{84} Al-Insyiqaq / الإنشقاق | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الطارق / At-Thariq {86} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Buruj البروج (Gugusan Bintang) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 85 Tafsir ayat Ke 9.
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ﴿٩﴾
allażī lahụ mulkus-samāwāti wal-arḍ, wallāhu ‘alā kulli syai`in syahīd
QS. Al-Buruj [85] : 9
yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.
Allah bersumpah demi langit yang mempunyai garis edar yang dilalui matahari dan bulan. Demi hari kiamat yang dijanjikan Allah kepada makhluk untuk menghimpun mereka, Demi saksi yang bersaksi dan yang dipersaksikan. Allah boleh bersumpah dengan makhluk-makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Adapun makhluk tidak boleh bersumpah dengan selain Allah, karena bersumpah dengan selain Allah adalah syirik. Telah dilaknat orang-orang yang membuat parit di permukaan tanah dengan parit yang besar untuk menyiksa orang-orang yang beriman. Mereka menyalakan api besar dengan kayu bakar, ketika mereka duduk di tepi parit-parit itu dan tidak meninggalkannya, mereka hadir menyaksikan apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang yang beriman berupa penyiksaan. Mereka menimpakan siksaan berat kepada orang-orang beriman karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa yang tidak akan terkalahkan, Mahaterpuji dalam firman, perbuatan, perbuatan dan sifat-Nya, yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai orang-orang yang disebutkan dalam kisah ayat ini, siapakah mereka sebenarnya? Disebutkan dari sahabat Ali r.a. bahwa mereka adalah penduduk negeri Persia ketika raja mereka ingin menghalalkan kawin dengan mahram, lalu ulama mereka menentang kehendak raja itu. Maka dengan sengaja si raja membuat parit dan melemparkan ke dalamnya setiap orang yang menentang keinginannya dari kalangan mereka, dan akhirnya menghalalkan kawin dengan mahram terus berlangsung sampai sekarang.
Menurut riwayat lain yang juga dari Ali, mereka adalah suatu kaum di negeri Yaman. Orang-orang mukmin dari kalangan mereka berperang dengan orang-orang musyriknya. maka pada mulanya orang-orang mukmin menang atas orang-orang kafir, kemudian selang beberapa masa pertempuran di antara mereka kembali berkobar, dan kali ini orang-orang kafirlah yang menang atas orang-orang mukmin. Lalu orang-orang kafir membuat parit-parit dan para tawanan kaum mukmin dimasukkan ke dalamnya, kemudian dibakar di dalam parit itu. Diriwayatkan pula dari Ali, bahwa mereka adalah penduduk negeri Habsyah (Etiopia sekarang).
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. (Al-Buruj: 4-5) Bahwa mereka adalah segolongan orang-orang dari kaum Bani Israil yang membuat parit-parit, kemudian dinyalakanlah api di dalam parit itu. Kemudian mereka membawa kaum laki-laki dan wanita yang beriman ke pinggir parit itu dan mereka dipaksa untuk kafir, tetapi mereka menolak, lalu mereka dimasukkan ke dalamnya. Menurut pendapat ulama, mereka adalah Nabi Danial dan para pengikutnya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim, menurut pendapat yang lainnya lagi menyebutkan selain itu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ‘Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Suhaib, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menceritakan kisah berikut. Dahulu kala di kalangan orang-orang sebelum kamu terdapat seorang raja yang mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu telah lanjut usia, ia berkata kepada rajanya, “Sesungguhnya usiaku telah lanjut dan tidak berapa lama lagi ajalku akan tiba, maka berikanlah kepadaku seorang pemuda yang akan kuajari ilmu sihir.”
Maka raja menyerahkan kepada tukang sihir itu seorang pemuda untuk diajarinya ilmu sihir. Dan tersebutlah di antara rumah penyihir dan raja terdapat seorang rahib, maka bila si pemuda akan pergi ke rumah penyihir, terlebih dahulu ia mampir ke rumah si rahib dan mendengarkan perkataannya yang memikat hati si pemuda itu. Tersebutlah pula bahwa apabila si pemuda itu datang ke tempat penyihir, maka penyihir memukulnya seraya berkata.”’Apakah yang membuatmu datang terlambat?” Dan apabila pemuda itu pulang ke rumah keluarganya, maka mereka memukulnya pula seraya bertanya.”Mengapa kamu pulang terlambat?”
