{47} Muhammad / محمد | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الحجرات / Al-Hujurat {49} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Fath الفتح (Kemenangan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 48 Tafsir ayat Ke 29.
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا ﴿٢٩﴾
muḥammadur rasụlullāh, wallażīna ma’ahū asyiddā`u ‘alal-kuffāri ruḥamā`u bainahum tarāhum rukka’an sujjaday yabtagụna faḍlam minallāhi wa riḍwānan sīmāhum fī wujụhihim min aṡaris-sujụd, żālika maṡaluhum fit-taurāti wa maṡaluhum fil-injīl, kazar’in akhraja syaṭ`ahụ fa āzarahụ fastaglaẓa fastawā ‘alā sụqihī yu’jibuz-zurrā’a liyagīẓa bihimul-kuffār, wa’adallāhullażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti min-hum magfirataw wa ajran ‘aẓīmā
QS. Al-Fath [48] : 29
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.
Muhammad utusan Allah dan orang-orang yang beserta dengannya bersikap keras terhadap orang kafir, saling menyayangi antar sesama. Kamu melihat mereka ruku dan sujud di dalam shalatnya, mengharapkan karunia-Nya. Allah memasukkan mereka ke dalam surga dan meridhai mereka. Tanda-tanda ketaatan mereka tampak di wajah-wajah mereka bekas dari sujud dan ibadah. Tanda-tanda ini telah dijelaskan di dalam Taurat, begitu pula di dalam Injil, seperti tanda-tandanya tanaman-tanaman yang mengeluarkan batang dan rantingnya. Kemudian setelah itu menjadi banyaklah ranting-ranting itu dan menjadi besarlah tanaman itu, menguat dan berdiri dengan tegak, dan indah untuk dipandang yang membuat kagum bagi para petani, karena Allah hendak membuat jengkel hati orang-orang kafir dengan banyak dan indah dipandangnya orang mukmin. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa orang membenci sahabat Rasul termasuk perbuatan kufur karena sesungguhnya orang yang dibuat jengkel oleh Allah dengan keberadaan para sahabat sungguh telah mendapatkan alasan yang membuatnya jengkel, yaitu kekufuran. Allah menjanjikan kepada orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang, ampunan bagi dosa mereka, dan pahala yang banyak yang tidak akan dipotong, yaitu surga. Allah menjanjikan kebenaran yang diimaninya itu tidak akan dipungkiri dan setiap orang yang mengikuti jejak langkah para sahabat (semoga Allah meridhai mereka semua), dia berada dalam ketetapan untuk mendapatkan ampunan dan pahala yang besar. Dan bagi mereka mendapat karunia yang tidak pernah didapat oleh seorang pun dari umat ini. Allah meridhai kepada mereka.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberitahukan kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bahwa dia adalah benar utusan-Nya tanpa diragukan lagi. Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Muhammad itu adalah utusan Allah. (Al Fath:29)
Ini merupakan mubtada, sedang khabar-nya termuat di dalam semua sifat yang terpuji lagi baik. Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memuji para sahabatnya yang bersama dia:
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (Al Fath:29)
Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir. (Al Maidah:54)
Inilah sifat orang-orang mukmin, seseorang dari mereka bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi lemah lembut terhadap sesamanya lagi kasih sayang. Dia bersikap pemarah dan bermuka masam di hadapan orang-orang kafir, tetapi murah senyum dan murah tertawa di hadapan orang-orang mukmin saudara seimannya. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan darimu, (At Taubah:123)
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih sayang dan kecintaan mereka adalah seperti satu tubuh, apabila ada salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh hingga terasa demam dan tidak dapat tidur.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda pula:
Orang mukmin itu sama halnya dengan bangunan-bangunan, yang satu sama lainnya saling menguatkan
Hal ini diutarakan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seraya merancangkan jari jemari kedua tangannya. Kedua hadis ini terdapat di dalam kitab sahih.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. (Al Fath:29)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyifati mereka sebagai orang-orang yang banyak beramal dan banyak mengerjakan salat yang merupakan amal yang terbaik, dan Allah menggambarkan bahwa mereka lakukan hal itu dengan tulus ikhlas dan memohon pahala yang berlimpah dari sisi-Nya, yaitu surga yang merupakan karunia dari-Nya. Karunia dari Allah itu adalah rezeki yang berlimpah bagi mereka dan rida-Nya kepada mereka, yang hal ini jauh lebih banyak daripada nikmat yang pertama, yakni surga. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
Dan keridaan Allah adalah lebih besar. (At Taubah:72)
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al Fath:29)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang dimaksud dengan tanda-tanda ialah tanda yang baik yang ada pada wajah mereka. Mujahid dan yang lain-lainya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah penampilannya khusyuk dan rendah diri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Husain Al-Ju’fi, dari Zaidah, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Al Fath:29) Bahwa yang dimaksud adalah khusyuk, menurut hemat saya tiada lain yang dimaksud adalah tanda ini yang terdapat di wajah dari bekas sujud. Tetapi ia menyanggah bahwa bisa saja tanda itu terdapat di antara dua mata (kening) seseorang yang hatinya lebih keras daripada Fir’aun. Lain halnya dengan As-Saddi, ia mengatakan bahwa salat itu dapat memperindah penampilan muka. Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari, maka wajahnya kelihatan indah di siang hari.”
