{23} Al-Mu’minun / المؤمنون | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الفرقان / Al-Furqan {25} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nur النور (Cahaya) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 24 Tafsir ayat Ke 10.
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ ﴿١٠﴾
walau lā faḍlullāhi ‘alaikum wa raḥmatuhụ wa annallāha tawwābun ḥakīm
QS. An-Nur [24] : 10
Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu (niscaya kamu akan menemui kesulitan). Dan sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat, Mahabijaksana.
Andaikata tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas diri kalian wahai orang-orang yang beriman dengan syariat tersebut untuk para suami dan istri, niscaya Dia akan menimpakan kepada pihak yang berdusta dalam tuduhan-tuduhannya apa yang dia ucapkan dalam doa kecelakaan atas dirinya sendiri. Sesungguhnya Alah Maha menerima taubat bagi para hamba-Nya yang bertaubat lagi Maha Bijaksana dalam syariat dan pengaturan-Nya.
Allah menyebutkan belas kasihan-Nya terhadap makhluk-Nya dalam menetapkan hukum syariat bagi mereka, yaitu memberikan jalan keluar dan pemecahan dari kesempitan yang mengimpit diri mereka. Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Dan andaikata tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas diri kalian.
tentulah kalian berdosa dan tentulah kalian akan mengalami banyak kesulitan dalam urusan-urusan kalian.
dan (andaikata) Allah tidak Penerima Tobat.
kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun hal itu sesudah sumpah yang berat.
lagi Mahabijaksana.
dalam menetapkan syariat-Nya dan dalam menetapkan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang-Nya. Banyak hadis yang menyebutkan anjuran mengamalkan ayat ini, kisah latar belakang penurunannya, dan berkenaan dengan siapa saja ayat ini diturunkan dari kalangan para sahabat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Mansur, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kalian terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. (An Nuur:4) Sa’d ibnu Ubadah (pemimpin orang-orang Ansar) bertanya, “Apakah memang demikian ayat tersebut diturunkan?” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Hai golongan orang-orang Ansar, tidakkah kalian dengar apa yang telah dikatakan oleh pemimpin kalian?” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, janganlah engkau cela dia, karena sesungguhnya dia adalah seorang lelaki pencemburu. Demi Allah, tidak sekali-kali dia mengawini seorang wanita, melainkan perawan, dan tidak sekali-kali dia menceraikan istrinya, lalu ada seseorang lelaki yang berani mengawini bekas istrinya itu, karena kecemburuannya yang sangat.”
Maka Sa’d berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya batin saya meyakini bahwa ayat itu adalah hak (benar), dan bahwa ia diturunkan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Tetapi saya merasa heran (saat mendengarnya), bahwa seandainya saya menjumpai istri saya berbuat khianat dengan seorang lelaki, maka saya tidak diperbolehkan mengusiknya dan tidak boleh pula menyingkirkannya sebelum mendatangkan empat orang saksi (laki-laki). Demi Allah, sesungguhnya sebelum saya mendatangkan empat orang saksi itu, si lelaki durjana itu pasti sudah melampiaskan nafsunya.”
Tidak lama kemudian Hilal ibnu Umayyah, salah seorang di antara tiga orang Ansar yang diterima tobatnya (karena tidak ikut Perang Tabuk pent.) datang dari kebunnya di waktu isya. Dan ternyata ia menjumpai istrinya sedang berbuat serong dengan seorang lelaki. Dia melihat dengan dua mata kepalanya dan mendengar dengan kedua telinganya (dari pemandangan yang disaksikannya itu), dan ia tidak dapat mengusik lelaki itu.
Pada keesokan harinya ia datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi malam saya pulang di waktu isya dan saya menjumpai istri saya sedang berbuat serong dengan seorang lelaki. Saya menyaksikan dengan kedua mata kepala saya dan mendengar dengan kedua telinga saya.”