Kemudian si pemuda mengadukan hal tersebut kepada si rahib. Maka rahib memberinya petunjuk, “Apabila tukang sihir itu hendak memukulmu, katakanlah kepadanya bahwa keluargamu yang membuatmu datang terlambat. Dan apabila keluargamu hendak memukulmu. maka katakanlah kepada mereka bahwa si tukang sihirlah yang membuatmu pulang terlambat.”
Pada suatu hari si pemuda itu mendatangi seekor hewan yang besar lagi mengerikan, hewan itu menghalang-halangi jalan yang dilalui oleh manusia sehingga mereka tidak dapat melewatinya. Maka si pemuda itu berkata, “Pada hari ini aku akan mengetahui apakah perintah rahib yang lebih disukai oleh Allah ataukah perintah si tukang sihir.”
Si pemuda memungut sebuah batu dan berdoa, “Ya Allah, jika perintah rahib lebih disukai oleh Engkau dan lebih Engkau ridai daripada perintah si tukang sihir, maka bunuhlah hewan yang mengerikan ini agar manusia dapat melalui jalannya,” lalu ia melemparkan batu itu ke arah hewan tersebut dan mengenainya sampai mati, maka orang-orangpun dapat melewati jalannya seperti biasa.
Pemuda itu menceritakan hal tersebut kepada si rahib, maka si rahib berkata, “Hai anakku, engkau lebih utama daripada aku, dan sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika engkau mendapat cobaan, janganlah engkau menunjukkan tempatku berada.”
Tersebutlah bahwa pemuda itu dapat menyembuhkan penyakit buta, penyakit supak, dan penyakit-penyakit lainnya yang sulit disembuhkan. Dan tersebutlah bahwa si raja mempunyai teman sekedudukan yang terkena penyakit kebutaan. Ketika teman raja itu mendengar perihal si pemuda yang dapat menyembuhkan segala penyakit. maka ia datang kepadanya dengan membawa banyak hadiah seraya berkata, “Sembuhkanlah aku dari penyakitku ini. maka aku akan memberimu segala sesuatu yang ada di sini.” Si pemuda menjawab, “Aku bukanlah orang yang dapat menyembuhkan melainkan yang menyembuhkan hanyalah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Maka jika engkau mau beriman kepada-Nya. aku akan mendoakanmu kepada-Nya, dan Dia akan menyembuhkanmu.”
Teman raja itu mau beriman, maka si pemuda berdoa kepada Allah, kemudian dengan serta merta teman raja itu sembuh saat itu juga. Lalu teman raja itu datang lagi kepada raja dan duduk bersamanya sebagaimana biasanya. Si raja merasa kaget dan bertanya, “Hai Fulan, siapakah yang mengembalikan pandangan matamu menjadi seperti sedia kala?” Teman raja menjawab, “Tuhanku.” Si raja bertanya, “Apakah itu aku?” Teman raja menjawab, “Bukan, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” Raja bertanya, “Apakah engkau mempunyai tuhan lain selain aku?” Teman raja menjawab, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”
Maka raja terus-menerus menyiksa temannya itu, hingga pada akhirnya teman raja itu menunjukkan kepada si pemuda. Maka pemuda itu dipanggil menghadap kepada raja, dan raja berkata kepadanya, “Hai anakku, telah sampai kepadaku bahwa ilmu sihirmu mencapai tingkatan dapat menyembuhkan sakit buta, sakit supak, dan segala macam penyakit.” Si pemuda menjawab, “Aku tidak dapat menyembuhkan siapa pun, sesungguhnya yang menyembuhkan hanyalah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى” Si raja bertanya, “Dia adalah aku bukan?” Si pemuda menjawab, “Bukan.” Raja bertanya, “Apakah engkau mempunyai tuhan selain aku?” Pemuda menjawab, “Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”
Maka si raja itu pun menyiksa si pemuda dan terus-menerus menginterogasinya hingga pada akhirnya terpaksa si pemuda menunjukkan kepada si rahib, maka si rahib ditangkap dan dihadapkan kepada raja. Raja berkata kepadanya, “Tinggalkanlah agamamu itu.” Si rahib menolak’, maka raja meletakkan gergaji di tengah kepalanya dan membelah tubuhnya hingga terbelah.