Hal ini telah disandarkan oleh Ibnu Majah di dalam kitab sunannya, dari Ismail ibnu Muhammad As-Salihi, dari Sabit, dari Syarik, dari Al-A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Barang siapa yang banyak salatnya di malam hari, maka di siang hari wajahnya tampak indah.
Tetapi yang benar hadis ini mauquf. Sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya keindahan ini mempunyai cahaya dalam hati dan kecerahan pada roman muka, keluasan dalam rezeki serta kecintaan di hati orang lain.
Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. mengatakan bahwa tidak sekali-kali seseorang menyembunyikan suatu rahasia, melainkan Allah menampakkannya melalui roman mukanya dan keterlanjuran lisannya. Dengan kata lain, sesuatu yang terpendam di dalam jiwa tampak kelihatan pada roman muka yang bersangkutan. Seorang mukmin apabila hatinya tulus ikhalas kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memperbaiki penampilan lahiriahnya di mata orang lain, seperti apa yang diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang memperbaiki hatinya, maka Allah akan memperbaiki penampilan lahiriahnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Hasam, dari Abu Sa’id r.a., dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu besar yang tiada celah pintunya dan tiada pula lubang udaranya, niscaya amalnya itu akan keluar menampakkan diri kepada manusia seperti apa adanya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kam. Oabus ibnu AbuZabyan, bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya dar. Ibnu Abbas r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Sesungguhnya petunjuk yang baik, tanda (ciri) yang baik, dan sikap pertengahan merupakan seperdua puluh lima kenabian.
Imam Malik mengatakan, telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa orang-orang Nasrani, manakala mereka melihat para sahabat yang telah menaklukkan negeri Syam, mereka mengatakan, “Demi Allah, orang-orang ini (yakni para sahabat) benar-benar lebih baik daripada kaum Hawariyyin (pendukung Nabi Isa) menurut sepengetahuan kami.” Dan mereka memang benar dalam penilaiannya, karena sesungguhnya umat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ini dimuliakan di dalam kitab-kitab samawi sebelumnya, terlebih lagi sahabat-sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى sendiri telah menuturkan pula perihal mereka di dalam kitab-kitab yang diturunkan oleh-Nya dan berita-berita yang telah tersebar di masa dahulu. Karena itulah maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyebutkan dalam ayat ini melalui firman-Nya:
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat. (Al Fath:29)
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. (Al Fath:29)
Yakni demikian pula halnya sahabat-sahabat Rasulullah. Mereka membelanya, membantunya serta menolongnya, dan keadaan mereka bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sama dengan tunas beserta tanaman.
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan (kekuatan) orang-orang mukmin. (Al Fath:29)
Berdasarkan ayat ini Imam Malik rahimahullah menurut riwayat yang bersumber darinya menyebutkan bahwa kafirlah orang-orang Rafidah itu karena mereka membenci para sahabat, dan pendapatnya ini disetujui oleh sebagian ulama.
Hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan para sahabat dan larangan mencela keburukan mereka cukup banyak, dan sebagai dalil yang menguatkannya cukuplah dengan adanya pujian dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada mereka melalui ayat ini.
Selanjutnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka. (Al Fath:29)
Huruf min dalam ayat ini adalah kata keterangan jenis, yakni mencakup mereka semua (dan bukan tab’id atau sebagian dari mereka).
ampunan dan pahala yang besar. (Al Fath:29)
Yakni ampunan bagi dosa-dosa mereka, pahala yang berlimpah, serta rezeki yang mulia. Janji Allah itu pasti dan benar, Dia tidak akan menyalahi janji-Nya dan tidak akan menggantinya. Barang siapa yang mengikuti jejak para sahabat, maka ia termasuk dari mereka hukumnya. Para sahabat memiliki keutamaan dan kepioniran serta kesempurnaan yang tidak dapat disaingi oleh seorang pun dari umat ini. Semoga Allah melimpahkan ridaNya kepada mereka dan membuat mereka puas, serta menjadikan surga Firdaus sebagai tempat menetap mereka, dan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah memenuhinya.
Imam Muslim di dalam kitab sahihnya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah. dari Al-A’masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya seseorang dari kalian menginfakkan emas sebesar Bukit Uhud, tidaklah hal itu dapat menyamai satu mud seseorang dari mereka dan tidak pula separonya.
Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan tentang RasulNya, Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan para sahabat beliau dari kalangan Muhajirin dan Anshar, bahwasanya mereka adalah sosok dengan sifat yang paling mulia dan kondisi pribadi yang paling luhur, dan mereka, {أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ} “keras terhadap orang-orang kafir.” Artinya serius dan bersungguhsungguh dalam memusuhi orang-orang kafir serta mencurahkan segenap tenaga untuk memusuhi orang-orang kafir. Yang terlihat dari mereka hanyalah sikap keras dan tegas. Karena itulah musuh-musuh mereka menjadi takluk hingga tidak bisa menguasai orang-orang Muslim, {رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ} “tetapi berkasih sayang sesama mereka,” artinya, mereka saling menyayangi, mengasihi, serta saling bersikap lemah lembut laksana satu tubuh, menyayangi saudaranya seperti halnya menyayangi diri sendiri dan inilah interaksi mereka terhadap sesama manusia.
Adapun hubungan mereka terhadap Sang Pencipta, {تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا} “kamu dapat menyaksikan sendiri di mana mereka rukuk dan sujud,” Allah جَلَّ جَلالُهُ menyifati mereka sebagai orang-orang yang banyak shalat, di mana rukuk dan sujud merupakan rukun shalat yang terbesar. {يَبْتَغُونَ} “Mereka mencari,” dengan ibadah itu, {فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا} “karunia Allah dan keridhaanNya.” Artinya, itulah maksud dan tujuan mereka yaitu mencari keridhaan Rabb mereka serta mencapai pahalaNya.
{سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ} “Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” Artinya, banyak serta baiknya ibadah yang mereka lakukan itu membekas di wajah mereka hingga wajah mereka bersinar. Karena batin mereka bersinar disebabkan shalat, maka lahir mereka juga bersinar.
{ذَلِكَ} “Demikianlah,” yakni, yang tersebut itu {مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ} “sifat-sifat mereka dalam Taurat,” artinya sifat-sifat yang disebutkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ untuk mereka itu juga disebutkan dalam Taurat.
Sedangkan وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ “sifat-sifat mereka dalam Injil,” mereka disebut dengan sifat-sifat yang berbeda, yaitu, bahwasanya kesempurnaan pribadi mereka serta saling tolong menolong di antara mereka adalah {كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ} “seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya,” artinya mengeluarkan tunasnya hingga kuat, {فَاسْتَغْلَظَ} “maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat,” yaitu kuat dan kokoh, {فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ} “lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya,” karena sempurna, tegak, indah dan lurus. Seperti itu juga para sahabat, mereka laksana tanaman karena bisa membawa manfaat bagi makhluk serta diperlukan oleh manusia. Kuatnya keimanan dan amal mereka laksana kekuatan akar dan batang tanaman. Kalangan sahabat muda serta yang terlambat masuk Islam sama seperti sahabatsahabat senior yang telah masuk Islam terlebih dahulu. Mereka saling tolong menolong dan menguatkan dengan keimanan yang dimiliki untuk menegakkan Agama Allah جَلَّ جَلالُهُ serta menyeru manusia kepadanya laksana tanaman yang mengeluarkan tunasnya hingga bisa mengokohkan dan menguatkan tanaman itu. Karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, {لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ} “Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan (kekuatan) mereka (orang-orang Mukmin),” yakni pada saat orang-orang kafir melihat kebersamaan serta kekokohan kaum Mukminin di atas agama mereka dan pada saat orang-orang kafir berhadapan dengan kaum Mukminin dalam peperangan.
{وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا} “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar,” yakni, para sahabat yang menyatukan antara iman dan amal shalih sehingga Allah جَلَّ جَلالُهُ menyatukan antara ampunan yang di antara keharusannya adalah terjaganya mereka dari keburukan dunia dan akhirat dengan pahala yang besar, baik dunia dan di akhirat untuk mereka.
Berikut akan kami ketengahkan kisah perjanjian Hudaibiyah secara panjang lebar seperti yang disebutkan oleh Imam Syamsuddin Ibnul Qayyim dalam alHadi anNabawi, penjelasan kisah ini bisa membantu kita untuk memahami surat alFath, di mana Imam Syamsuddin Ibnul Qayyim menjelaskan makna serta rahasiarahasia yang terdapat dalam surat alFath. Ibnul Qayyim berkata,
KISAH PERJANJIAN HUDAIBIYAH
Nafi’ berkata, “Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke6 Hijriyah, bulan Dzulqa’dah,” dan inilah yang benar sebagaimana yang dikemukakan oleh azZuhri, Qatadah, Musa bin Uqbah, Muhammad bin Ishaq dan lainnya. Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari ayahnya, “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberangkat menuju Hudaibiyah pada bulan Ramadhan, dan peristiwa Hudaibiyah terjadi pada bulan Syawwal.” Dan riwayat ini keliru, sebab yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah peristiwa penaklukan kota Makkah. Abu alAswad meriwayatkan dari Urwah, “Perjanjian Hudaibiyah menurut pendapat yang benar terjadi pada bulan Dzulqa’dah.” Disebutkan dalam ashShahihain, dari Anas bahwasanya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmelakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya dilakukan dalam bulan Dzulqa’dah, Anas menyebutkan bahwa di antaranya adalah Umrah Hudaibiyah ini.
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberangkat bersama seribu lima ratus orang sahabat. Seperti inilah yang dijelaskan dalam ashShahihain dari Jabir. Disebutkan juga dalam ashShahihain dari Jabir: Mereka berjumlah seribu empat ratus. Disebutkan juga dalam ashShahihain bersumber dari Abdullah bin Abu Aufa, “Kami berjumlah seribu tiga ratus orang.”
Qatadah berkata, “Aku bertanya pada Sa’id bin alMusayyib, ‘Berapa jumlah orang yang mengikuti Bai’at arRidhwan?’ Sa’id bin alMusayyib menjawab, ‘Seribu lima ratus.’ Aku (Qatadah) berkata, ‘Jabir bin Abdullah menyatakan, ‘Mereka berjumlah seribu empat ratus orang.’ Sa’id menjawab, ‘Semoga Allah merahmatinya, ia salah, ia pernah memberitahukan kepadaku bahwa jumlah mereka adalah seribu lima ratus orang’.” Aku (Ibnul Qayyim) berkata, “Dua pendapat ini adalah shahih dari Jabir, dan shahih pula riwayat bahwa para sahabat menyembelih sembilan puluh unta dalam peristiwa Hudaibiyah. Ada yang bertanya padanya, ‘Berapa jumlah kalian?’ Jabir menjawab, ‘Seribu empat ratus, penunggang kuda dan pejalan kaki.’ Hatiku condong pada pendapat ini.'” Pendapat ini juga diriwayatkan dari alBara` bin ‘Azib, Ma’qal bin Yasar, Salamah bin alAkwa’ dalam salah satu dari dua pendapat yang kuat dan alMusayyib bin Hazn.
