{7} Al-A’raf / الأعراف | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | التوبة / At-Taubah (Al-Bara’ah) {9} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Anfal الأنفال (Harta Rampasan Perang) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 8 Tafsir ayat Ke 41.
۞ وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٤١﴾
wa’lamū annamā ganimtum min syai`in fa anna lillāhi khumusahụ wa lir-rasụli wa liżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wabnis-sabīli ing kuntum āmantum billāhi wa mā anzalnā ‘alā ‘abdinā yaumal-furqāni yaumaltaqal jam’ān, wallāhu ‘alā kulli syai`ing qadīr
QS. Al-Anfal [8] : 41
Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Wahai orang-orang yang beriman, ketahuilah sesungguhnya ghanimah yang kalian peroleh dari musuh kalian dengan berperang di jalan Allah, empat perlimanya adalah untuk kalian yang ikut dalam peperangan. Sementara seperlima sisanya dibagikan kepada lima golongan; pertama, untuk Allah dan Rasul-Nya yang dipergunakan untuk kemashlahatan muslimin secara umum. Kedua, untuk kerabat Rasulullah , yaitu Bani Hasyim dan Bani Muththalib, mereka mendapat bagian sebagai pengganti sedekah karena sedekah diharamkan atas mereka. Ketiga, untuk anak-anak yatim yang ditinggal mati bapaknya sebelum mencapai usia baligh. Keempat, untuk orang-orang miskin yang tidak memiliki kecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan kelima, untuk musafir yang kehabisan bekal. (Yang demikian itu) jika kalian beriman kepada keesaan Allah dan taat kepada-Nya, serta meyakini apa yang telah diturunkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad , yaitu ayat-ayat, bantuan, dan pertolongan pada hari furqan (hari pemisah antara yang hak dan yang batil) pada perang Badar, hari bertemunya dua pasukan; mukminin dan musyrikin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, tiada sesuatu pun yang mampu melemahkan-Nya.
Allah menjelaskan rincian apa yang disyariatkan-Nya khusus buat umat yang dimuliakan ini dan yang tidak terdapat di dalam syariat umat-umat sebelumnya, yaitu Allah telah menghalalkan ganimah untuk mereka.
Ganimah ialah harta benda yang diperoleh dari orang-orang kafir melalui peperangan, sedangkan harta fai ialah harta yang diperoleh dari mereka bukan dengan jalan perang, misalnya sejumlah harta yang telah disepakati oleh mereka untuk diserahkan kepada kaum muslim berdasarkan perjanjian, atau mereka mati, sedangkan ahli warisnya tidak ada, dan jizyah serta kharraj, dan lain-lainnya. Demikianlah menurut mazhab Imam Syafi’i dan sejumlah ulama Salaf dan Khalaf
Sebagian ulama ada yang memutlakkan pengertian harta fai, yang berarti ganimah pun termasuk ke dalam pengertiannya. demikian pula sebaliknya. Karena itulah Qatadah berpendapat bahwa ayat ini memansukh salah satu ayat dalam surat Al-Hasyr yang mengatakan:
Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk kaum kerabatnya. (Al Hasyr:7, hingga akhir ayat)
Qatadah mengatakan bahwa surat Al-Anfal ayat 41 ini menasakh surat Al-Hasyr ayat 7, dan ganimah itu dibagi menjadi lima bagian: Empat perlimanya buat para Mujahidin, sedangkan yang seperlimanya buat mereka yang disebutkan dalam ayat ini.
Pendapat yang diketengahkan oleh Qatadah ini jauh dari kebenaran, mengingat ayat ini diturunkan sesudah Perang Badar, sedangkan ayat surat Al-Hasyr diturunkan berkenaan dengan Bani Nadir. Dan semua ahli sejarah dan tarikh magazi tidak ada yang memperselisihkan bahwa perang dengan Bani Nadir terjadi sesudah Perang Badar. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak diragukan lagi.