Kemudian si raja berkata kepada temannya yang tadinya buta itu, “Tinggalkanlah agamamu!” Ia menolak, maka diletakkan pula gergaji di atas kepalanya, lalu tubuhnya dibelah menjadi dua dan jatuh ke tanah. Raja berkata kepada si pemuda, “Tinggalkanlah agamamu itu.” Si pemuda menolak, maka raja menyuruh sejumlah orang untuk membawanya ke atas sebuah gunung, dan berpesan kepada mereka, “Apabila kamu telah mencapai puncaknya, ancamlah dia. Maka jika dia mau meninggalkan agamanya, biarkanlah. Tetapi jika menolak. lemparkanlah ia dari puncaknya.”
Maka mereka membawa si pemuda itu. Dan ketika mereka telah sampai di puncak gunung tersebut bersama si pemuda itu, maka si pemuda berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau kehendaki.” Maka dengan tiba-tiba bumi mengalami gempa sangat kuat mengguncangkan mereka, sehingga mereka semuanya terjatuh dari puncak gunung itu.
Kemudian si pemuda itu datang kembali kepada raja. Setelah mendapat izin masuk, lalu pemuda itu menemui raja, dan raja bertanya kepadanya, “Apakah yang telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?” Si pemuda menjawab, “Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah menyelamatkan aku dari mereka.” Lalu raja mengirim sejumlah orang untuk membawa pemuda itu ke laut, seraya berpesan kepada mereka, “Jika kalian telah sampai di tengah laut, dan ternyata dia mau meninggalkan agamanya, maka biarkanlah dia. Tetapi jika ia tetap membangkang, maka lemparkanlah dia ke laut.” Lalu mereka menempuh jalan laut dengan membawa si pemuda itu. Ketika sampai di tengah laut, si pemuda berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah aku dari mereka dengan cara yang Engkau sukai.” Maka mereka semua tenggelam ke dalam laut itu.
Pemuda itu kembali datang dan menghadap kepada’raja, dan raja bertanya, “Apakah yang telah dilakukan oleh orang-orang yang membawamu?” Pemuda itu menjawab, “Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah menyelamatkan diriku dari mereka.”
Kemudian si pemuda itu berkata lagi kepada si raja, “Sesungguhnya engkau tidak akan dapat membunuhku sebelum melakukan apa yang akan kuperintahkan kepadamu. Jika engkau lakukan apa yang kuperintahkan kepadamu, niscaya engkau dapat membunuhku, dan jika tidak, maka selamanya engkau tidak akan dapat membunuhku.”
Raja bertanya, “Bagaimanakah caranya?” Pemuda itu menjawab, “Engkau kumpulkan semua manusia di suatu lapangan, kemudian engkau salib aku di atas balok kayu dan engkau ambil sepucuk anak panah dari wadah anak panahku, kemudian ucapkanlah, “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si pemuda ini.” Maka sesungguhnya jika engkau lakukan hal itu, barulah engkau dapat membunuhku.”
Raja melakukan apa yang disarankan oleh si pemuda itu dan memasang anak panah pemuda itu di busurnya, kemudian ia bidikkan ke arah pemuda tersebut dengan mengucapkan, “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si pemuda ini.” Maka panah melesat dan mengenai pelipisnya, lalu si pemuda memegang pelipisnya yang terkena panah itu dan meninggal dunia saat itu juga.
Maka semua orang yang hadir berkata, “Kami beriman kepada Allah, Tuhan si pemuda ini.” Dan dikatakan kepada raja.”Sekarang engkau baru menyaksikan apa yang engkau sangat mengkhawatirkannya.
Sesungguhnya, demi Allah, kamu telah dikalahkan karena semua orang telah beriman.” Raja sangat berang, lalu ia memerintahkan agar di tengah jalan dibuat galian parit yang cukup dalam dan dinyalakanlah api di dalam parit itu. Lalu raja berkata, “Barang siapa yang mau meninggalkan agamanya, biarkanlah dia. Dan jika tidak ada, maka masukkanlah mereka semuanya ke dalam parit itu.”
