika kalian kembali kepada kekafiran sesudah kalian beriman— sama halnya dengan seorang lelaki yang berangkat bersama suatu kaum dalam suatu perjalanan, dan ternyata ia tersesat, lalu setan datang menyesatkannya di tempat ia tersesat sehingga ia kebingungan, padahal teman-temannya berada di jalan yang sebenarnya. Lalu teman-temannya menyerunya agar ia bergabung dengan mereka seraya berkata, “Kemarilah, ikutilah kami!” Tetapi ia tidak mau bergabung dengan mereka. Demikianlah perumpamaan orang yang mengikuti orang-orang kafir sesudah ia mengetahui keadaan Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Sedangkan dalam perumpamaan ini orang yang memanggilnya ke jalan yang benar adalah Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan Islam diserupakan sebagai jalannya.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan. (Al An’am:71) Artinya, disesatkan oleh setan dari jalan yang ditempuhnya, yakni setan membujuknya dari jalan yang ditempuhnya. Pengertian istahwa ini sama dengan lafaz tahwi yang terdapat di dalam firman-Nya: cenderung kepada mereka. (Ibrahim:37)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, “Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita, tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita. (Al An’am:71), hingga akhir ayat. Ungkapan ini merupakan tamsil yang dibuat oleh Allah, ditujukan kepada tuhan-tuhan (sesembahan-sesembahan) dan orang-orang yang menyeru kepadanya, serta orang-orang yang menyeru kepada petunjuk Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Disamakan dengan seorang lelaki yang sesat jalan dalam keadaan kebingungan, tiba-tiba ia mendengar suara yang berseru, “Hai Fulan ibnu Anu, kemarilah, ikutilah jalan ini!” Sedangkan dia mempunyai teman-teman yang juga menyerunya dengan panggilan, “Hai Fulan ibnu Anu, ikutilah jalan kami ini!” Jika dia mengikuti penyeru pertama, maka penyeru pertama itu akan membawanya kepada kebinasaan, dan jika ia mengikuti penyeru yang mengajaknya ke jalan petunjuk, niscaya dia akan memperoleh petunjuk. Seruan seperti ini —yang sering terdengar di padang pasir— disebut gailan (hantu). Hal ini diungkapkan sebagai perumpamaan orang yang menyembah tuhan-tuhan tersebut selain Allah. Karena sesungguhnya dia menduga bahwa dirinya berada dalam suatu pegangan hingga masa kematiannya, maka saat itulah ia akan menghadapi penyesalan dan kebinasaannya. Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: seperti orang yang disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan. (Al An’am:71) Setan-setan tersebut adalah gailan (hantu-hantu) yang memanggil-manggil namanya lengkap dengan nama ayah dan kakeknya, sehingga ia mengikuti suara itu. Karena itu, ia merasa bahwa dirinya mempunyai pegangan. Tetapi pada pagi harinya ternyata dia dilemparkan ke dalam kebinasaan, dan barangkali hantu-hantu itu memakannya atau melemparnya di tanah yang jauh, di mana dia akan binasa karena kehausan. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang menyembah tuhan-tuhan selain Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan, dalam keadaan bingung. (Al An’am:71) Makna yang dimaksud ialah seorang lelaki dalam keadaan bingung, lalu dipanggil-panggil oleh teman-temannya untuk mengikuti jalan mereka. Hal ini merupakan perumpamaan bagi orang yang sesat sesudah mendapat petunjuk.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan, dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan. (Al An’am:71) Bahwa dia adalah orang yang tidak mau memenuhi seruan yang mengajak kepada hidayah Allah, dia orang yang menaati setan dan gemar melakukan maksiat di muka bumi dan menyimpang dari perkara yang hak serta tersesat jauh darinya. Dia mempunyai kawan-kawan yang menyerunya ke jalan hidayah, mereka menduga bahwa apa yang mereka perintahkan kepadanya merupakan petunjuk yang telah dikatakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada kekasih-kekasih-Nya dari kalangan manusia. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya). (Al An’am:71) Sedangkan kesesatan itu adalah yang diserukan jin (setan) kepadanya.
Demikianlah riwayat Ibnu Jarir.
Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan, pengertian ini menunjukkan bahwa teman-temannya menyerukan kepada kesesatan, dan mereka menduga bahwa apa yang mereka serukan itu adalah jalan petunjuk.