Orang yang berpendapat membedakan antara fai dan ganimah mengatakan bahwa surat Al-Hasyr ayat 7 diturunkan berkenaan dengan harta fai, sedangkan surat Al-Anfal ayat 41 diturunkan berkenaan dengan ganimah. Dan orang yang menyamakan antara ganimah dan fai merujuk kepada pendapat imam. bahwa tidak ada pertentangan antara ayat 7 surat Al-Hasyr dan masalah takhmis (ganimah), jika imam menyamakannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlimanya untuk Allah.
Ungkapan ayat ini mengandung makna taukid yang mengukuhkan pembagian lima, baik yang dibaginya itu sedikit ataupun banyak. sehingga jangan terlewatkan barang sekecil apa pun, seperti jarum dan benangnya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman dalam ayat yang lain:
Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang di-khianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan setimpal) sedangkan mereka tidak dianiaya. (Ali Imran:161)
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul
Para ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan tafsir ayat ini, sebagian berpendapat bahwa dari seperlima itu Allah beroleh bagian yang dananya diberikan untuk (pemeliharaan) Ka’bah.
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’, dari Abul Aliyah Ar-Rayyahi yang mengatakan bahwa ganimah diserahkan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu beliau membaginya menjadi lima bagian empat perlimanya buat orang-orang yang ikut berperang. Kemudian beliau mengambil yang seperlimanya dengan meletakkan tangannya pada bagian itu.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil sebagian dari bagiannya itu segenggam tangannya, kemudian memperuntukkannya buat Ka’bah: apa yang beliau ambil itu merupakan bagian Allah. Setelah itu beliau membagi yang tersisa menjadi lima bagian, yaitu untuk dirinya, untuk kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan Ibnu sabil.
Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa dalam permulaan ayat ini disebutkan nama Allah untuk tabarruk, lalu menyusul bagian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw apabila mengirimkan suatu pasukan lalu pasukan itu memperoleh ganimah, maka beliau membaginya menjadi lima bagian. Kemudian beliau membagi yang seperlimanya itu menjadi lima bagian lagi. Lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman-Nya:
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul.
Kalimat ‘sesungguhnya seperlimanya untuk Allah’ merupakan pendahuluan, sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain yaitu:
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. (Al Baqarah:284)
Bagian yang diperuntukkan buat Allah dan Rasul-Nya dijadikan satu. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha’i, Al-Hasan ibnu Muhammad ibnul Hanafilah. Al-Hasan Al-Basri, Asy-Sya’bi, Ata ibnu Abu Rabah, Abdullah ibnu Buraidah, Qatadah, Mugirah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa bagian untuk Allah dan Rasul-Nya dijadikan satu.
Hal ini diperkuat oleh riwayat Abu Bakar Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih:
dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari seorang lelaki yang mengatakan bahwa ia datang menghadap Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang sedang berada di Wadil Qura. Saat itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang mengendarai kudanya. Lalu ia bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu tentang harta rampasan perang (ganimah)?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Seperlimanya untuk Allah, sedangkan yang empat perlimanya untuk pasukan.” Ia bertanya, “Apakah ada seseorang yang lebih diutamakan daripada yang lainnya?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Tidak, dan tidak pula terhadap bagian yang engkau keluarkan dari kantongmu. Engkau bukanlah orang yang lebih berhak terhadapnya daripada saudara semuslimmu.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa. telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Aban dari Al Hasan yang mengatakan bahwa Al Hasan mewasiatkan seperlima dari harta bendanya dan ia mengatakan, “Tidakkah aku rela terhadap sebagian dari hartaku seperti apa yang direlakan oleh Allah bagi diri-Nya.”
Kemudian orang-orang yang berpendapat demikian berselisih pendapat pula. Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ganimah itu dibagi menjadi lima bagian: Empat perlimanya dibagikan di antara orang-orang yang terlibat dalam peperangan, sedangkan yang seperlimanya dibagi menjadi empat. Seperempatnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan bagian yang untuk Allah dan Rasul-Nya adalah untuk kaum kerabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sedangkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sendiri tidak mengambil sesuatu pun dari seperlima itu.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar Al-Minqari. telah menceritakan kepada kami Abdul Waris ibnu Sa’id, dari Husain Al-Mu’allim, dari AbdulIIah ibnu Buraidah sehubungan dengan makna firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berikut ini:
Ketahuilah. sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang. maka sesungguhnya seperlima untuk Allah. Rasul.