Tersebutlah bahwa mereka berlari-lari menuju ke parit itu dan saling berdesakan untuk paling dahulu masuk ke dalamnya. Dan datanglah seorang ibu yang membawa anak laki-laki yang masih disusuinya, maka seakan-akan si ibu enggan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam parit yang penuh dengan api itu. Maka bayi yang digendongnya itu berkata.”Hai Ibu, bersabarlah karena sesungguhnya engkau berada di jalan yang benar.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di akhir kitab sahihnya, dari Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Al-Imam Abu Isa At-Turmuzi telah meriwayatkannya dengan predikat yang baik di dalam tafsir surat ini dari Mahmud ibnu Gailan dan Abdu ibnu Humaid, —tetapi maknanya sama—, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Sabit Al-Bannani, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Suhaib yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bila telah salat Asar kelihatan sekan-akan berbisik-bisik, yang menurut istilah sebagian dari mereka, makna yang dimaksud ialah beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menggerak-gerakkan kedua bibirnya seakan-akan sedang berbicara. Maka ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apabila engkau salat Asar kelihatan engkau menggerakkan kedua bibirmu.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, bahwa dahulu ada seorang nabi yang merasa bangga dengan umatnya, ia mengatakan, “Siapa yang dapat menandingi mereka?” Maka Allah menurunkan wahyu kepada nabi itu, “Suruhlah mereka untuk memilih apakah Aku yang mengazab mereka ataukah Aku jadikan mereka dikuasai oleh musuhnya?” Akhirnya mereka memilih lebih suka dihukum oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menguasakan kepada mereka kematian, sehingga matilah dari mereka dalam sehari sebanyak tujuh puluh ribu orang.
Suhaib melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah apabila menceritakan kisah ini, maka beliau mengisahkan pula kisah lainnya yang menyangkut pemuda itu. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Dahulu ada seorang raja yang mempunyai seorang tukang tenung yang bekerja untuk raja dengan ilmu tenungnya. Maka tukang tenung itu berkata, ‘Berikanlah kepadaku seorang pemuda yang pandai atau cerdik dan cerdas, aku akan mengajarkan kepadanya ilmuku ini.”
Kemudian kisah ini disebutkan dengan lengkap yang di akhirnya disebutkan bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar. (Al-Buruj :4-5) sampai dengan firman-Nya: Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj:8)
Adapun si pemuda itu telah dikebumikan, dan disebutkan bahwa di masa pemerintahan Khalifah Umar r.a. pemuda itu dikeluarkan dari kuburnya, sedangkan telunjuknya berada di pelipisnya seperti sedia kala saat dia terbunuh. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib, dan konteks hadis ini tidak mengandung keterangan yang jelas yang membuktikan bahwa konteks kisah ini dari perkataan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Guru kami Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi telah mengatakan bahwa barangkali lafaz ini dari perkataan Suhaib Ar-Rumi, karena sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan tentang berita-berita kaum Nasrani, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya dengan konteks yang lain yang berbeda dengan sebelumnya. Untuk itu dia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yazib ibnu Ziyad, dari Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, telah menceritakan pula kepadaku sebagian ulama Najran, dari para pemilik kisah. Bahwa dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran —mereka tidak menyebutkan nama lelaki itu yang disebutkan namanya oleh Ibnu Munabbih, karena mereka hanya mengatakan bahwa Najran kedatangan seorang lelaki— lalu ia membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota tempat tinggal si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan anak-anakNajran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah dan salatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam, mengesakan Allah dan menyembah-Nya. Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A’zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A’zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A’zam kepadanya, seraya berkata.”Wahai anak saudaraku, engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya.”
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya. Dan setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis padanya Ismul A’zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat. Maka gurunya bertanya, “Coba sebutkan.” Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian. Gurunya bertanya, “Bagaimana kamu mendapatkannya?” Maka Abdullah menceritakan kepada.gurunya apa yang telah ia lakukan. Lalu gurunya berkata, “Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan menyalahgunakannya.”
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan kepadanya, “Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masuk ke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?” Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, “Ya,” dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran, lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, “Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu.” Abdullah menjawab, “Engkau tidak akan mampu melakukannya.”
