{23} Al-Mu’minun / المؤمنون | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الفرقان / Al-Furqan {25} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nur النور (Cahaya) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 24 Tafsir ayat Ke 37.
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ ﴿٣٧﴾
rijālul lā tul-hīhim tijāratuw wa lā bai’un ‘an żikrillāhi wa iqāmiṣ-ṣalāti wa ītā`iz-zakāti yakhāfụna yauman tataqallabu fīhil qulụbu wal-abṣār
QS. An-Nur [24] : 37
orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat),
Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, membayarkan zakat kepada orang-orang yang berhak. Mereka takut kepada satu hari yang mana saat itu hati akan bergoncang antara harapan selamat dan takut celaka, dan penglihatan pun bergoncang karena melihat kemanakah tempat kembalinya?
Adapun mengenai firman-Nya:
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37)
seakan-akan ia menjadi tafsir dari fa’il (pelaku) yang tidak disebutkan, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair:
Kupenuhi seruanmu, hai Yazid, seorang yang ganas dan tak pandang bulu dalam menghadapi persengketaan yang timbul dari keadaan zaman.
Seakan-akan dikatakan, “Siapakah yang membuatnya menangis?” Maka dijawab, “Ini yang membuatnya menangis.” Dan seakan-akan dikatakan, “Siapakah yang bertasbih kepada Allah di dalam masjid-masjid?” Maka dijawab, “Laki-laki.”
Adapun mengenai qiraat ulama yang membacanya yusabbihu, berarti menjadikannya sebagai fi’il dan fa’il-nya adalah rijalun. Karena itu tidak baik melakukan waqaf melainkan hanya pada fa’il-nya, sebab fa’il’ merupakan kesempurnaan kalimat yang sebelumnya.
Penyebut rijalun (yang artinya laki-laki) mengandung pengertian yang mengisyaratkan kepada tugas mereka yang luhur dan niat serta tekadnya yang tinggi, yang berkat itu semua mereka menjadi pemakmur masjid-masjid yang merupakan rumah-rumah Allah di bumi-Nya, sebagai tempat untuk beribadah kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, mengesakan dan menyucikan-Nya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. (Al Ahzab:23), hingga akhir ayat
Adapun mengenai kaum wanita, maka salat mereka di dalam rumahnya lebih utama bagi mereka, karena berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui sahabat Abdullah ibnu Mas’ud r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Salat wanita di dalam rumahnya lebih utama daripada salatnya di dalam ruangan tamunya, dan salatnya di dalam kamarnya lebih utama daripada salatnya di dalam rumahnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Rasyidin, telah menceritakan kepadaku Amr dari Abu Assamh, dari Assaib mau la Ummu Salamah, dari Ummu Salamah r.a., dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Sebaik-baik masjid kaum wanita ialah bagian dalam rumah mereka.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais, dari Abdullah ibnu Suwaid Al-Ansari, dari bibinya (yaitu Ummu Humaid, istri Abu Humaid As-Sa’idi), bahwa ia datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka mengerjakan salat bersamamu (Yakni berjamaah di masjid Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Saya telah mengetahui bahwa engkau menyukai salat bersamaku. Salat kamu di dalam rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam ruangan tamumu, dan salatmu di dalam ruangan tamumu lebih baik daripada salatmu di dalam pekarangan rumahmu, dan salatmu di dalam pekarangan rumahmu lebih baik daripada salatmu di dalam masjid kaummu, dan salatmu di dalam masjid kaummu lebih baik daripada salatmu di dalam masjidku.
Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Ummu Humaid memerintahkan agar dibangunkan sebuah surau khusus buatnya di salah satu bagian rumahnya. Maka ia selalu mengerjakan salatnya di dalam surau itu hingga meninggal dunia.
Mereka (para ahli hadis) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.
Perlu diingat bahwa seorang wanita diperbolehkan mengikuti salat jamaah bersama kaum laki-laki, tetapi dengan syarat hendaknya ia tidak mengganggu seseorang pun dari jamaah kaum laki-laki yang ada dengan menampakkan perhiasannya atau menebarkan bau wewangiannya. Seperti yang disebutkan di dalam kitab sahih melalui Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Janganlah kalian mencegah hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid Allah.
Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Menurut riwayat Imam Ahmad dan Imam Abu Daud disebutkan:
dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi (salat) mereka.
Menurut riwayat lain disebutkan:
dan hendaklah mereka (kaum wanita) keluar dalam keadaan tidak memakai wewangian.