Syu’bah meriwayatkan dari Qadatah dari Sa’id bin alMusayyib dari ayahnya, “Kami berjumlah seribu empat ratus orang bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdi bawah pohon itu.” Adalah sangat salah jika ada yang menyatakan mereka berjumlah tujuh ratus orang karena jumlah unta yang disembelih pada waktu itu berjumlah tujuh puluh ekor unta. Satu unta umumnya dibagi untuk tujuh atau sepuluh orang. Jumlah unta tidak menunjukkan kebenaran pendapat ini. Sebab telah disebutkan dengan jelas bahwa satu unta dalam peristiwa ini dibagi untuk tujuh orang. Andai tujuh puluh unta itu dibagikan untuk seluruh sahabat yang ada, tentu jumlah mereka mencapai empat ratus sembilan puluh orang. Padahal disebutkan oleh Jabir dalam hadits itu sendiri jumlah mereka mencapai seribu empat ratus orang.
PASAL
Ketika mereka sampai di Dzul Hulaifah, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmengalungkan tanda hewan hadyu pada hewan kurban, dan menandai bulubulunya kemudian berihram untuk umrah, selanjutnya mengutus seorang matamata yang berasal dari Bani Khuza’ah untuk mencari tahu tentang Quraisy. Sesampainya di dekat daerah Usfan, matamata Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmendatanginya seraya berkata, “Aku melihat Ka’ab bin Lu`ai mengumpulkan berbagai kabilah untuk memerangimu dan menghalanghalangimu dari Baitullah.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmeminta pendapat dari kalangan sahabat. Ada yang berkata, “Bagaimana pendapat engkau jika kita serang anakanak kabilah mereka yang menolong mereka sehingga kita bisa membunuh mereka? Jika mereka hanya diam saja, mereka pasti kalah, jika pun mereka selamat, semoga Allah جَلَّ جَلالُهُ memotong leher mereka, atau bagaimana pendapat engkau jika kita mendatangi Baitullah dan siapa pun yang menghalangi kita perangi?” Abu Bakar berkata, “Allah dan RasulNya lebih tahu, kita hanya datang untuk berumrah, kita tidak datang untuk memerangi seorang pun, hanya saja siapa pun yang menghalangi kita untuk mencapai Baitullah kita perangi?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Kalau begitu silahkan kalian berjalan.” Para sahabat pun berjalan hingga ketika sampai di sebagian jalan, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Sesungguhnya Khalid bin alWalid berada di Ghamim dalam sebuah pasukan berkuda milik Quraisy (yaitu pasukan depan), ambil jalur kanan.” Demi Allah, Khalid tidak merasakan kehadiran kaum Muslimin hingga berada di belakang mereka hingga pasukan Khalid pun lari seraya memberikan peringatan pada kaum Quraisy.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَterus berjalan hingga sampai di bukit Tsaniyah, tempat Khalid dan para pasukannya turun. Unta Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَlalu duduk, para sahabat berkata, “Berdiri, berdiri.” Unta Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَtetap duduk. Para sahabat pun berkata, “Qaswa menderum, Qaswa menderum.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Tidak biasanya Qaswa menderum karena itu bukan kebiasaannya, hanya saja ia ditahan oleh yang menahan tentara gajah (Abrahah).” Selanjutnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, tidaklah mereka mengajakku kepada sesuatu yang di dalamnya mereka mengagungkan keharaman Allah melainkan mereka pasti kupenuhi.” Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmemukul untanya, lalu berdiri dan berjalan hingga mencapai ujung Hudaibiyah di sebuah sumur yang berisi sedikit air sehingga orang-orang hanya dapat mengambil sedikit saja hingga air pun habis. Orang-orang yang kehausan pun mengadu pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmencabut satu anak panah dari sarung panahnya dan memerintahkan agar panah itu ditancapkan di dalam sumur itu. Ia (Jabir) berkata, “Demi Allah! Air di sumur itu mengalir dengan deras hingga semua orang kenyang sampai mereka meninggalkannya.”
Kaum Quraisy terkejut dengan kedatangan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَkemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَingin mengutus seseorang dari kalangan sahabatnya untuk menemui kaum Quraisy. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmemanggil Umar bin alKhaththab untuk diutus menemui kaum Quraisy, Umar bin alKhaththab berkata, “Wahai Rasulullah! Tidak ada seorang pun di Makkah dari kalangan Bani Ka’ab yang akan membelaku jika aku disakiti, maka utuslah Utsman bin Affan, karena di sana terdapat keluarganya dan ia akan menyampaikan apa yang engkau inginkan.” Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmemanggil Utsman bin Affan untuk diutus menemui kaum Quraisy. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Beritahukan mereka, aku tidak datang untuk berperang, aku hanya datang untuk berumrah dan serulah mereka kepada Islam.” Utsman bin Affan juga diperintahkan untuk mendatangi kalangan orang-orang beriman, baik lelaki maupun perempuan yang ada di Makkah. Utsman juga diperintahkan untuk mendatangi mereka dan memberi kabar gembira kepada mereka dengan penaklukan kota Makkah. Utsman juga diperintahkan untuk memberitahukan kepada mereka bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ akan memenangkan AgamaNya di Makkah hingga orang-orang yang berada di Makkah tidak perlu menyembunyikan keimanannya.
