{21} Al-Anbiya / الأنبياء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المؤمنون / Al-Mu’minun {23} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hajj الحج (Haji) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 22 Tafsir ayat Ke 28.
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ ﴿٢٨﴾
liyasy-hadụ manāfi’a lahum wa yażkurusmallāhi fī ayyāmim ma’lụmātin ‘alā mā razaqahum mim bahīmatil-an’ām, fa kulụ min-hā wa aṭ’imul-bā`isal-faqīr
QS. Al-Hajj [22] : 28
Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mere-ka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka berupa diampuni dosa-dosa mereka, mendapatkan pahala karena melaksanakan manasik dan ketaatan mereka, mendapatkan laba dari perdagangan mereka, dan selainnya. Hendaklah mereka menyebut nama Allah saat menyembelih unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada-Nya pada hari-hari yang telah ditentukan, yaitu 10 Dzulhijjah dan tiga hari sesudahnya, sebagai rasa syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya. Mereka diperintahkan untuk memakan sebagian dari sembelihan-sembelihan ini sebagai suatu yang sunnah, dan memberikan sebagiannya yang lain kepada orang fakir yang parah kefakirannya.
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka.Yakni manfaat untuk dunia dan akhirat mereka.
Manfaat akhirat bagi mereka ialah mendapat rida dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Sedangkan manfaat dunia ialah apa yang mereka peroleh dari hewan kurban dan perniagaan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa yang dimaksud dengan manfaat ialah manfaat dunia dan akhirat. Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:
Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan kalian. (Al Baqarah:198)
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.
Syu’bah dan Hasyim telah meriwayatkan dari Abu Bisyr, dari Sa’id, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari-hari belasan.
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini secara ta’liq hanya dengan ungkapan jazm dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari, Mujahid, Qatadah, Ata, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Ibrahim An-Nakha’i yang hal ini dijadikan pegangan oleh mazhab Imam Syafii dan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad ibnu Hambal.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ur’urah, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Sulaiman, dari Muslim Al-Batin, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: “Tiada suatu amal perbuatan di hari mana pun yang lebih utama daripada amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya, “Tidak pula berjihad di jalan Allah?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Tidak pula berjihad di jalan Allah, terkecuali seorang lelaki yang mengorbankan jiwa dan hartanya (di jalan Allah) dan yang pulang hanya namanya saja.”
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hal yang semisal. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib sahih. Dalam bab ini terdapat pula riwayat lain dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah ibnu Amr, dan Jabir.
Saya telah meneliti jalur-jalur riwayat tersebut dan membahasnya secara khusus dalam satu juz (bendel), antara lain ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang lebih besar di sisi Allah, dan yang lebih disukai untuk dilakukan amal di dalamnya selain hari-hari yang sepuluh ini. Maka perbanyaklah oleh kalian di hari-hari ini membaca tahlil, takbir, dan tahmid.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula melalui jalur lain, dari Mujahid dari Ibnu Umar dengan lafaz yang semisal.
Imam Bukhari mengatakan, bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah keluar menuju pasar di hari-hari belasan (dari bulan Zul Hijjah) ini, maka keduanya bertakbir dan orang-orang yang ada di pasar ikut bertakbir bersama takbir keduanya.
Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui Jabir secara marfu’ bahwa hari-hari belasan inilah yang disebutkan oleh Allah dalam sumpah-Nya melalui firman-Nya:
Demi fajar dan malam-malam yang sepuluh. (89:1-2)
Sebagian ulama Salaf mengatakan, sesungguhnya hari-hari tersebut adalah hari-hari yang dimaksudkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam firman-Nya:
dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh malam (lagi). (Al A’raf:142)
Di dalam kitab Sunan Imam Abu Daud disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan puasa di hari-hari sepuluh ini.
Hari-hari yang sepuluh ini mencakup hari Arafah yang telah ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Qatadah, bahwa:
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya mengenai mengerjakan puasa di hari ‘Arafah, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Saya menduga bahwa Allah akan menghapuskan dosa tahun yang silam dan tahun yang akan datang.”