Di dalam kitab Sahih Muslim telah disebutkan melalui Zainab (istri Abdullah ibnu Mas’ud) yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada kami (kaum wanita):
Apabila seseorang di antara kalian mendatangi masjid (untuk salat berjamaah), janganlah ia memakai wewangian.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa dahulu kaum wanita mukmin mengikuti salat subuh bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, kemudian mereka pulang dengan menutupi kepala mereka dengan kain kerudungnya, mereka tidak dikenal karena cuaca masih gelap.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula dari Siti Aisyah r.a. yang telah mengatakan, “Seandainya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjumpai masa timbulnya bid’ah yang dilakukan oleh kaum wanita (sekarang), tentulah beliau melarang mereka mendatangi masjid-masjid, sebagaimana kaum wanita Bani Israil dilarang (mendatangi tempat peribadatan mereka di masa lalu).”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37)
Sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. (Al Munafiqun:9), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. (Al Jumuah:9), hingga akhir ayat.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman bahwa tidak dapat menyibukkan mereka dunia dan kegemerlapannya serta perhiasannya, juga kesenangan melakukan jual beli, dari mengingati Tuhan mereka Yang telah menciptakan mereka dan Yang memberi mereka rezeki. Mereka mengetahui bahwa pahala yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena harta benda yang ada pada mereka pasti habis, sedangkan pahala yang ada di sisi Allah kekal. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. (An Nuur:37)
Yakni mereka lebih mendahulukan ketaatan kepada Allah dan perintah Allah serta apa yang disukai oleh-Nya:
Hasyim telah meriwayatkan dari Syaiban, ia menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia melihat suatu kaum dari kalangan ahli pasar saat dikumandangkan seruan untuk menunaikan salat fardu. Maka mereka meninggalkan jual beli mereka, lalu bangkit menuju tempat salat untuk menunaikan salat. Maka Abdullah ibnu Mas’ud berkata bahwa mereka termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melalui firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Dinar Al-Qahramani, dari Salim, dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa ketika ia berada di sebuah pasar dan seruan untuk salat dikumandangkan, maka mereka menutup kios-kios mereka, lalu masuk ke dalam masjid (untuk menunaikan salat). Maka Ibnu Umar berkata sehubungan dengan sikap mereka itu, bahwa berkenaan dengan orang-orang seperti merekalah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37)
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bukair As-San’ani, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bujair, telah menceritakan kepada kami Abu Abdu Rabbihi, bahwa Abu Darda pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ia mangkal di tangga ini untuk menjajakan barang dagangan, setiap hari ia beroleh keuntungan tiga ratus dinar, dan setiap hari ia dapat melakukan salat berjamaah di masjid. Kemudian ia menegaskan bahwa sesungguhnya ia tidak mengatakan bahwa perbuatannya itu tidak halal, tetapi ia suka bila termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى di dalam firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37)
Amr ibnu Dinar Al-A’war mengatakan bahwa pada suatu hari ia bersama Salim ibnu Abdullah menuju ke masjid. Mereka melalui pasar kota Madinah, sedangkan saat itu mereka sedang bangkit menuju ke tempat salat mereka dan barang dagangan mereka telah mereka tutupi dengan kain. Salim melihat ke arah barang dagangan mereka, dan ternyata tiada seorang pun yang menjaganya. Maka Salim membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37) Kemudian Salim mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang seperti mereka itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa’id ibnu Abul Hasan dan Ad-Dahhak, bahwa perniagaan dan jual beli tidak melalaikan mereka untuk mengerjakan salat tepat pada waktunya masing-masing.
Matar Al-Waraq mengatakan, dahulu mereka biasa melakukan jual beli, tetapi jika seseorang dari mereka mendengar seruan azan sedang timbangannya berada di tangannya, maka mereka meletakkan timbangannya dan pergi untuk mengerjakan salat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah. (An Nuur:37) Yakni dari mengerjakan salat fardu.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, bahwa kesibukan mereka dalam berbisnis tidak melalaikan mereka untuk menghadiri salat jamaah dan menunaikannya seperti yang diperintahkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, dan mereka memelihara waktu salat lima waktu berikut semua hal yang diperintahkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى agar dipelihara oleh mereka dalam mengerjakan salat lima waktu tersebut.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (An Nuur:37)
Yaitu hari kiamat, yang di hari itu semua hati dan penglihatan guncang karena kedahsyatannya yang sangat dan kengerian-kengerian yang terjadi padanya. Seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Berilah mereka peringatan dengan hari peristiwa yang dekat (hari kiamat). (Al-Mu’min: 18)
Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Ibrahim:42)
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kalian dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari yang (di hari itu orang-orang bermuka) masam, penuh kesulitan (yang datang) dari Tuhan kami. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. (Al Insaan:8-12)
Kemudian Allah memuji hamba-hambaNya yang telah memakmurkan masjid-masjidNya dengan ibadah. Dia berfirman, {يُسَبِّحُ لَهُ} “Dia bertasbih kepada Allah,” secara ikhlas {بِالْغُدُوِّ} “pada waktu pagi,” yaitu pada permulaan hari {وَالآصَالِ} “dan waktu petang,” penghujung siang, (maksudnya, yang bertasbih itu adalah) {رِجَالٌ} “laki-laki.” Allah mengkhususkan dua waktu ini karena kemuliaan keduanya, kemudahan dan kegampangan untuk beribadah kepada Allah pada dua waktu itu. Termasuk dalam hal ini, bertasbih ketika shalat dan lainnya. Oleh karena itu, disyariatkan dzikir pagi dan sore hari dan wirid-wiridnya yang dibaca di pagi hari dan sore hari. Pengertiannya, kaum lelaki bertasbih kepadaNya pada waktu itu.