Utsman pun pergi. Ia melewati kaum Quraisy di kawasan Baldah. Kaum Quraisy bertanya, “Hendak kemana kamu?” Utsman bin Affan menjawab, “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmengutusku untuk menyeru kalian kepada Allah dan kepada Islam, aku memberitahukan kalian bahwa kami tidak datang untuk berperang, kami datang hanya untuk berumrah.” Kaum Quraisy berkata, “Kami telah mendengar ucapanmu, silahkan laksanakan keperluanmu.” Aban bin Sa’id bin al’Ash mendekatinya, dan menyambutnya, ia pun naik kuda seraya mengikutsertakan Utsman di atas kudanya. Aban bin Sa’id bin al’Ash memberinya perlindungan dan mengantarkannya hingga tiba di Makkah. Kaum Muslimin sebelum tibanya Utsman bin Affan berkata, “Utsman telah pergi mendahului kita ke Baitullah dan berthawaf.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Aku tidak mengira ia berthawaf di Baitullah sedangkan kita tertahan di sini.” Mereka berkata, “Apa yang menghalanginya wahai Rasulullah, ia telah pergi.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Itulah dugaanku, ia tidak akan berthawaf di Ka’bah hingga kita berthawaf bersamanya.”
Kaum Muslimin pun berbaur dengan kaum musyrikin dalam masalah perjanjian, salah seorang dari kedua kubu itu melempar seorang dari kubu lainnya hingga hampir terjadi peperangan, mereka saling melempar tombak dan batu. Kedua kubu pun berteriak. Masingmasing dari kedua kubu menjadikan orang-orang yang ada di barisannya sebagai jaminan (sandra). Saat itu sampailah kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberita bahwa Utsman telah dibunuh. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpun menyeru kaum Muslimin untuk berbai’at. Kaum Muslimin pun menghampiri Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَyang berada di bawah sebuah pohon, mereka pun berbai’at setia kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَuntuk tidak lari, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdengan tangannya sendiri menjabat tangan mereka seraya bersabda, “Bai’at ini adalah untuk Utsman.”
Seusai berbai’at, Utsman ternyata kembali, kaum Muslimin berkata kepadanya, “Hai Abu Abdullah! Engkau telah berthawaf di Baitullah?” Utsman menjawab, “Teramat buruk dugaan kalian terhadapku, demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, andai aku berada di sana selama setahun sedangkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberada di Hudaibiyah, tentu aku tidak akan berthawaf sebelum Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberthawaf, kaum Quraisy mengajakku untuk berthawaf di Baitullah, tapi aku enggan.” Kaum Muslimin pun berkata, “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَadalah yang paling tahu tentang Allah dari kami dan yang paling baik prasangkanya.”
Umar bin AlKhaththab menjabat tangan Rasululah untuk berbai’at kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdi bawah sebatang pohon di sana, kemudian diikuti oleh semua kaum Muslimin kecuali alJadd bin Qais. Ma’qal bin Yasar adalah sahabat yang mengangkat dahan pohon itu agar tidak mengenai Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Sahabat pertama yang berbai’at kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَadalah Abu Sinan alAnshari. Salamah bin alAkwa’ berbai’at kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَsebanyak tiga kali, di permulaan, di pertengahan, dan di akhir.
Di saat mereka tengah berbai’at, tiba-tiba Budail bin Warqa’ alKhuza’i datang dalam sekelompok orang dari Bani Khuza’ah. Mereka adalah penyimpan berita (dan rahasia) untuk Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdari penduduk Tihamah. Ia berkata, “Kami melihat Ka’ab bin Lu`ai dan Amir bin Lu`ai berada di sumur air Hudaibiyah, dan untaunta gemuk serta ibuibu dengan anakanaknya ikut bersama mereka, mereka ingin memerangimu dan menghalangimu dari Baitullah.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Sesungguhnya kami tidak datang untuk memerangi seorang pun, kami datang untuk berumrah, orang-orang Quraisy sendiri telah kalah dalam peperangan dan disusahkan oleh peperangan, jika mereka mau, niscaya aku beri mereka tempo waktu (di mana tidak ada perang antara kami dan mereka) hingga mereka membiarkan antara aku dan orang-orang, jika mereka mau masuk Islam sebagaimana yang dilakukan orang-orang, silahkan dan jika pun tidak, mereka telah berjumlah banyak, namun jika mereka hanya menginginkan peperangan, maka demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, niscaya aku akan memerangi mereka di atas urusanku ini hingga aku mati atau Allah mewujudkan urusanNya.” Budail berkata, “Akan aku sampaikan kepada mereka apa yang Anda sabdakan.” Kemudian Budail pun bergegas mendatangi kaum Quraisy seraya berkata, “Aku mendatangi kalian setelah aku bertemu dengan orang ini (yakni Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), aku mendengarnya mengatakan sesuatu, jika kalian mau, akan aku sampaikan pada kalian.” Orang-orang bodoh dari kalangan Quraisy berkata, “Kami tidak perlu berbicara apa pun dengannya.” Adapun mereka yang berakal mengatakan, “Sampaikan apa yang kau dengar.” Budail berkata, “Aku mendengarnya berkata begini dan begini.”