Bahwa bagian untuk Allah berarti untuk Nabi-Nya, dan bagian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah untuk istri-istrinya.
Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman telah meriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah yang mengatakan bahwa khumus (bagian seperlima) Allah dan Rasul-Nya adalah satu. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dapat mengambil dan dapat berbuat terhadapnya menurut apa yang dikehendakinya. Pengertian ini lebih umum dan lebih mencakup, yaitu bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ men-tasarruf-kan (menggunakan) bagian Allah yang dari seperlima ini menurut apa yang disukainya. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ boleh mengembalikannya kepada umatnya menurut apa yang beliau sukai.
Pendapat ini diperkuat oleh riwayat Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ishak ibnu Isa. telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy. dari Abu Bakr ibnu Abdullah Ibnu Abu Maryam, dari Abu Salam al-A’raj dari Madani ibnu Ma’di kariba al Kindi bahwa ia duduk bersama Ubadah ibnus Samit, Abu Darda, Al-Haris ibnu Abu Mu’awiyah Al-Kindi, lalu mereka berbincang-bincang mengenai hadis Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Abu Darda berkata kepada Ubadah, “Hai Ubadah, bagaimanakah sabda Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam perang anu dan anu sehubungan dengan harta rampasan yang dibagi lima?” Ubadah menjawab, bahwa sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan salat bersama mereka dalam suatu peperangan dengan mengesampingkan sejumlah ternak unta hasil ganimah. Setelah bersalam, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil sehelai bulu unta dengan kedua jarinya, lalu bersabda: Sesungguhnya ini termasuk ganimah kalian. Dan sesungguhnya tiada hakku padanya melainkan seperti bagianku bersama kalian yaitu seperlimanya, dan seperlimanya akan dikembalikan kepada kalian. Maka tunaikanlah (kumpulkanlah) barang sebesar jarum dan benangnya, baik yang lebih besar daripada itu atau yang lebih kecil daripadanya, dan janganlah kalian melakukan penggelapan. Karena sesungguhnya menggelapkan hasil ganimah itu merupakan cela dan neraka yang akan menimpa pelakunya di dunia dan akhirat. Dan berjihadlah melawan orang-orang demi membela Allah, baik terhadap kerabat ataupun orang lain. Janganlah kalian pedulikan celaan orang-orang yang mencela dalam Allah dalam membela Allah. Tegakkanlah batasan-batasan Allah dalam perjalanan dan dalam keadaan berada di tempat. Dan berjihadlah karena Allah, karena sesungguhnya jihad itu merupakan salah satu pintu surga yang besar, dengan jihad Allah menyelamatkan (kaum mukmin) dari kesusahan dan kesengsaraan.
Hadis ini sangat baik, dan saya tidak menjumpainya pada sesuatu pun dari kitab Sittah melalui jalur ini. Tetapi Imam Ahmad meriwayatkan pula —juga Abu Daud dan Imam Nasai— melalui hadis Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Abdullah ibnu Amr), dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hal yang semisal dalam kisah khumus dan larangan berbuat gulul dalam pembagian ganimah.
Dari Amr ibnu Anbasah, disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ salat dengan mereka sebelum membagi ganimah berupa sejumlah ternak unta. Setelah bersalam, lalu beliau mengambil sehelai bulu unta dan bersabda: Tidak halal bagiku dari ganimah kalian hal seperti ini kecvali hanya seperlima, dan seperlima itu akan dikembalikan kepada kalian.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai.
DahuIu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil bagian-dari ganimah untuk dirinya, lalu beliau memilihnya, baik berupa budak laki-Iaki ataupun budak perempuan atau kuda atau pedang atau lain-lainnya. Demikianlah menurut nas Muhammad ibnu Sirin, Amir Asy-Sya’bi, dan kebanyakan ulama yang mengikuti pendapat mereka berdua.
Imam Ahmad dan Imam Turmuzi yang menilai hasan hadis berikut telah meriwayatkan melalui Ibnu Abbas bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menghadiahkan pedangnya yang diberi nama Zul Fiqar pada hari Perang Badar, yaitu di hari beliau bermimpi melihat apa yang akan terjadi dalam Perang Uhud.
Dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa Siti Safiyyah berasal dari tawanan yang dipilih oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-nya.
Imam Abu Daud pun telah meriwayatkan berikut sanadnya —demikian pula Imam Nasai—, dari Yazid ibnu Abdullah yang mengatakan:
“Ketika kami berada di Al-Marbad, tiba-tiba masuklah seorang Lelaki membawa sepotong kulit. Lalu kami membacanya, ternyata di dalamnya tertuliskan kalimat berikut: Dari Muhammad —utusan Allah— ditujukan kepada Zuhair ibnu Aqyasy. Sesungguhnya jika kalian mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, serta kalian mau mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mau menunaikan seperlima dari ganimah, bagian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan bagian yang dipilihnya untuk dirinya, maka kalian dalam keadaan aman berada dalam jaminan keamanan Allah dan Rasul-Nya. Maka kami bertanya kepada lelaki itu.”Siapakah yang menulis (mengimlakan) surat ini” Lelaki menjawab. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”.”‘
Hadis-hadis yang jayyid ini menunjuktan akan ketetapan dan keberadaan pilihan yang dilakukan oleh Nabi Saw terhadap ganimah untuk dirinya. Karena itu, banyak kalangan ulama yang mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu kekhususan bagi diri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ulama lainnya berpendapat bahwa bagian khumus dibelanjakan oieh imam untuk keperluan kemaslahatan kaum muslim, sebagaimana imam men—tasarruf— kan harta fai.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa yang demikian itu merupakan pendapat Imam Malik dan kebanyakan ulama Salaf, dan pendapat inilah yang paling sahih.
Apabila hal ini telah diakui dan diketahui kebenarannya, maka masih diperselisihkan pula perihal apa yang diambil oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari khumus, untuk apakah bagian ini sesudah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiada?
Sebagian ulama mengatakan bahwa bagian tersebut diberikan kepada orang yang menggantikan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sesudah beliau tiada (yakni untuk para khalifah sesudahnya). Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar, Ali, dan Qatadah serta sejumlah ulama, dan sehubungan dengan hal ini terdapat sebuah hadis marfu’ yang menguatkannya.
Ulama lain mengatakan bahwa bagian tersebut dibelanjakan untuk keperluan kemaslahatan kaum muslim. Ada pula ulama yang mengatakan.”Bahkan bagian tersebut dikembalikan untuk asnaf lainnya. Yaitu kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil.” Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ulama lainnya berpendapat bahwa bahkan bagian Nabi SAW bagian kaum kerabatnya dikembalikan untuk anak-anak yatim dan orang-orang miskin serta ibnu sabil. Menurut Ibnu Jarir. Pendapat ini dikatakan oleh sejumlah ulama Irak.
Pendapat lainnya lagi mengatakan, sesungguhnya bagian secara keseluruhan adalah untuk kaum kerabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, seper _ disebutkan di dalam riwayat Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar telah menceritakan kepada kami Al-Minhal ibnu Amr, bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Muhammad ibnu Ali dan dan Ali ibnul Husain tentang bagian khumus. Maka keduanya menjawab bahwa bagian itu untuk kami (ahli bait Nabi Saw ). Ia bertanya kepada Ali Ibnul Husain bahwa bagaimanakah dengan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan:
…anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil
Ali ibnul Husain menjawab, “Ya, buat anak-anak yatim dan orang-orang miskin dari kalangan kami.”
Sufyan As-Sauri, Abu Na’im, dan Abu Usamah telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan ibnu Muhammad ibnul Hanafiyah rahimahullah tentang makna firman-Nya:
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah dan Rasul.
Maka Al-Hasan ibnu Muhammad menjawab, “Ini adalah kunci Kalamullah di dunia dan akhirat.”