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak suka mendengar berita itu, dan berita itu tidak mengenakkannya. Orang-orang Ansar berkumpul, lalu berkata.”Kami telah dicoba oleh perkataan yang dikemukakan Sa’d ibnu Ubadah kemarin, dan sekarang Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ akan menghukum dera Hilal ibnu Umayyah serta tidak menerima kesaksiannya lagi di kalangan orang-orang.”
Hilal berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku berharap semoga Allah menjadikan jalan keluar buatku.” Hilal berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku melihat keberatan yang menimpa dirimu karena berita yang aku sampaikan, tetapi Allah mengetahui bahwa sesungguhnya aku benar dalam beritaku ini.”
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa demi Allah, saat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hendak memerintahkan agar menjatuhkan hukuman dera terhadap Hilal, tiba-tiba turun wahyu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bila sedang menerima wahyu dapat diketahui melalui roman mukanya yang kelihatan berubah. Maka mereka tidak berani mengganggunya sebelum wahyu selesai diturunkan. Wahyu tersebut adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang menyebutkan: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah. (An Nuur:6)
Setelah wahyu selesai diturunkan, maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Hai Hilal, bergembiralah, sesungguhnya Allah telah memberimu jalan keluar dan penyelesaiannya.
Hilal berkata, “Sesungguhnya aku pun memohon hal itu kepada Tuhanku.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Panggillah istrinya!” Maka mereka memanggil istrinya dan istrinya datang, lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan ayat-ayat tersebut kepada keduanya dan memberitahukan kepada keduanya bahwa azab akhirat jauh lebih keras daripada azab dunia. Maka Hilal berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya ayat ini benar menceritakan perihalnya.” Istri Hilal berkata membela diri, “Dia (suaminya) bohong.”
Rasulullah Saw, bersabda, “Adakanlah sumpah Li’an di antara keduanya.” Lalu dikatakan kepada Hilal, “Bersaksilah kamu.” Maka Hilal mengemukakan persaksiannya dengan mengucapkan sumpah sebanyak empat kali dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dirinya benar dalam dakwaannya.
Ketika sumpahnya menginjak yang kelima, dikatakan kepadanya, “Hai Hilal, bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya azab dunia lebih ringan daripada azab akhirat. Dan sesungguhnya peristiwa ini dapat memastikan azab atas dirimu.” Hilal menjawab, “Demi Allah, Allah tidak akan mengazabku karena tuduhanku kepada istriku ini sebagaimana Dia pun tidak akan menderaku karenanya.”
Maka Hilal tanpa ragu-ragu mengucapkan sumpahnya yang kelima, bahwa laknat Allah akan menimpa dirinya bila ia dusta. Kemudian dikatakan kepada istrinya, “Bersaksilah kamu sebanyak empat kali dengan nama Allah, bahwa sesungguhnya dia (suamimu) termasuk orang-orang yang dusta (dalam tuduhannya).” Dan pada sumpahnya yang kelima dikatakan kepada istri Hilal, “Bertaqwalah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya azab dunia jauh lebih ringan daripada azab akhirat. Dan sesungguhnya peristiwa ini dapat memastikan azab atas dirimu.” Maka dia diam sejenak dan hampir saja mengaku, kemudian dia berkata, “Demi Allah aku tidak akan mempermalukan kaumku.” Maka ia menyatakan sumpahnya yang kelima, bahwa murka Allah akan menimpa dirinya jika suaminya benar.
Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceraikan keduanya dan memutuskan bahwa anaknya kelak tidak boleh dinisbatkan kepada ayahnya, dan anaknya tidak boleh disebut anak zina. Barang siapa menuduh ibunya sebagai pezina atau anaknya sebagai anak zina, maka ia dikenai hukuman had (menuduh orang lain berbuat zina). Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memutuskan bahwa dia tidak berhak mendapat rumah tempat tinggal dari Hilal, tidak berhak pula mendapat nafkah darinya, karena keduanya dipisahkan tanpa melalui proses talak dan bukan pula karena suami meninggal dunia. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Jika anak yang dilahirkannya nanti berambut pirang, tidak keriting lagi betisnya kecil, maka anak itu adalah anak Hilal. Dan jika dia melahirkan bayi yang berambut hitam keriting, betisnya berisi, dan pantatnya besar, maka bayi itu berasal dari lelaki yang dituduhkan berbuat zina dengannya.
