{40} Ghafir / غافر | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الشورى / Asy-Syura {42} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Fussilat فصلت (Yang Dijelaskan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 41 Tafsir ayat Ke 33.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٣٣﴾
wa man aḥsanu qaulam mim man da’ā ilallāhi wa ‘amila ṣāliḥaw wa qāla innanī minal-muslimīn
QS. Fussilat [41] : 33
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”
Tak seorang pun yang lebih baik perkataannya dibandingkan orang yang mengajak mengesakan Allah, beribadah kepada-Nya semata, dan beramal saleh. Kemudian ia berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri tunduk terhadap perintah dan syariat-Nya.”
Ayat ini mendorong kita untuk berdakwah dan sebagai penjelasan keutamaan para ulama yang berdakwah berdasarkan ilmu yang sesuai dengan bimbingan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah. (Fushshilat: 33)
Yakni menyeru manusia untuk menyembah Allah semata.
mengerjakan amal saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”? (Fushshilat: 33)
Yaitu dirinya sendiri mengerjakan apa yang dikatakannya dengan penuh konsekuen sehingga bermanfaat bagi dirinya, juga bagi orang lain yang mengikuti jejaknya. Dan dia bukan termasuk orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan, sedangkan mereka sendiri tidak mengerjakannya; bukan pula termasuk orang-orang yang mencegah perkara yang mungkar, sedangkan mereka sendiri mengerjakannya. Bahkan dia menganjurkan kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan, dan menyeru manusia untuk kembali ke jalan Khaliq.
Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri mengerjakannya dengan penuh konsekuen, dan orang yang paling utama dalam hal ini adalah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Sirin, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud adalah para juru azan yang saleh, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui salah satu hadisnya yang mengatakan:
juru azan adalah orang yang paling panjang lehernya (terhormat) kelak di hari kiamat.
Dan di dalam kitab sunan disebutkan melalui salah satu hadisnya yang berpredikat marfu’:
Imam adalah penjamin, dan juru azan adalah orang yang dipercaya. Maka Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampun bagi para juru azan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Urwah, telah menceritakan kepada kami Gassan kadi Hirah. Abu Zar’ah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnuTuhman, dari Matar, dari Al-Hasan, dari Sa’d ibnu Abu Waqqas r.a. yang mengatakan bahwa anak panah juru azan di sisi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى pada hari kiamat sama dengan anak panah mujahidin. Seorang juru azan di antara azan dan iqamahnya sama (pahalanya) dengan seorang mujahid yang berlumuran darahnya di jalan Allah.
Ibnu Mas’ud r.a. telah mengatakan bahwa seandainya dirinya ditugaskan menjadi juru azan, maka ia tidak peduli lagi dengan ibadah haji, tidak pula dengan ibadah umrah, tidak pula dengan jihad.
Umar ibnul Khattab r.a. telah mengatakan, “Seandainya aku menjadi juru azan, sempurnalah urusanku dan aku tidak mempedulikan lagi untuk tidak berdiri di malam hari salat sunat, tidak pula puasa (sunat) di siang harinya, karena aku pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa:
‘Ya Allah, berilah ampunan bagi orang-orang yang azan.’
sebanyak tiga kali. Lalu aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, engkau tinggalkan kami (dalam doamu), padahal kami berjuang dengan pedang untuk membela seruan azan.’ Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
‘Bukan itu, hai Umar. Sesungguhnya kelak akan datang suatu masa bagi manusia, di masa itu manusia meninggalkan azan (dan menyerahkannya) kepada orang-orang lemah mereka. Dan daging itu diharamkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى masuk neraka, yaitu daging para juru azan’.”
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa berkenaan dengan para juru azanlah ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”? (Fushshilat: 33)
Siti Aisyah r.a. mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah seruan juru azan saat mengucapkan, “Hayya ‘alas salah (marilah kita kerjakan salat),” dan sesungguhnya dia menyeru (manusia) kepada Allah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar dan Ikrimah, bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan juru azan.
Al-Bagawi telah meriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili r.a. yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan mengerjakan amal yang saleh. (Fushshilat: 33) Yakni salat dua rakaat di antara azan dan iqamah. Kemudian Al-Bagawi mengetengahkan hadis Abdullah ibnul Mugaffal r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Di antara dua azan (azan dan iqamah) terdapat salat (sunat) —kemudian pada yang ketiga kalinya beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda— bagi orang yang menghendaki (nya).
Jamaah telah mengetengahkan di dalam kitab mereka masing-masing melalui hadis Abdullah ibnu Buraidah, dari Abdullah ibnul Mugaffal r.a. Juga melalui hadis Ats-Tsauri, dari Zaid Al-Ama, dari Abu Iyas Mu’awiyah ibnu Qurrah, dari Anas ibnu Malik r.a. Ats-Tsauri mengatakan, ia merasa yakin bahwa Anas ibnu Malik me-rafa ‘-kan hadis ini sampai kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yaitu:
Doa yang dipanjatkan di antara azan dan iqamah tidak ditolak.
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaumu wal Lailah telah meriwayatkan semuanya melalui hadis Ats-Tsauri dengan sanad yang sama.
Pendapat yang benar menunjukkan bahwa makna ayat ini bersifat umum menyangkut para juru azan dan lain-lainnya. Adapun mengenai saat diturunkannya ayat ini, azan salat masih belum disyariatkan sama sekali karena ayat ini Makkiyyah; sedangkan azan baru disyariatkan hanya di Madinah sesudah hijrah ketika kalimat-kalimat azan diperlihatkan kepada Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Ansari dalam mimpinya, lalu ia menceritakannya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepadanya agar mengajarkan azan kepada Bilal r.a. karena sesungguhnya Bilal memiliki suara yang keras dan lantang, sebagaimana yang telah disebutkan di tempatnya.