Kemudian para ulama berselisih pendapat mengenai kedua bagian ini (yaitu bagian Allah dan Rasul-Nya) sesudah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ wafat. Sebagian berpendapat bahwa bagian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ diserahkan sepenuhnya untuk khalifah sesudahnya. Ulama lainnya mengatakan bahwa hal itu untuk kerabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dan ulama lainnya lagi mengatakan bahwa bagian kaum kerabat diserahkan untuk bagian kerabat khalifah. Tetapi semuanya sependapat bila menjadikan kedua bagian ini untuk keperluan kuda (perang) dan peralatan perang lainnya di jalan Allah. Hal inilah yang dipraktekkan di masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar r.a.
Al-A’masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar menjadikan bagian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk keperluan membeli kendaraan perang dan peralatan senjata. Lalu saya (perawi) bertanya kepada Ibrahim, “Bagaimanakah pendapat Ali tentangnya?'” Ibrahim menjawab, “Dia adalah orang yang paling keras dalam hal ini.” Demikianlah pendapat segolongan besar ulama.
Adapun mengenai bagian kaum kerabat, diberikan kepada Bani Hasyim dan Banil Muttalib, karena Banil Muttalib mendukung Bani Hasyim di masa Jahiliah dan di masa permulaan Islam, sehingga mereka ikut bergabung dengan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di lereng bukit (ketika kaum muslim diisolasi) karena solidaritas mereka kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan demi membelanya. Orang-orang muslim mereka didasari oleh taat kepada Allah, sedangkan orang-orang kafirnya didasari oleh perasaan hamiyah (kefanatikan) kabilah, harga diri, dan taat kepada Abu Talib, paman Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Jubair ibnu Mufim ibnu Addi ibnu Naufal mengatakan bahwa ia berjalan bersama Usman ibnu Affan (yakni ibnu Abdul As ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams) mendekati Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lalu mereka bertanya.”Wahai Rasulullah, engkau telah memberi bagian kepada Banil Mutalib dari khumus Khaibar, tetapi engkau membiarkan kami tidak mendapat bagian, padahal kami dan mereka mempunyai kedudukan kerabat yang sama terhadapmu?” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab:
Sesungguhnya Bani Hasyim dan Banil Mutalib adalah sesuatu yang menyatu (Riwayat Muslim)
Menurut riwayat lain dari hadis ini disebutkan:
Sesungguhnya mereka belum pernah berpisah dengan kami, baik di masa Jahiliah maupim di masa Islam.
Demikianlah pendapat jumhur ulama, bahwa sesungguhnya mereka adalah Bani Hasyim dan Banil Muttalib.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, “Mereka (kaum kerabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) adalah Bani Hasyim.” Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Khasif. dari Mujahid yang mengatakan bahwa Allah mengetahui di kalangan Bani Hasyim terdapat kaum fakir miskin. maka Dia menjadikan untuk mereka bagian dari khumus sebagai ganti zakat. Menurut riwayat lain yang bersumber dari Mujahid. mereka adalah seluruh kerabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang tidak boleh menerima harta zakat. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pulahal yang semisal dari Ali ibnul Husain.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, “Mereka adalah semua orang Quraisy. Telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Nafi’ dari Abu Ma’syar, dari Sa’id Al-Maqbari yang mengatakan bahwa Najdah berkirim surat kepada Abdullah ibnu Abbas untuk menanyakan kepadanya tentang zawul qurba (kaum kerabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Maka Ibnu Abbas menjawab.”Kami dahulu mengatakan bahwa kami adalah mereka, tetapi kaum kami menolak hal tersebut, dan mereka mengatakan bahwa kaum Quraisy seluruhnya adalah zawul qurba’.”
Hadis di atas sahih. diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Sa’id Al-Maqbari, dari Yazid ibnu Hurnuiz. Disebutkan bahwa Najdah berkirim surat kepada Ibnu Abbas, menanyakan tentang zawul qurba. Lalu disebutkan sampai dengan kata-kata Ibnu Abbas, “Tetapi kaum kami menolak hal tersebut.” Tambahan dalam asar ini hanya ada pada Abu Ma’syar Najih ibnu Abdur Rahman Al-Madani, tetapi di dalamnya terdapat ke-daif-an.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Hanasy, dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Saya tidak suka bila kalian mendapat kotoran cuci tangan orang-orang lain, karena sesungguhnya bagi kalian ada seperlima dari khumus bagian yang mencukupi kalian atau yang membuat kalian berkecukupan.