Siapakah kaum lelaki yang dimaksud? Mereka bukanlah orang-orang yang lebih memperhatikan dunia (daripada Rabb me-reka), yang memiliki kelezatan-kelezatan, perniagaan dan usaha-usaha yang menyibukkan (manusia) dari Allah, yaitu {لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ} “(laki-laki) yang tidak dilalaikan oleh perniagaan.” Ini mencakup setiap pekerjaan yang ditujukan untuk mencari timbal-balik, maka jadilah Firman Allah {وَلا بَيْعٌ} “dan tidak (pula) oleh jual beli,” masuk dalam kategori ‘Athf al-khash ala al-Am’ (menghubungkan kata yang khusus dengan jenis umumnya), karena banyaknya kesibukan dalam perdagangan daripada yang lainnya.
Walaupun, para laki-laki itu berdagang dan berjual-beli, yaitu menjalankan urusan yang tidak dilarang, akan tetapi perkara-per-kara itu tidak melalaikan mereka sampai menyebabkan mereka lebih mengutamakan dan mementingkannya daripada {ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ} “mengingat Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat,” bahkan mereka menjadikan ketaatan dan ibadah kepada Allah sebagai sasaran bidikan dan penghujung tujuan mereka. Maka, setiap urusan yang menghalangi mereka dari tujuan mereka, niscaya akan mereka tampik.
Tatkala mengenyampingkan dunia akan berat dirasa keba-nyakan jiwa manusia, sementara kecintaan kepada pekerjaan de-ngan berbagai perniagaannya menjadi urusan yang disukai, maka sangatlah sulit untuk melepaskannya pada umumnya dan tertun-tut untuk bekerja keras untuk mendahulukan hak Allah daripada itu, maka Allah menyebutkan sesuatu yang dapat merangsang ke-padanya, sebagai bentuk ajakan sekaligus ancaman dariNya. Allah berfirman, {يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ} “Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang,” karena dahsyatnya kengerian dan membuat hati dan badan merinding dengan kejadian itu. Oleh sebab itu, mereka takut akan hari itu, hingga mudah bagi mereka untuk beramal dan meninggalkan se-suatu yang dapat menyibukkan dirinya.
Mereka yang bertasbih itu adalah orang-orang yang hatinya tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, betapa pun besar dan penting usaha mereka; dan tidak pula lalai dari melaksanakan salat dengan baik, benar, serta konsisten, dan demikian pula menunaikan zakat secara sempurna. Mereka takut kepada hari ketika pada hari itu hati bergoncang antara harap dan cemas, dan penglihatan menjadi gelap akibat kecemasan dan ketakutan yang amat besar terkait tempat kembali yang belum diketahuinya, antara surga atau neraka. Itulah hari kiamat. 37. Mereka yang bertasbih itu adalah orang-orang yang hatinya tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, betapa pun besar dan penting usaha mereka; dan tidak pula lalai dari melaksanakan salat dengan baik, benar, serta konsisten, dan demikian pula menunaikan zakat secara sempurna. 38. Orang-orang yang hatinya tidak terlalaikan oleh kesibukan duniawi itu berbuat demikian agar Allah memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang terbaik atas apa yang telah mereka kerjakan, dan agar dia menambah karunia-Nya kepada mereka selain balasan yang telah dijanjikan itu
An-Nur Ayat 37 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nur Ayat 37, Makna An-Nur Ayat 37, Terjemahan Tafsir An-Nur Ayat 37, An-Nur Ayat 37 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nur Ayat 37
Tafsir Surat An-Nur Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)