Dengan demikian, berarti yang benar makna ayat ini bersifat umum. Seperti yang diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia membaca firman-Nya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushshilat: 33)
Lalu Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa orang yang dimaksud adalah kekasih Allah, dia penolong (agama) Allah, dia orang pilihan Allah, dia orang yang diutamakan oleh Allah, dia adalah orang yang paling disukai Allah di antara penduduk bumi. Dia memenuhi seruan Allah dan menyeru manusia untuk memenuhi seruan Allah seperti yang dilakukan olehnya, dan ia beramal saleh sebagai pengamalan seman Allah, lalu ia berkata, “Aku termasuk orang-orang yang berserah diri,” dan ini menjadikannya sebagai khalifah Allah.
Ini adalah satu bentuk pertanyaan yang bermakna menafikan sesuatu yang sudah pasti tidak ada. Artinya, tidak seorang pun, مَنْ أَحْسَنُ قَوْلا “yang lebih baik perkataannya,” ucapan, jalan hidup dan kondisinya, مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ “daripada orang yang menyeru kepada Allah,” dengan memberikan pengajaran kepada orang-orang yang bodoh, memberikan nasihat kepada orang-orang yang lalai dan berpaling serta berdialog dengan orang-orang yang berpaham menyimpang agar mereka hanya beribadah kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ dengan berbagai bentuk ibadah, menganjurkannya dan memperindahnya semampunya, dan agar mereka berhenti melakukan apa-apa yang Allah larang serta memperburuknya dengan segala cara yang bisa membuat mereka meninggalkannya, terutama adalah mengajak kepada prinsip Dinul Islam, memperindahnya dan mendebat musuh-musuhnya dengan metode yang terbaik, dan melarang lawan prinsip tersebut, yaitu kekafiran dan syirik, serta mengajak kepada kebaikan dan mencegah yang mungkar. Termasuk dakwah kepada Allah adalah mengajak mereka mencintaiNya dengan cara menjelaskan rincian nikmat-nikmatNya, kemahaluasan karuniaNya dan kemahasempurnaan rahmatNya serta menjelaskan sifat-sifat kesempurnaan dan kebesaranNya.
Termasuk berdakwah kepada Allah adalah memberikan motivasi untuk mencari ilmu dan pedoman hidup dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya dan menghimbaukannya dengan segala metode yang bisa mengantarkan kepada maksud. Dan termasuk dakwah juga adalah mengajak berakhlak mulia dan berbuat ihsan kepada segenap makhluk, membalas orang yang berbuat buruk dengan berbuat baik kepadanya, mengajak menjalin silaturahim dan berbakti kepada kedua ibu-bapak. Termasuk juga memberikan nasihat kepada masyarakat umum pada momen-momen tertentu, pada kesempatan-kesempatan temporal dan pada momen terjadinya bencana sesuai dengan kondisi, dan lain-lainnya yang sangat banyak sekali, yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang mencakup dakwah kepada kebaikan dan larangan dari segala keburukan.
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَعَمِلَ صَالِحًا “Dan mengerjakan amal yang shalih,” maksudnya, di samping dakwahnya mengajak manusia kepada Allah, ia sendiri segera mematuhi perintah Allah dengan beramal shalih yang membuat Rabbnya ridha, وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ “dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’,” maksudnya, tunduk kepada perintahNya dan menempuh jalanNya. Derajat sempurna seperti ini adalah milik ash-shiddiqin, yaitu orang-orang yang berbuat untuk menyempurnakan diri mereka sendiri dan menyempurnakan orang-orang lain dan mereka memperoleh warisan sempurna dari para rasul.
Dan sebaliknya orang yang paling buruk perkataannya adalah orang yang tergolong penyeru kepada kesesatan lagi menelusuri jalan-jalannya. Di antara dua predikat (kedudukan) yang salah satunya menjulang tinggi tak terjangkau, sedangkan yang lain turun ke bawah hingga pada tingkat paling rendah, terdapat tingkatan-tingkan yang hanya diketahui oleh Allah, semuanya ada tersebar pada manusia, dan masing-masing memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri dari apa yang dikerjakannya. Dan sekali-kali Allah tidak pernah lalai terhadap apa yang mereka kerjakan.
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan penghargaan kepada orang-orang yang istikamah dengan kedatangan malaikat yang membantu mereka, maka ayat-ayat berikut memberikan pujian terhadap orang yang menyeru ke jalan Allah. Dan siapakah yang lebih baik perkataannya di antara manusia, daripada orang yang menyeru kepada Allah agar manusia tidak melakukan kemusyrikan, dan selalu gemar mengerjakan kebajikan dan berkata dengan penuh keyakinan, ‘sungguh, aku termasuk ke dalam kelompok orang-orang muslim yang berserah diri”34. Orang seperti itulah orang yang terbaik. Dan dengan demikian tidaklah sama antara kebaikan dan pelaku kebaikan itu dengan kejahatan dan pelaku kejahatan itu. Oleh sebab itu, tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, dalam arti sebaik-baiknya. Jika itu yang dilakukan sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan ber-ubah sikapnya kepadamu menjadi seperti teman yang setia.
Fussilat Ayat 33 Arab-Latin, Terjemah Arti Fussilat Ayat 33, Makna Fussilat Ayat 33, Terjemahan Tafsir Fussilat Ayat 33, Fussilat Ayat 33 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Fussilat Ayat 33
Tafsir Surat Fussilat Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)