[Budail pun menyampaikan sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ]. Urwah bin Mas’ud atsTsaqafi berkata, “Orang ini telah menyampaikan tawaran yang lurus (baik) kepada kalian, maka terimalah dan biarkan aku mendatanginya.” Kaum Quraisy berkata, “Silahkan engkau datangi.” Urwah pun mendatangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdan berbicara dengannya, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda seperti yang disabdakan pada Budail. Maka ketika itu Urwah berkata, “Hai Muhammad! Bagaimana pendapatmu jika kau membinasakan kaummu, apakah engkau pernah mendengar seseorang dari kalangan Arab sebelummu yang membinasakan keluarganya sendiri? Jika pun ada, demi Allah! Tentu aku akan melihat wajahwajah orang gembel yang berlari dan meninggalkanmu.” Abu Bakar berkata pada Urwah bin Mas’ud, “Hisap saja kelentit Latta, apakah kami akan lari meninggalkannya?” Urwah bertanya, “Siapa dia?” Kaum Muslimin menjawab, “Abu Bakar.” Urwah berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya! Andai engkau dulunya tidak memiliki jasa terhadapku, tentu aku akan membalas ucapanmu.” Ia pun berbicara lagi dengan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, setiap kali berbicara ia selalu memainkan jenggot Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, ketika itu alMughirah bin Syu’bah berada di dekat kepala Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, ia membawa pedang sedangkan Urwah kala itu mengenakan baju besi. Acap kali Urwah hendak meraih jenggot Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, alMughirah bin Syu’bah langsung memukul tangannya dengan gagang pedangnya seraya berkata, “Jauhkan tanganmu dari jenggot Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,” kemudian Urwah menegakkan kepalanya dan berkata, “Siapa dia?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “AlMughirah bin Syu’bah,” Urwah berkata, “Hai pengkhianat! Bukankah aku dulu pernah berusaha untuk mencegah kejahatanmu?”
AlMughirah dulunya pernah bersama sekelompok kaum musyrikin kemudian dia membunuh mereka dan harta mereka dia ambil, setelah itu alMughirah masuk Islam, saat itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Berkaitan dengan Islam, maka aku bisa menerima, adapun masalah harta, maka aku tidak bertanggung jawab sedikit pun.” Sepintas Urwah memandang sahabatsahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdengan dua matanya sendiri dan demi Allah! Tidaklah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmeludah melainkan pasti jatuh di tangan salah seorang dari sahabatsahabatnya kemudian diusapkan ke kulit dan wajahnya, jika mereka diperintahkan, mereka segera menunaikan perintahnya, jika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberwudhu mereka hampir saja saling menyerang untuk mendapatkan sisa air wudhunya, jika berbicara, mereka merendahkan suaranya di hadapan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, mereka enggan memandangnya sebagai penghormatan. Kemudian Urwah kembali pulang menuju kaumnya seraya berkata, “Hai kaum, demi Allah! Aku pernah mendatangi berbagai raja, raja Kisra, Kaisar dan Najasy, demi Allah! Aku belum pernah melihat seorang raja pun yang begitu diagungkan oleh para pengikutnya seperti yang dilakukan oleh para sahabat Muhammad yang begitu mengagungkan Muhammad. Demi Allah! Tidaklah Muhammad meludah kecuali pasti jatuh di tangan salah seorang dari mereka kemudian diusapkan ke kulit dan wajahnya, jika Muhammad memerintah sesuatu, mereka langsung menunaikannya, jika Muhammad berwudhu, mereka hampir saja berperang hanya untuk memperebutkan sisa air wudhunya, jika berbicara, mereka merendahkan suaranya di hadapan Muhammad dan tidak berani menatapnya karena memuliakan, ia telah menawarkan langkah lurus (baik) pada kalian, maka terimalah.”
Seseorang dari Bani Kinanah berkata, “Biarkan aku mendatanginya.” Mereka berkata, “Datangilah dia.” Ketika orang itu nampak dari kejauhan, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Dia adalah fulan, dia berasal dari kaum yang menghormati hewan kurban, maka giringlah hewanhewan kurban itu agar kelihatan olehnya.” Maka orang-orang mendekatkan hewan kurban dan kaum Muslimin berpapasan dengannya seraya mengucapkan talbiyah. Ketika lelaki itu menyaksikan pemandangan tersebut, ia berkata, “Subhanallah, tidaklah pantas bila mereka dihalanghalangi untuk sampai ke Baitullah.” Ketika ia kembali kepada temantemannya (kaum Quraisy) ia berkata, “Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri hewanhewan kurban telah dikalungi dan diberi tanda, maka menurut saya tidaklah pantas bila mereka dihalanghalangi untuk sampai ke Baitullah.”
Seseorang dari mereka yang bernama Mikraz bin Hafs berkata, “Biarkan aku yang mendatanginya.” Mereka berkata, “Datangilah.” Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmelihat dari kejauhan, beliau bersabda, “Orang itu adalah Mikraz, seorang jahat (durjana).” Kemudian Mikraz berbicara dengan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, ketika sedang berbicara, tiba-tiba datanglah Suhail bin Amr. Maka Nabi bersabda, “Allah telah memudahkan urusan kalian (dengan datangnya orang ini).” Suhail berkata, “Marilah kita laksanakan perjanjian antara kita ke dalam suatu naskah perjanjian.”