Sepuluh hari ini mencakup pula Hari Raya Kurban yang merupakan hari haji akbar. Di dalam sebuah hadis telah disebutkan bahwa hari haji akbar itu adalah hari yang paling utama di sisi Allah.
Pada garis besarnya sepuluh hari ini dapat dikatakan hari-hari yang paling utama dalam satu tahunnya, sesuai dengan apa yang telah disebutkan di dalam hadis. Keutamaan sepuluh hari ini melebihi keutamaan sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, karena dalam sepuluh hari Zul Hijjah ini disyariatkan di dalamnya hal-hal yang juga disyariatkan di dalam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, seperti salat, puasa, sedekah, dan lain-lainnya. Tetapi sepuluh hari Zul Hijjah ini mempunyai keistimewaan yang melebihinya, yaitu ibadah fardu haji dilakukan di dalamnya.
Menurut pendapat yang lain, sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan lebih utama, karena di dalamnya terdapat Lailatul Qadar yang nilainya lebih utama daripada seribu bulan.
Ulama lainnya berpendapat pertengahan. Mereka mengatakan bahwa hari-hari belasan Zul Hujah lebih utama, sedangkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadan lebih utama. Dengan demikian, pendapat ini menggabungkan semua dalil yang ada mengenai keduanya.
Pendapat yang kedua tentang hari-hari yang ditentukan. Al-Hakam telah meriwayatkan dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa hari-hari yang ditentukan adalah Hari Raya Kurban dan tiga hari sesudahnya. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui Ibnu Umar dan Ibrahim An-Nakha’i. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dalam suatu riwayat yang bersumber darinya.
Pendapat ketiga. Imam ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ajian, telah menceritakan kepadaku Nafi’, bahwa Ibnu Umar pernah mengatakan, “Hari-hari yang ditentukan dan hari-hari yang berbilang, jumlah keseluruhannya ada empat hari, yaitu hari-hari yang ditentukan ialah Hari Raya Kurban dan dua hari sesudahnya. Sedangkan hari-hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah Hari Raya Kurban.” Sanad riwayat ini berpredikat sahih bersumber darinya. As-Saddi mengatakan pendapat ini, dan pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Malik ibnu Anas.
Pendapat ini dan yang sebelumnya diperkuat oleh firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan:
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.
Yakni saat menyembelihnya disebutkan nama Allah.
Pendapat yang keempat mengatakan, sesungguhnya hari-hari sepuluh itu ialah hari Arafah. Hari Raya Kurban, dan sehari sesudahnya. Pendapat inilah yang dikatakan oleh mazhab Abu Hanifah.
Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya yang mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan ialah hari Arafah, Hari Raya Kurban, dan hari-hari Tasyriq.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.
Yakni unta, sapi, dan kambing. Seperti yang telah dijelaskan di dalam tafsir surat Al-An’am, melalui firman-Nya:
(yaitu) delapan binatang yang berpasangan. (Al An’am:143), hingga akhir ayat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa memakan hewan kurban hukumnya wajib. Akan tetapi, pendapat ini garib. Karena menurut kebanyakan ulama, perintah makan kurban ini termasuk ke dalam Bab “Rukhsah (Anjuran).” Seperti yang telah disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ setelah menyembelih unta kurbannya, beliau memerintahkan agar dari setiap unta yang disembelihnya diambil sepotong dagingnya, lalu beliau memasaknya dan memakannya serta meminum kuahnya.
Abdullah ibnu Wahb mengatakan bahwa Malik pernah berkata kepadanya, “Aku suka makan daging hewan kurbanku.” Alasannya ialah karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
Maka makanlah sebagian darinya.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa ia pernah menanyakan hal tersebut kepada Al-Lais, dan ternyata Al-Lais mengatakan hal yang sama dengan Malik.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim sehubungan dengan makna firman-Nya:
Maka makanlah sebagian darinya.
Bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak mau memakan sebagian dari hewan sembelihan mereka, kemudian hal tersebut diperbolehkan bagi kaum muslim. Karena itu barang siapa yang ingin memakannya, ia boleh memakannya, dan barang siapa yang tidak suka, boleh tidak memakannya. Telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid dan Ata.