Hadis ini hasan sanadnya. Ibrahim ibnu Mahdi dinilai siqah oleh Ibnu Abu Hatim. Tetapi menurut penilaian Yahya ibnu Mu’in. dia (Ibrahim ibnu Mahdi) banyak mempunyai hadis yang berpredikat munkar.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan anak-anak yatim.
Maksudnya anak-anak yatim kaum muslim. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah hal itu khusus bagi anak-anak yatim kaum fakir miskin mereka ataukah bersifat umum mencakup anak-anak yatim orang-orang hartawan dan orang-orang miskin mereka. Ada dua pendapat mengenainya. Jelasnya, menurut bahasa pengertian “miskin” ialah orang-orang yang mempunyai keperluan serta tidak menemuka apa yang mencukupi kebutuhan dan tempat tinggal mereka.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Ibnu sabil.
Yang dimaksud dengan ibnu sabil ialah musafir atau orang yang hendak melakukan perjalanan sejauh perjalanan qasar, sedangkan dia tidak mempunyai biaya untuk perjalanannya itu. Penafsiran tentang pengertian ibnu sabil. Insya Allah, akan diterangkan di dalam Bab Zakat”, bagian dari surat At-Taubah. Hanya kepada-Nyalah kami percaya dan hanya kepada Nyalah pula kami bertawakal.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad).
Artinya, kerjakanlah apa yang telah Kami syariatkan kepada kalian dalam masalah khumus ganimah (membagi lima bagian harta rampasan perang), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Karena itulah di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abdullah ibnu Abbas dalam kisah tentang delegasi Abdul Qais yang menghadap Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dalam kitab itu disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepada mereka:
Aku perintahkan kalian empat perkara, dan aku larang kalian dari empat perkara lainnya. Aku perintahkan kepada kalian untuk beriman kepada Allah. Kemudian dalam kalimat selanjutnya disebutkan: Tahukah kalian apakah iman kepada Allah itu? Yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menunaikan seperlima dari ganimah (rampasan perang).
Demikianlah hingga akhir hadis yang cukup panjang.
Dalam hadis ini disebutkan bahwa menunaikan seperlima dari ganimah termasuk salah satu dari bagian keimanan. Imam Bukhari telah membahas masalah ini dalam suatu bab tersendiri, bagian dari Kitabul Iman yang ada di dalam kitab Sahih-nya. Ia mengatakan bahwa ini adalah Bab “Menunaikan Seperlima Ganimah termasuk Keimanan”, kemudian ia mengetengahkan hadis Ibnu Abbas ini. Kami pun telah menerangkan pembahasan masalah ini secara panjang lebar dalam Syarah Bukhari.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan. (Al Anfaal:41) Yakni di hari pembagian ganimah.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mengingatkan tentang nikmat dan kebaikan-Nya kepada makhluk-Nya, yaitu dengan dipisahkan-Nya perkara yang hak dan yang batil dalam Perang Badar.
Hari itu dinamakan “hari Furqan” karena pada hari itu Allah memenangkan kalimat iman dan mengalahkan kalimat kebatilan. Dia memenangkan agama-Nya dan menolong Nabi serta para pendukungnya.
Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi meriwayatkan dan Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan hari Furqan ialah hari Perang Badar. Pada hari itu Allah memisahkan perkara yang hak dari yang batil. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Miqsam. Ubaidillah ibnu Abdullah. Ad-Dahhak, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa hari yang dimaksud adalah hari Perang Badar.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar. dari Az-Zuhri, dari Urwah Ibnuz Zubair sehubungan dengan firman-Nya di hari Furqan. Yaitu hari Allah memisahkan perkara yang hak dan yang batil, yaitu hari Perang Badar yang merupakan permulaan peperangan yang dialami oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Saat itu pemimpin atau panglima pasukan kaum musyrik ialah Atabah ibnu Rabi’ah. Kedua pasukan berhadapan pada hari Jumat, tanggal sembilan belas atau tujuh belas Ramadan. Sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ saat itu berjumlah tiga ratus lebih beberapa belas orang. sedangkan jumlah pasukan kaum musyrik antara sembilan ratus sampai seribu orang. Maka Allah memukul mundur pasukan kaum musyrik. sehingga tujuh puluh orang lebih dari kalangan mereka terbunuh. dan yang tertawan berjumlah sama dengan yang terbunuh.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak telah meriwayatkan melalui hadis Al-A’masy dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Ibnu Mas’ud yang mengatakan sehubungan dengan malam lailatul qadar, “Carilah lailatul qadar pada malam kesembilan belas, karena sesungguhnya pada pagi harinya adalah Perang Badar!”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih. telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ya’qub Abu Talib, dari Ibnu Aim, dari Muhammad ibnu Abdullah As-Saqafi, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami yang mengatakan bahwa Al-Hasan ibnu Ali pernah berkata.”Malam hari Furqan keesokan harinya bertemu dua golongan pasukan. yaitu pada tanggal tujuh belas Ramadan.”
Sanad asar ini jayyid lagi kuat.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya dari Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Habib. dari Ali yang mengatakan, “Malam hari Furqan adalah malam hari yang pada keesokan harinya bertemu dua golongan pasukan, yaitu malam hari Jumat tanggal tujuh belas bulan Ramadan.” Riwayat ini menurut ahli sejarah dan sirah dinilai sahih.
Yazid ibnu Abu Habib Imam di Mesir pada zamannya mengatakan bahwa hari Perang Badar terjadi pada hari sabtu. Tetapi tidak ada yang mengikuti pendapatnya ini, yang lebih diprioritaskan adalah pendapat jumluir ulama.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ “Ketahuilah, se-sungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang.” Yakni harta orang kafir yang kamu ambil dengan cara kekuatan yang dibenarkan, banyak ataupun sedikit, فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ “maka se-sungguhnya seperlima untuk Allah ‘Azza wa Jalla “, yakni, sisanya adalah untukmu wahai pasukan perang, karena Allah menisbatkan ghanimah terse-but kepada mereka dan mengeluarkan seperlimanya darinya. Ini menunjukkan bahwa sisanya adalah untuk mereka, dibagi seperti pembagian Rasululah: untuk pasukan berjalan kaki satu bagian dan untuk yang berkuda tiga bagian, dua untuk kudanya dan satu untuk penunggangnya. Adapun yang seperlima itu maka ia dibagi menjadi lima bagian: Satu bagian untuk Allah dan RasulNya, yang didistribusikan untuk kepentingan kaum Muslimin secara umum tanpa pengkhu-susan, karena Allah menjadikannya untukNya dan untuk RasulNya, sementara keduanya tidak memerlukannya, dari sini diketahui bahwa ia untuk hamba-hamba Allah, jika Allah tidak menentukan pos distribusinya maka itu menunjukkan bahwa ia untuk kepen-tingan umum kaum Muslimin. Bagian kedua adalah untuk kerabat Nabi a dari Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib. Allah menisbatkannya kepada kerabat ada-lah merupakan dalil bahwa illatnya hanyalah kekerabatan semata, maka tidak ada beda antara kaya, miskin, laki-laki, dan perempuan di kalangan mereka. Bagian ketiga adalah untuk anak-anak yatim, yaitu anak-anak yang ditinggal mati oleh bapak mereka sedangkan mereka masih kecil. Allah memberikan satu bagian dari seperlima untuk menyan-tuni mereka, di mana mereka belum mampu memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri, sementara orang yang mengurusi kebutuhan mereka telah wafat. Bagian keempat adalah untuk orang-orang miskin, yaitu orang-orang yang membutuhkan, baik besar, kecil, laki-laki, dan perempuan. Bagian kelima adalah untuk ibnu sabil, yaitu orang asing yang kehilangan bekal di selain negerinya. Sebagian ahli tafsir menyata-kan bahwa seperlima dari ghanimah tidak harus dikeluarkan untuk semua lima kelompok ini, dan tidak harus disamaratakan, akan te-tapi hal itu disesuaikan dengan kemaslahatan. Dan ini lebih utama. Allah menjadikan penunaian terhadap seperlima dengan sebaik-baiknya sebagai syarat iman. Dia berfirman, إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ “Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di Hari Furqan.” Yakni hari Perang Badar, di mana pada hari itu Allah membedakan antara yang haq dengan yang batil. Dia memenangkan yang haq dan membatalkan yang batil. يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ “Yaitu di hari bertemu-nya dua pasukan.” Pasukan Muslimin dan pasukan kafirin. Yakni, jika imanmu kepada Allah dan kepada kebenaran yang Allah turun-kan kepada RasulNya pada Hari Furqan yang mana pada hari itu terlihat tanda-tanda dan bukti-bukti kebenaran yang menunjukkan bahwa apa yang dibawa oleh Muhammad adalah benar. وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” Tidak ada seorang pun yang melawannya kecuali kalah.