Ibnu Jarir mengatakan, pengertian ini bertentangan dengan makna lahiriah ayat, karena sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menceritakan bahwa teman-temannya mengajaknya ke jalan petunjuk, maka mustahil bila hal ini dikatakan sebagai jalan kesesatan. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan tegas menceritakan bahwa hal itu adalah jalan petunjuk.
Pendapat Ibnu Jarir benar, mengingat konteks pembicaraan menunjukkan bahwa orang yang disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan ini berada dalam kebingungan. Lafaz hairana yang ada dalam ayat dinasabkan karena menjadi hal atau kata keterangan keadaan. Dengan kata lain, dalam keadaan kebingungan, kesesatan, dan ketidaktahuannya akan jalan yang harus ditempuhnya, dia mempunyai teman-teman yang berada di jalan yang sedang mereka tempuh. Lalu mereka menyerunya untuk bergabung dengan mereka dan berangkat bersama-sama mereka meniti jalan yang benar. Akan tetapi, dia menolak ajakan mereka dan tidak mau menoleh kepada mereka. Seandainya Allah menghendakinya mendapat petunjuk, niscaya Allah memberinya petunjuk dan mengembalikannya ke jalan yang benar. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk.
Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu:
Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya. (Az Zumar:37)
Jika kamu sangat mengharapkan agar mereka dapat petunjuk, maka sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang yang disesatkan-Nya, dan sekali-kali mereka tiada mempunyai penolong. (An Nahl:37)
Arti firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.
ialah ikhlaslah dalam beribadah kepada-Nya, hanya untuk Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya.
(71) قُلْ “Katakanlah,” wahai Rasulullah kepada orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, yang menyem-bah selainNya bersamaNya, yang mengajakmu kepada agama mereka dengan menjelaskan dan menerangkan keadaan tuhan-tuhan mereka di mana hanya dengan menjelaskan keadaannya sudah cukup bagi orang yang berakal untuk meninggalkannya. Karena setiap orang yang berakal, jika dia membayangkan madzhab orang-orang musyrik, maka dia telah dapat memastikan kebatilan-nya sebelum bukti-buktinya ditampakkan.
اَنَدْعُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَنْفَعُنَا وَلَا يَضُرُّنَا “Apakah kita akan menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita.” Ini adalah kriteria semua yang disembah selain Allah, ia tidak mendatang-kan manfaat dan tidak mendatangkan mudarat, tidak pula memiliki sedikit pun perkara, karena segala urusan ada di Tangan Allah. وَنُرَدُّ عَلٰٓى اَعْقَابِنَا بَعْدَ اِذْ هَدٰىنَا اللّٰهُ “Dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita.” Maksudnya, kami berbalik kepada kesesatan setelah sebelumnya Allah memberikan petunjuk, kepada penyimpangan setelah sebelumnya di atas jalan yang lurus, dan kepada jalan-jalan yang mengantarkan penitinya kepada azab yang pedih setelah sebelumnya berada di atas jalan yang mengantarkannya kepada surga kenikmatan.
Ini adalah keadaan yang tidak diinginkan oleh pemilik akal yang lurus. Pemiliknya كَالَّذِى اسْتَهْوَتْهُ الشَّيٰطِيْنُ فِى الْاَرْضِ “seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan.” Maksud-nya, setan menyesatkannya, membingungkannya dari jalan dan manhajnya yang mengantarkannya kepada tujuannya, maka dia حَيْرَانَ لَهٗٓ اَصْحٰبٌ يَّدْعُوْنَهٗٓ اِلَى الْهُدَىۗ “dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus,” dan setan-setan yang mengajaknya kepada kehancuran, maka dia kebingung-an di antara dua penyeru, dan ini adalah keadaan semua manusia kecuali manusia yang dijaga oleh Allah, mereka mendapati dorongan-dorongan dan seruan-seruan yang saling bertentangan, pada diri mereka ada penyeru kepada agama yang benar, akal yang lurus dan fitrah yang benar; penyeru yang mengajaknya kepada petunjuk dan naik kepada Illiyyin tertinggi.
Ada pula penyeru-penyeru setan dan orang-orang yang mengikuti jalannya serta jiwa yang selalu mengajak kepada kebu-rukan. Mereka itu mengajaknya kepada kesesatan dan terjun kepada derajat paling rendah. Di antara manusia ada orang-orang yang bersama para penyeru kepada petunjuk dalam seluruh perkaranya atau mayoritas darinya. Di antara mereka ada juga yang sebalik-nya. Di antara mereka juga ada orang di mana kedua penyeru itu berimbang dalam dirinya. Kedua pendorong itu saling tarik mena-rik. Dan dalam kondisi ini kamu dapat mengetahui orang-orang yang berbahagia dan orang-orang yang sengsara.