Hasyim telah meriwayatkan dari Husain, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
Maka makanlah sebagian darinya.
Bahwa ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam firman-Nya:
dan apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. (Al Maidah:2)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi. (Al Jumuah:10)
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya (yakni memakan daging hewan kurban itu boleh bagi orang yang mengorbankannya). Orang-orang yang berpendapat bahwa daging hewan kurban itu dibagi menjadi dua bagian —yang sebagian untuk si pemilik, sedangkan sebagian lainnya untuk disedekahkan—menguatkan pendapat ini dengan dalil firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.
Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa daging kurban dibagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk yang punya, sepertiga lainnya untuk ia hadiahkan, dan sepertiga yang terakhir untuk disedekahkan, karena berdasarkan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat lainnya yang mengatakan:
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (Al Hajj:36)
Keterangan mengenainya akan dibahas pada tempatnya, yaitu saat menafsirkan ayat ini.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
orang yang sengsara lagi fakir.
Ikrimah mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang yang terdesak oleh kebutuhan dan tampak pada dirinya tanda sengsara, keadaannya miskin, tetapi tidak mau meminta-minta demi menjaga kehormatan dirinya.
Menurut Mujahid, ialah orang miskin yang tidak mau meminta-minta.
Sedangkan Qatadah berpendapat bahwa makna yang dimaksud ialah orang yang menderita penyakit menahun.
Dan Muqatil mengatakan, maknanya yaitu orang yang tuna netra.
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ memerinci manfaat-manfaat yang muncul dari berkunjung ke Baitullah al-Haram untuk memotivasi pergi ke sana. Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka,” maksudnya agar mereka memperoleh berbagai kemanfaatan agama di Baitullah, berupa (kesempatan) melakukan ibadah-ibadah yang utama dan ibadah-ibadah yang tidak terlaksana kecuali di tempat itu. (Dan memperoleh) manfaat duniawi, seperti berniaga, meraup keuntungan-keuntungan materi. Ini semua merupakan perkara yang riil. Setiap orang mengetahuinya. وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ “Dan supaya mereka menyebut Nama Allah جَلَّ جَلالُهُ pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah جَلَّ جَلالُهُ telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” Ini termasuk paduan manfaat agama dan duniawi. Maksudnya, agar mereka mengingat Nama Allah جَلَّ جَلالُهُ saat menyembelih binatang-binatang kurban, sebagai ungkapan syukur kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ atas rizki yang Dia limpahkan kepada mereka dan Dia mudahkan bagi mereka dari binatang-binatang tersebut. Jika kalian menyembelihnya, فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ “maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir,” yaitu orang yang sangat membutuhkan.
Dengan memenuhi seruan nabi ibrahim, mengunjungi baitullah guna menunaikan ibadah haji, kaum muslim mendapat keuntungan dunia akhirat, yakni agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka, terutama menguatkan perasaan bersaudara di antara umat muslim, dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan dalam rangkaian manasik haji seperti berkurban dengan mengumandangkan takbir pada hari raya haji atau hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 zulhijah atas rezeki yang dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya, sebagai tanda bersyukur dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir sebagai tanda peduli dan berbagi dengan kaum duafa hingga perasaan gembira itu dirasakan bersama. 29. Setelah wukuf dilakukan, bermalam di muzdalifah dan melontar jumrah usai dilaksanakan, maka kemudian, para tamu Allah hendaklah menghilangkan kotoran yang ada di badan mereka dengan tahalul awal, memotong rambut, kemudian hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka, jika mereka bernazar, dan melakukan tawaf ifadah sekeliling rumah tua, baitullah, yang dibangun sejak zaman adam, kemudian melakukan tahalul kedua yang membolehkan melakukan semua larangan berihram.
Al-Hajj Ayat 28 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hajj Ayat 28, Makna Al-Hajj Ayat 28, Terjemahan Tafsir Al-Hajj Ayat 28, Al-Hajj Ayat 28 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hajj Ayat 28
Tafsir Surat Al-Hajj Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)