Ternyata ia melahirkan bayi yang berambut keriting, padat betisnya, dan besar pantatnya. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Seandainya tidak ada sumpah, tentulah aku dan dia berada dalam suatu keadaan.
Ikrimah mengatakan bahwa sesudah dewasa anak tersebut menjadi amir di negeri Mesir, dan ia selalu dipanggil dengan nama ibunya dan tidak dinisbatkan kepada ayahnya.
Abu Daud meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Ali, dari Yazid ibnu Harun dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal, tetapi secara ringkas.
Hadis ini mempunyai syawahid (bukti) yang banyak di dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab lainnya yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang cukup banyak. Antara lain ialah apa yang dikatakan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Addi, dari Hisyam ibnu Hassan, telah menceritakan kepadaku Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Hilal ibnu Umayyah menuduh istrinya berbuat zina dengan Syarik ibnu Sahma di hadapan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Bukti ataukah hukuman dera menimpa punggungmu.
Hilal berkata, “Wahai Rasulullah, apabila seseorang di antara kita melihat istrinya berbuat serong dengan seorang lelaki, apakah dia harus pergi untuk mencari saksi?” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Kemukakanlah buktimu. Jika tidak, maka hukuman dera menimpa punggungmu.
Hilal berkata, “Demi Tuhan yang mengutusmu dengan hak, sesungguhnya saya berkata dengan sebenar-benarnya, dan sungguh Allah pasti akan menurunkan sesuatu yang membebaskan punggungku dari hukuman dera.” Maka turunlah Jibril dengan membawa firman-Nya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yaitu: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina). (An Nuur:6) sampai dengan firman-Nya: jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar (An Nuur:9)
Setelah wahyu selesai diturunkan, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan utusan untuk memanggil keduanya (Hilal dan istrinya). Hilal datang, lalu mengemukakan sumpahnya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah seorang di antara kamu berdua dusta, maka adakah yang mau bertobat di antara kamu berdua?
Kemudian istri Hilal bangkit dan bersumpah. Ketika sumpahnya memasuki yang kelima, mereka menghentikannya dan mengatakan kepadanya bahwa sesungguhnya hal tersebut dapat mengakibatkan azab Allah menimpa pelakunya.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu istri Hilal terdiam dan menundukkan kepalanya, sehingga kami mengira bahwa dia akan mengakui perbuatannya. Kemudian ia berkata, “Aku tidak akan membuat malu kaumku di masa mendatang.” Lalu ia mengemukakan sumpahnya yang kelima. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Perhatikanlah oleh kalian, jika dia melahirkan bayi yang bermata jeli, berpantat besar, dan berbetis padat, maka bayi itu adalah hasil hubungannya dengan Syarik ibnu Sahma.
Ternyata dia melahirkan anak dengan ciri-ciri seperti yang dikatakan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
“Seandainya tidak ada ketentuan dari Kitabullah, tentulah aku dan dia (istri Hilal) berada dalam suatu keadaan.”