FirmanNya, قُلْ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الْهُدٰىۗ “Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk’.” Maksudnya, petunjuk itu hanyalah jalan yang disyariatkan oleh Allah melalui lisan RasulNya, dan apa yang selainnya adalah kesesatan, kehan-curan, dan kebinasaan. وَاُمِرْنَا لِنُسْلِمَ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ “Dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam,” dengan tunduk kepada (kewajiban) mentauhidkanNya, taat kepada perintah-perintahNya dan (menjauhi) larangan-laranganNya. Kita masuk ke dalam ling-karan ubudiyah, karena ini adalah nikmat terbaik yang Allah beri-kan kepada para hamba dan pendidikan paling sempurna yang dia anugerahkan kepada mereka.
Tuntunan Allah kepada kaum muslim dalam menghadapi kaum musyrik dilanjutkan dalam ayat ini, khususnya ketika menghadapi ajakan mereka untuk kembali kepada ajaran nenek moyang mereka. Katakanlah, wahai nabi Muhammad dan setiap muslim, apakah kita, kaum muslim, akan memohon dan menyembah kepada sesuatu selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan mudarat kepada kita, dan apakah kita akan dikembalikan ke belakang yaitu masa lalu kita sebelum beriman dengan murtad meninggalkan agama islam, setelah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di bumi, dalam keadaan kebingungan’ kemudian kawan-kawannya dari yang telah beriman mengajaknya ke jalan yang lurus dengan mengatakan, tinggalkan penyembahan selain Allah dan ikutilah kami. Namun dia tetap menolak, maka katakanlah, wahai nabi dan kaum muslim, jika itu yang menjadi pilihanmu, maka ketahuilah sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya; dan karena itulah kita diperintahkan agar berserah diri kepada tuhan seluruh alam. Dan kita diperintahkan juga agar melaksanakan salat dengan khusyuk, sempurna syarat dan rukunnya, dan istikamah dalam mengerjakannya, serta bertakwa kepada-Nya. Dan dialah tuhan yang kepada-Nya kamu semua akan dihimpun untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan kamu. Kaum musyrik atau non-Muslim yang mengajak kepada kemurtadan pada ayat di atas dipersamakan dengan setan-setan yang mengganggu, dan orang yang akhirnya murtad dipersamakan dengan orang yang hilang akal atau gila. Ajakan kepada kebenaran di jalan Allah adalah petunjuk yang sebenarnyatuntunan Allah kepada kaum muslim dalam menghadapi kaum musyrik dilanjutkan dalam ayat ini, khususnya ketika menghadapi ajakan mereka untuk kembali kepada ajaran nenek moyang mereka. Katakanlah, wahai nabi Muhammad dan setiap muslim, “apakah kita, kaum muslim, akan memohon dan menyembah kepada sesuatu selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan mudarat kepada kita, dan apakah kita akan dikembalikan ke belakang yaitu masa lalu kita sebelum beriman dengan murtad meninggalkan agama islam, setelah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di bumi, dalam keadaan kebingungan'” kemudian kawan-kawannya dari yang telah beriman mengajaknya ke jalan yang lurus dengan mengatakan, “tinggalkan penyembahan selain Allah dan ikutilah kami. ” namun dia tetap menolak, maka katakanlah, wahai nabi dan kaum muslim, “jika itu yang menjadi pilihanmu, maka ketahuilah sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya; dan karena itulah kita diperintahkan agar berserah diri kepada tuhan seluruh alam. Dan kita diperintahkan juga agar melaksanakan salat dengan khusyuk, sempurna syarat dan rukunnya, dan istikamah dalam mengerjakannya, serta bertakwa kepada-Nya. ” dan dialah tuhan yang kepada-Nya kamu semua akan dihimpun untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan kamu. Kaum musyrik atau non-Muslim yang mengajak kepada kemurtadan pada ayat di atas dipersamakan dengan setan-setan yang mengganggu, dan orang yang akhirnya murtad dipersamakan dengan orang yang hilang akal atau gila. Ajakan kepada kebenaran di jalan Allah adalah petunjuk yang sebenarnya.
Al-An’am Ayat 71 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-An’am Ayat 71, Makna Al-An’am Ayat 71, Terjemahan Tafsir Al-An’am Ayat 71, Al-An’am Ayat 71 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-An’am Ayat 71
Tafsir Surat Al-An’am Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)