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmemanggil Ali radhiyallahu ‘anhudan memerintahkan kepadanya, “Tulislah ‘Bismillahirrahmanirrahim’ (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).” Tetapi Suhail memotong dan mengatakan, “ArRahman, demi Allah! Aku tidak mengerti apa maksudnya, tapi tuliskan saja ‘Bismikallahumma’ (Dengan menyebut namaMu, ya Allah) seperti yang biasanya kalian tulis.” Para sahabat menjawab, “Demi Allah! Kami tidak mau menulisnya kecuali dengan ‘Bismillahirrahmanirrahim.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenengahi ketegangan tersebut seraya bersabda; “Tulislah ‘Bismikallahumma,'” kemudian beliau melanjutkan, “Ini adalah keputusan Muhammad, utusan Allah.”
Suhail kembali memprotes, “Demi Allah! Andai kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentu kami tidak menghalanghalangimu untuk sampai ke Baitullah dan tentu kami tidak memerangimu, tapi tulislah ‘Muhammad bin Abdullah.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpun bersabda; “Demi Allah! Sesungguhnya aku benar-benar utusan Allah sekalipun kalian mendustakanku, tulislah Muhammad bin Abdullah.” Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَberkata kepada Suhail, “Dengan syarat hendaklah kalian membiarkan kami mengunjungi Baitullah, kami akan berthawaf.” Suhail berkata, “Demi Allah! Demi mencegah agar orang-orang Arab jangan membicarakan bahwa kami ditekan, tetapi sebaliknya hal itu dilakukan pada tahun depan (bukan saat ini).” Suhail mengajukan syarat, “Dan syarat lainnya adalah jika ada orang dari kalangan kami yang datang kepadamu, sekalipun ia memeluk agamamu, engkau harus mengembalikannya kepada kami.” Kaum Muslimin berkata, “Subhanallah, mana mungkin dia dikembalikan pada orang-orang musyrik sedangkan dia datang dalam keadaan Muslim.” Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah Abu Jandal bin Suhail bin Amr dalam keadaan terbelenggu dengan rantai. Dia melarikan diri dari Makkah melalui jalan yang terendah hingga sampailah dia di hadapan kaum Muslimin. Suhail berkata, “Hai Muhammad, ini adalah orang pertama yang termasuk dalam perjanjian yang harus engkau tepati, engkau harus mengembalikannya (padaku).” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Kita masih belum menyelesaikan naskah perjanjian ini.” Suhail bin Amr berkata, “Kalau begitu, demi Allah! Aku tidak mau berdamai denganmu atas sesuatu pun selamanya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmendesak, “Kalau begitu, izinkan dia demi aku.” Suhail menjawab, “Aku tidak akan mengizinkannya (untukmu).” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmendesak lagi, “Tidak, biarkanlah dia untukku.” Suhail tetap bersikeras, “Aku tidak akan mengizinkan kau mengambilnya.” Mikraz berkata, “Ya, kami membolehkanmu mengambilnya.” Abu Jandal berkata, “Hai orang-orang Muslim! Apakah aku akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik, padahal aku datang sebagai seorang Muslim, tidakkah kalian melihat apa yang telah aku alami?” Abu Jandal selama itu disiksa karena mempertahankan Agama Allah جَلَّ جَلالُهُ.
Umar bin alKhaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Demi Allah, sejak masuk Islam, aku tidak pernah ragu kecuali pada hari itu, maka aku mendatangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdan bertanya, “Bukankah engkau Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَllah yang sebenarnya?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “Benar,” Umar bertanya, “Bukankah kita berada di pihak yang benar dan musuh kita berada di pihak yang batil?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “Benar,” Umar berkata, “Lantas mengapa kita mengalah dalam membela Agama kita?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, aku tidak akan mendurhakaiNya dan Dia pasti akan menolongku.” Umar bertanya, “Bukankah Anda pernah mengatakan kepada kami bahwa kita akan datang ke Baitullah dan melakukan thawaf?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “Benar, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?” Umar menjawab, “Tidak,” kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Sesungguhnya engkau akan mengunjungi Baitullah dan berthawaf.”
Setelah itu, Umar mendatangi Abu Bakar dan bertanya, “Hai Abu Bakar, bukankah dia Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَllah sebenarnya?” Abu Bakar menjawab, “Benar,” Umar bertanya, “Bukankah kita berada di pihak yang benar sedangkan musuh kita berada di pihak yang batil?” Abu Bakar menjawab, “Benar,” Umar bertanya, “Lalu mengapa kita mengalah dalam membela Agama kita?” Abu Bakar merasa kesal, lalu berkata, “Hai orang, dia adalah utusan Allah dan beliau tidak akan mendurhakaiNya, Dia pasti menolongnya, maka terimalah apa yang ditetapkannya, demi Allah! Sesungguhnya dia berada pada keputusan yang benar.” Umar berkata, “Bukankah dia telah berbicara kepada kita bahwa kita akan mendatangi Baitullah dan berthawaf?” Abu Bakar menjawab, “Benar,” Abu Bakar balik bertanya, “Apakah beliau mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatangi Baitullah tahun ini?” Umar menjawab, “Tidak,” Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya engkau pasti akan mendatangi Baitullah dan berthawaf.”
Seusai menulis isi perjanjian, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَbersabda, “Berdirilah kalian dan sembelihlah hewan kurban kalian kemudian bercukurlah.” Demi Allah, tidak ada seorang pun di antara mereka yang berdiri hingga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmengulangi sabdanya sebanyak tiga kali. Karena tidak ada seorang pun yang mau berdiri, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpun masuk ke tenda Ummu Salamah dan menceritakan padanya perlakuan yang diterima dari orang-orang, kemudian Ummu Salamah berkata, “Hai Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَllah! Apakah engkau menginginkan agar hal tersebut terlaksana, sekarang keluarlah dan jangan berkata sepatah kata pun kepada seorang pun sebelum engkau menyembelih kurban dan kau panggil tukang cukur untuk mencukurmu.”