Hadis ini diriwayatkan secara tunggal oleh Imam Bukhari melalui jalur ini. Selain Imam Bukhari ada pula yang meriwayatkannya melalui jalur lain dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Az-Ziyadi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu kulaib, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa pernah ada seorang lelaki datang menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu menuduh istrinya berbuat zina dengan seorang lelaki. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak suka mendengar berita itu, sedangkan si lelaki tersebut mengulang-ulang pengaduannya, hingga turunlah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina). (An Nuur:6) Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan ayat berikut ini dengan selanjutnya, lalu beliau memerintahkan agar keduanya dipanggil untuk membawa pesannya bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu yang berkenaan dengan masalah mereka berdua. Lelaki itu dipanggil, lalu dibacakan kepadanya ayat-ayat ini. Maka ia menyatakan sumpahnya dengan nama Allah sebanyak empat kali, bahwa sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar. Kemudian lelaki itu dibungkam mulutnya atas perintah dari Rasulullah, dan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menasihatinya, “Segala sesuatu lebih ringan baginya daripada laknat Allah.” Kemudian lelaki itu dilepaskan dan bersabdalah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Laknat Allah atas lelaki itu jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.” Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil istrinya dan membacakan kepadanya ayat-ayat tersebut. Maka ia bersumpah dengan menyebut nama Allah sebanyak empat kali, bahwa sesungguhnya suaminya termasuk orang-orang yang dusta. Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar mulut perempuan itu dibungkam, lalu diberinya nasihat “Celakalah kamu, segala sesuatu itu lebih ringan daripada murka Allah.” Lalu dilepaskan dan perempuan itu menyatakan sumpahnya, bahwa murka Allah atas dirinya jika suaminya termasuk orang-orang yang benar. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Ingatlah, demi Allah, aku sungguh-sungguh akan memutuskan peradilan di antara kamu berdua dengan keputusan yang pasti. Maka wanita itu melahirkan anaknya, dan ternyata tiada seorang bayi pun di Madinah yang lebih besar daripada bayi perempuan tersebut. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Jika dia melahirkan bayi yang berciri khas anu dan anu, maka itu adalah hasil hubungannya dengan suaminya. Dan jika dia melahirkan bayi seperti anu dan anu, berarti hasil hubungannya dengan lelaki lain.” Ternyata bayi itu mirip dengan lelaki yang dituduh berbuat mesum dengannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Sa’id ibnu Jubair ketika ditanya mengenai dua orang (suami istri) yang saling melaknat (sumpah li’an), apakah keduanya dipisahkan. Peristiwa itu terjadi di masa pemerintahan Ibnuz Zubair. Sa’id ibnu Jubair tidak mengetahui apa yang harus ia jawab, maka ia bangkit menuju ke rumah Ibnu Umar dan bertanya kepadanya, “Hai Abu Abdur Rahman, apakah dua orang yang saling melaknat (sumpah li’an) dipisahkan?” Ibnu Umar menjawab, “Mahasuci Allah, sesungguhnya orang yang mula-mula menanyakan masalah tersebut adalah Fulan bin Fulan.” Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, bahwa si Fulan tersebut bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang seorang lelaki yang melihat istrinya sedang melakukan perbuatan keji (zina). Jika lelaki itu berbicara, berarti ia mengatakan suatu perkara yang besar, dan jika dia diam, berarti dia mendiamkan suatu perkara yang besar.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diam dan tidak menjawabnya, kemudian lelaki itu pergi. Di lain waktu lelaki itu datang kembali menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu berkata kepadanya, “Masalah yang pernah saya tanyakan kepada engkau benar-benar menimpa diri saya.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan beberapa ayat dalam surat An-Nur, dimulai dari firman-Nya: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina). (An Nuur:6) sampai dengan firman-Nya: dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (An Nuur:9) Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memulai dari pihak laki-laki. Untuk itu beliau menasihatinya, mengingatkannya kepada Allah, dan memberitahukan kepadanya bahwa azab dunia itu lebih ringan dibandingkan dengan azab akhirat. Lelaki itu menjawab, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, saya tidak berdusta.” Kemudian perhatian beliau beralih kepada pihak wanita. Beliau menasihatinya, mengingatkannya kepada Allah, dan memberitahukan kepadanya bahwa azab dunia jauh lebih ringan daripada azab akhirat. Maka pihak wanita menjawab, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, sesungguhnya suaminya itu dusta.” Pihak laki-laki dipersilakan untuk memulai menyatakan sumpahnya sebanyak empat kali dengan menyebut nama Allah, bahwa sesungguhnya dirinya termasuk orang-orang yang benar. Dan dalam sumpahnya yang kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah menimpa dirinyajika ia termasuk orang-orang yang dusta. Kemudian pihak wanita menyatakan sumpahnya. Ia mengemukakan sumpah sebanyak empat kali dengan menyebut nama Allah, bahwa sesungguhnya suaminya itu termasuk orang-orang yang dusta (dalam tuduhannya). Dan dalam sumpahnya yang kelima ia menyatakan bahwa murka Allah akan menimpa dirinyajika suaminya termasuk orang-orang yang benar. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memisahkan di antara keduanya.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman dengan sanad yang sama. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Hammad,.telah menceritakan kepada kami Abu Uwanah, dari Al-Amasy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu kami pernah duduk di petang hari Jumat di dalam masjid, lalu ada seorang lelaki dari kalangan Ansar berkata, “Apabila seseorang di antara kita melihat ada lelaki lain bersama istrinya (sedang berbuat zina), maka jika dia membunuh lelaki itu, kalian tentu akan membunuhnya, dan jika ia berbicara, tentu kalian akan menderanya, dan jika dia diam, maka terpaksa ia memendam rasa amarahnya. Demi Allah, jika keesokan hari aku dalam keadaan sehat, sungguh aku akan bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” Maka lelaki itu bertanya dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya seseorang di antara kami bila melihat seorang lelaki sedang berbuat zina bersama istrinya, jika dia membunuh lelaki itu, tentulah kamu membunuhnya, dan jika ia berbicara, tentu kamu menderanya, dan jika ia diam, tentu ia diam dengan memendam kemarahan. Ya Allah, berilah keputusan hukum.” Maka turunlah ayat li’an, dan lelaki yang bertanya itu adalah orang yang mula-mula mendapat cobaan kasus tersebut. Imam Muslim meriwayatkannya secara tunggal, ia meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sulaiman ibnu Mahran Al-A’masy dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa’d, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Sahi ibnu Sa’d yang mengatakan bahwa Uwaimir datang kepada Asim ibnu Addi, lalu berkata kepadanya, “Tanyakanlah kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bagaimanakah pendapatnya tentang seorang lelaki yang menjumpai lelaki lain berbuat zina bersama istrinya, lalu lelaki itu membunuhnya. Apakah ia dihukum mati karenanya, ataukah ada cara lain yang harus dilakukannya?” Asim menanyakan masalah itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tetapi beliau mencela orang yang mengajukan pertanyaan tersebut. Ketika Asim ditemui oleh Uwaimir, maka Uwaimir bertanya, “Apakah yang telah engkau lakukan dengan pesanku?” Asim menjawab, “Kamu tidak membawa kebaikan kepadaku. Sesungguhnya aku telah menanyakan masalah itu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tetapi beliau mencela pertanyaan tersebut.” Uwaimir berkata, “Demi Allah, sungguh aku akan datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk menanyakan masalah ini kepadanya.” Ia datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan menjumpainya dalam keadaan telah diturunkan wahyu mengenai masalahnya itu. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil keduanya dan mengadakan sumpah li’an di antara keduanya. Lalu Uwaimir berkata, “Wahai Rasulullah, jika saya pulang dengan membawanya, berarti saya dusta terhadapnya.” Maka Uwaimir menceraikannya sebelum diperintahkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Selanjutnya hal tersebut menjadi suatu ketetapan bagi dua orang yang terlibat dalam sumpah li’an. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Perhatikanlah oleh kalian wanita itu, jika dia melahirkan bayi yang berkulit hitam, bermata lebar, berpantai besar, maka tiada lain menurutku Uwaimir benar. Dan jika dia melahirkan bayi yang berkulit kemerah-merahan seakan-akan seperti wahrah, maka tiada lain menurutku dia dusta. Ternyata ia melahirkan bayinya seperti yang disebutkan dalam sifat yang tidak disukai.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya, juga Jama’ah lainnya kecuali Imam Turmuzi. Imam Bukhari meriwayatkannya pula melalui berbagai jalur dari Az-Zuhri dengan sanad yang samar. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud Abur Rabi’, telah menceritakan kepada kami Falih, dari Az-Zuhri, dari Sahi ibnu Sa’d, bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu tentang masalah seorang lelaki yang melihat lelaki lain bersama istrinya (berbuat zina), apakah dia boleh membunuhnya, yang tentunya kalian akan membunuhnya pula, atau bagaimanakah seharusnya yang ia lakukan?” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan wahyu berkenaan dengan keduanya, yaitu ayat tentang sumpah li’an. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya Allah telah memutuskan (hukum) mengenai dirimu dan istrimu. Maka keduanya menyatakan sumpah li’an-nya, sedangkan saya menyaksikan peristiwa itu di hadapan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceraikan (memisahkan) keduanya. Sejak saat itu merupakan suatu ketentuan, bila ada orang yang saling bersumpah li’an dipisahkan untuk selama-lamanya. Kemudian wanita yang terlibat mengandung, dan bekas suaminya mengingkarinya, maka anaknya itu dipanggil dengan dinisbatkan kepada ibunya. Kemudian ketentuan ini berlaku pula dalam hal waris mewaris, si anak mewarisi ibunya dan si ibu mewarisi anaknya sesuai dengan pembagian yang telah ditetapkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى baginya.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami lshaq ibnud Daif, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abu Ishaq, dari ayahnya, dari Zaid ibnu Bati’, dari Huzaifah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada Abu Bakar, “Seandainya kamu melihat Ummu Ruman (istri Abu Bakar) bersama seorang lelaki, apakah yang akan kamu lakukan?” Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku akan melakukan perbuatan yang buruk terhadapnya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya (kepada Umar), “Dan kamu, hai Umar, apakah yang akan kamu lakukan?” Umar menjawab, “Demi Allah, aku akan melakukan hal yang sama. Aku berpendapat bahwa semoga Allah melaknat lelaki yang lemah (tidak pencemburu), karena sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang jahat (buruk).” Maka turunlah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina) padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri. (An Nuur:6)
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui ada seseorang yang me-musnad-kan hadis ini selain An-Nadr ibnu Syamil, dari Yunus ibnu Ishaq. Kemudian Al-Bazzar meriwayatkannya melalui hadis As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Zaid ibnu Bati’ secara mursal. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Abu Muslim Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Makhlad ibnul Husain, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya mula-mula terjadinya sumpah li’an dalam Islam adalah karena Syarik ibnu Sahma. Ia dituduh oleh Hilal ibnu Umayyah melakukan perbuatan zina dengan istrinya, lalu Hilal melaporkannya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Datangkanlah empat orang saksi laki-laki atau punggungmu terkena hukuman had.” Hilal berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah mengetahui bahwa diriku benar, dan sesungguhnya Allah pasti akan menurunkan kepadamu wahyu yang membebaskan punggungku dari hukuman dera.” Maka Allah menurunkan ayat li’an, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina). (An Nuur:6), hingga akhir ayat li’an. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil Hilal, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku bersaksi kepada Allah, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang benar dalam tuduhan yang kamu lancarkan terhadap istrimu, bahwa dia telah berbuat zina. Maka Hilal menyatakan sumpah li’an-nya sebanyak empat kali (dengan menyebut nama Allah). Kemudian dalam sumpahnya yang kelima Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadanya: Dan laknat Allah atas dirimu jika kamu termasuk orang-orang yang dusta dalam tuduhan zina yang kamu lancarkan terhadap istrimu. Maka Hilal mengucapkan apa yang dikatakan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil istri Hilal dan bersabda kepadanya: Berdirilah dan bersaksilah (bersumpahlah) kamu dengan menyebut nama Allah, bahwa sesungguhnya suamimu itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta dalam tuduhan zina yang dia lancarkan terhadap dirimu. Maka si istri menyatakan sumpah tersebut sebanyak empat kali. Kemudian dalam sumpahnya yang kelima Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadanya: Dan murka Allah atas dirimu jika suamimu termasuk orang-orang yang benar dalam tuduhan zina yang dilancarkannya terhadapmu. Ketika tiba pada sumpahnya yang keempat atau yang kelima, ia berhenti dan diam sejenak sehingga orang-orang menduga bahwa ia akan mengakui perbuatannya secara jujur. Tetapi ternyata ia berkata, “Aku tidak akan mempermalukan kaumku di masa mendatang.” Dan ia melakukan apa yang ditekadkannya. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memisahkan di antara keduanya, dan bersabda: Perhatikanlah oleh kalian, jika dia melahirkan bayi yang berambut keriting, berbetis padat, maka dia adalah anak Syarik ibnu Sahma. Dan jika dia melahirkan bayi yang berkulit putih, berperawakan sedang, bermata tidak lebar, maka ia adalah anak Hilal ibnu Umayyah. Ternyata dia melahirkan bayi yang berambut keriting dan berbetis padat. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Seandainya tidak diturunkan wahyu Kitabullah mengenai keduanya, tentulah aku dan dia berada dalam keadaan yang lain.
{وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ}”Dan andaikata tidak ada karunia Allah dan rahmatNya atas dirimu, dan (andaikata) Allah (bukan) Penerima Taubat lagi Mahabijaksana,” jawaban dari syarat itu tersembunyi. Ia sudah ditunjukkan oleh konteks pembicaraan, yakni, “Aku akan menimpakan kepada salah seorang yang telah berdusta dari keduanya sesuatu yang telah mereka doakan atas dirinya”. Dan berkat rahmat Allah dan karuniaNya, terdapat pe-netapan hukum li’an ini khusus untuk suami istri, karena memang sangat dibutuhkan.
Allah telah menerangkan kengerian praktik zina, dan kebe-jatannya serta buruknya menuduh orang lain berzina, dan Allah telah mensyariatkan bertaubat dari dosa besar ini dan dari dosa yang lain.
8-10. Usai menjelaskan langkah yang harus ditempuh oleh suami jika menuduh istrinya berzina, Allah lalu memberi kesempatan bagi istri untuk menunjukkan kesuciannya dan kedustaan tuduhan sang suami. Bila istri tidak membantah tuduhan suami maka ia dianggap bersalah dan berhak dijatuhi hukuman zina. Dan istri itu terhindar dari hukuman zina apabila dia bersumpah empat kali atas nama Allah dalam sumpahnya bahwa dia, yaitu suaminya, benar-benar termasuk orang-orang yang berdusta dalam tuduhannya, dan sumpah yang kelima bahwa kemurkaan Allah akan menimpanya, yaitu istri, jika dia, yaitu suami, itu termasuk orang yang berkata benar. Dan seandainya bukan karena karunia Allah yang menurunkan Al-Qur’an dan rahmat-Nya dalam menerima tobat hamba-Nya dan menetapkan hukum yang bijaksana kepadamu, niscaya kamu akan menemui kesulitan. Dan sesungguhnya Allah maha penerima tobat, mahabijaksana. 11. Beralih dari penjelasan hukum li”n, Allah lalu mengisahkan salah satu kasus yang menimpa keluarga nabi, yang lazim disebut ‘ad’ al-ifk (berita bohong). Ayat ini mengecam mereka yang tanpa bukti menuduh ‘aisyah berbuat zina dengan ‘afw’n bin mu’a”al. Sesungguhnya orang-orang yang membawa dan dengan sengaja menyebarluaskan berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu mengi-ra berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu karena kamu dapat membedakan siapa yang munafik dan siapa mukmin sejati. Setiap orang dari mereka yang menyebarkan berita bohong tersebut akan mendapat balasan sesuai kadar dari dosa yang diperbuatnya. Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dari dosa yang diperbuatnya, yakni orang yang menjadi sumber utama berita bohong itu, dia mendapat azab yang besar di akhirat nanti.
An-Nur Ayat 10 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nur Ayat 10, Makna An-Nur Ayat 10, Terjemahan Tafsir An-Nur Ayat 10, An-Nur Ayat 10 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nur Ayat 10
Tafsir Surat An-Nur Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)