Kajian Umdatul Ahkam
Hadist ke-25
Dari Ali radhiyallahu anhu dia berkata :
كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ
“Aku adalah lelaki yang sering keluar air madzinya dan aku malu menanyakan itu kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam karena putrinya adalah istriku. Lalu aku menyuruh Miqdad bin Aswad. Ia pun menanyakan. Beliau bersabda: “Hendaknya ia membasuh kemaluannya lalu berwudhu.”
[HR. Bukhari 269 dan Muslim 303]
Faidah :
1. Madzi adalah najis dan wajib membersihkanya.
2. Madzi termasuk pembatal wudhu karena ia keluar dari salah satu dua jalur.
3. Wajibnya mencuci kemaluan.
4. Menjadi ijma’ ulama bahwa tidak wajib mandi karena madzi.
5. Harus menggunakan air dalam memberaihkan madzi.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata :
“Adapun madzi cukup dipercikkan air yaitu meratakan tempat yang terkena madzi tanpa memerasnya ataupun mengeroknya, demikian juga wajib untuk mencuci kemaluannya.”
Materi Kajian | Umdatul Ahkam |
Pemateri | Ustadz Abu Hanan Abdullah Amir Maretan |
Tempat | Masjid Besar Kaum Ujung Berung Bandung |
Waktu | 23 November 2019 |
Penyelenggara | FKII / Yayasan Daar Al Atsar Indonesia |
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)