Setelah memerintahkan umat islam memerangi orang-orang kafir jika mereka memerangi umat islam, maka pada ayat ini Allah menjelaskan ketentuan pembagian ganimah, yang ketentuannya hanya dilakukan oleh Allah semata. Karena itu, ketahuilah, wahai orang-orang beriman, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, yaitu harta yang diperoleh dari orang-orang kafir melalui pertempuran, maka seperlima untuk Allah, rasul yang digunakan untuk kemaslahatan umat yang ditetapkan sendiri oleh beliau, kerabat rasul, bani ha’syim dan bani mua’a’alib, anak yatim, karena mereka kehilangan orang tua yang bertanggung jawab untuk membiayai hidupnya, orang miskin yang membutuhkan bantuan, dan ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan bekal ketika sedang dalam perjalanan. Demikian ini, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan berupa ayat-ayat yang berfungsi untuk penguatan mental dan pertolongan, kepada hamba kami, nabi Muhammad, di hari furqa’n, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan pada perang badar, 17 ramadan tahun kedua hijriah, yang dalam hitungan kalian kalah, sementara mereka menduga keras akan memperoleh kemenangan, ternyata kaum musliminlah yang memperoleh kemenangan berkat pertolongan Allah, sebab Allah mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk memenangkan kelompok kecil atas kelompok yang besar. Ayat berikutnya menginformasikan tentang faktor penting yang membuat perang badar yang sesungguhnya tidak seimbang itu benarbenar terjadi, yaitu ketika kalian, wahai orang-orang mukmin, berada di pinggir lembah yang dekat ke arah kota madinah, dan mereka, orangorang kafir, berada di pinggir lembah yang jauh dari kota madinah sedang kafilah itu yang dipimpin oleh abu sufya’n berada lebih rendah, yakni lebih dekat dari kalian, kira-kira 5 mil saja. Sekiranya kalian mengadakan persetujuan untuk menentukan hari pertempuran, niscaya kalian berbeda pendapat dalam menentukan-Nya karena jumlah kalian jauh lebih sedikit dibanding jumlah pasukan kafir, tetapi Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan atau mesti terjadi dalam kehidupan, yaitu meninggikan kalimat-Nya dengan memberi kemenangan dan kemuliaan kepada kaum muslim serta kehancuran dan kehinaan bagi orang-orang kafir. Demikian ini, agar orang yang binasa atau terbunuh dalam peperangan itu binasa dengan bukti yang nyata, yakni melihat dan mengalami sendiri akibat kedurhakaannya dan agar orang yang hidup atau selamat dari pertempuran itu hidup dengan bukti yang nyata juga, yaitu dengan melihat bukti kekuasaan Allah. Sungguh, Allah maha mendengar permohonan orang-orang beriman agar diberi kemenangan pada perang yang sangat menentukan tersebut, maha mengetahui keadaan mereka bahwa mereka memang berhak atas pertolongan itu.
Al-Anfal Ayat 41 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Anfal Ayat 41, Makna Al-Anfal Ayat 41, Terjemahan Tafsir Al-Anfal Ayat 41, Al-Anfal Ayat 41 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Anfal Ayat 41
Tafsir Surat Al-Anfal Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”
(HR. Muslim no. 1893)
Jazakumullahu Khayran