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَpun keluar dari kemah dan tidak berbicara dengan siapa pun hingga melakukan apa yang telah disarankan Ummu Salamah. Beliau a menyembelih hewan kurbannya lalu memanggil tukang cukur untuk mencukur rambut beliau.
Ketika para sahabat melihat hal tersebut, mereka segera bangkit menuju tempat hewan kurban masingmasing lalu menyembelihnya dan sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian hingga sebagian dari mereka hampir membunuh sebagian yang lain karena kesal.
Kemudian beberapa wanita beriman mendatangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Pada saat itulah turun ayat;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ وَآتُوهُمْ مَا أَنْفَقُوا وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuanperempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suamisuami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suamisuami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuanperempuan kafir.” (AlMumtahanah: 10).
Saat itu juga Umar menceraikan dua orang istrinya karena keduanya tetap dalam kemusyrikan, kemudian salah seorangnya dinikahi Mu’awiyah bin Abu Sufyan sedangkan yang lainnya dinikahi oleh Shafwan bin Umayyah (sebelum keduanya masuk Islam. Ed. T).
Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَkembali ke Madinah, Allah جَلَّ جَلالُهُ menurunkan padanya,
{إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا}
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada kamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosa yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya atasmu dan memberimu petunjuk kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” Sampai akhir surat.
Umar bin alKhaththab bertanya, “Apakah itu penaklukan wahai Rasulullah?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَmenjawab, “Ya.” Para sahabat berkata, “Selamat buatmu wahai Rasulullah, lantas bagian kami apa?” Maka Allah جَلَّ جَلالُهُ menurunkan ayat,
{هُوَ الَّذِي أَنزلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ}
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allahlah tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Inilah tafsir terakhir surat alFath. Segala puji dan nikmat hanya milik Allah جَلَّ جَلالُهُ semata.
Semoga kesejahteraan tetap terlimpahkan pada Nabi kita Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya.
Saya menukil dari tulisan penafsirnya sendiri 5 dan semoga Allah جَلَّ جَلالُهُ mengampuni beliau. Ia usai menulis tafsirnya pada tanggal 13 Dzulhijjah 1345 H. Semoga Allah tetap melimpahkan kesejahteraan pada Nabi kita Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya serta tetap memberikan keselamatan yang banyak hingga Hari Akhir. Amin.
Ditulis oleh orang yang membutuhkan Rabbnya, Sulaiman bin Hamad alAbdullah alBassam. Semoga Allah جَلَّ جَلالُهُ berkenan mengampuninya dan orang tuanya serta untuk seluruh kaum Muslimin, amin. Semoga Allah tetap melimpahkan kesejahteraan kepada nabi kita Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya serta tetap memberikan keselamatan yang banyak hingga Hari Akhir. Amin. Segala puji hanya bagi Allah جَلَّ جَلالُهُ yang dengan nikmatNya segala perbuatan baik terselesaikan.
Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa rahmat bagi seluruh alam, dan orang-orang yang bersama dengan dia yakni sahabat-sahabat-Nya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir yang menentang agama-Nya, tetapi berkasih sayang dan saling mencintai sesama mereka yang beriman. Kamu senantiasa melihat mereka rukuk dan sujud dan itu dilakukan semata-mata untuk mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Engkau saksikan pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud berupa cahaya yang menunjukkan ketakwaan dan kesalehannya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang sangat agung yang diungkapkan dalam taurat yang diturunkan kepada nabi musa. Dan sifat-sifat me-reka yang diungkapkan dalam injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya. Demikian perumpamaan orang-orang mukmin pengikut nabi Muhammad. Sesungguhnya mereka itu mula-Mula sedikit saja, kemudian ia bertambah semakin banyak, bagaikan tunas yang menumbuhkan tanaman yang subur dan banyak buahnya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. Sifat-sifat yang luhur dan mulia dinyatakan karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan menunjukkan semakin banyaknya jumlah orang-orang mukmin dan semakin besarnya kekuatan mereka dari masa ke masa. Demikianlah akhir surah al-fat’ ini ditutup dengan janji Allah bahwa Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan atas dosa dan kesalahan mereka dan pahala yang besar yaitu surga. Semoga kami termasuk orang-orang yang memperoleh anugerah yang agung itu. 1. Pada permulaan surah al-hujur’t ini Allah mengajarkan akhlak kepada kaum muslim ketika berhubungan dengan Allah dan rasul-Nya. Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya, yakni jangan kamu tergesa-gesa dalam memutuskan suatu perkara sebelum mendapat keputusan Allah dan rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Sungguh, Allah maha mendengar ucapan kamu, maha mengetahui segala gerak-gerik dan perbuatan kamu. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum muslim agar ja-ngan mendahului Allah dan rasul-Nya dalam menetapkan hukum keagamaan atau persoalan duniawi yang menyangkut kehidupan me-reka. Hal ini bertujuan agar keputusan mereka tidak menyalahi syariat islam sehingga menimbulkan kemurkaan Allah.
Al-Fath Ayat 29 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Fath Ayat 29, Makna Al-Fath Ayat 29, Terjemahan Tafsir Al-Fath Ayat 29, Al-Fath Ayat 29 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Fath Ayat 29
Tafsir Surat Al-Fath Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29