Kemudian RajaNajran mengirimkan Abdullah ke atas sebuah bukit yang tinggi sekali, lalu dijatuhkan dari atasnya dengan kepala di bawah. Maka jatuhlah Abdullah dari atasnya, tetapi tidak apa-apa. Lalu raja mengirimnya ke sebuah perairan di Najran yang berpusar, tiada suatu makhluk hidup pun yang dilemparkan ke dalamnya melainkan pasti mati.
Maka Abdullah dilemparkan ke dalamnya, dan ternyata ia dapat keluar dari perairan itu dalam keadaan sehat wal afiat dan segar bugar.
Setelah Abdullah dapat mengalahkan segala upaya RajaNajran itu, maka Abdullah berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau, demi Allah, tidak akan mampu membunuhku sebelum engkau beriman kepada apa yang aku imani dan mengesakan Allah. Maka sesudah itu sesungguhnya jika engkau hendak meneruskan niatmu, kamu dapat menguasaiku dan membunuhku.*’
Pada akhirnya si raja mau beriman dan mengesakan Allah serta mengucapkan kalimat persaksian seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnut Tamir.
Kemudian si raja memukulnya dengan tongkat yang ada di tangannya pada bagian kepalanya dan sempat melukainya, tetapi tidak besar. Dari pukulan itu meninggal dunialah Abdullah ibnut Tamir. Dan raja itu mati pula di tempatnya, sedangkan seluruh penduduk negeri Najran telah memeluk agama Abdullah ibnut Tamir. Tersebutlah bahwa Abdullah ibnut Tamir berada dalam agama yang disampaikan oleh Isa putra Maryam a.s., yaitu berpegangan kepada kitab Injil dan hukumnya. Kemudian para pemeluk agamanya tertimpa oleh musibah-musibah yang menguji mereka, oleh karena itulah maka asal agama Nasrani itu dari Najran.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikianlah menurut hadis Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi dan sebagian ulama Najran, dari Abdullah ibnut Tamir, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui kebenarannya.
Kemudian dilanjutkan bahwa Zu Nuwas membawa bala tentaranya menuju ke Najran dan menyeru penduduknya untuk memeluk agama Yahudi, dan memberikan kepada mereka pilihan antara memeluk agama Yahudi atau dibunuh. Ternyata mereka lebih memilih untuk dibunuh, maka Zu Nuwas membuat galian parit dan di dalam parit dinyalakan api yang besar. Lalu mereka dimasukkan ke dalamnya, yang sebelumnya mereka dibunuh dengan pedang dan dicincang, sehingga terbunuhlah dari mereka kurang lebih sebanyak dua puluh ribu orang.
Berkenaan dengan kisah Zu Nuwas dan bala tentaranya inilah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurutkan firman-Nya kepada Rasul-Nya: Binasa dan terkutuklah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj :4-9)
Demikianlah menurut apa yang disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab sirahnya, bahwa orang yang membunuh dan membantai mereka yang dimasukkan ke dalam parit yang berapi itu adalah Zu Nuwas, yang nama aslinya ialah Zur’ah. Dan di masa pemerintahannya ia dipanggil dengan sebutan Yusuf, dia adalah Ibnu Bayan alias As’ad ibnu Abu Kuraib. Dan dia adalah salah seorang Tubba’ yang memerangi Madinah dan memberi kain kelambu kepada Ka’bah, serta membawa dua orang ulama Yahudi Madinah yang menjadi teman dekatnya. Tersebutlah bahwa dialah yang membawa agama Yahudi ke negeyi Yaman sehingga ada sebagian dari negeri Yaman yang beragama Yahudi. Demikianlah menurut apa yang diterangkan oleh Ibnu Ishaq dengan panjang lebar.
Zu Nuwas dalam sehari membunuh dua puluh ribu orang dengan memasukkan mereka ke dalam parit-parit berapi. Dan tiada seorang pun dari mereka yang selamat kecuali seorang lelaki yang dikenal dengan nama Daus Zu Sa’laban. Dia sempat melarikan diri dengan berkuda dan mereka mengejarnya, tetapi tidak dapat menangkapnya. Kemudian Daus pergi menemui kaisar raja negeri Syam meminta suaka padanya. Selanjutnya kaisar berkirim surat kepada Najasyi raja negeri Habsyah (Etiopia) untuk bertindak (karena lebih dekat). maka Raja Najasyi mengirimkan pasukan besar yang terdiri dari orang-orang Nasrani negeri Habsyah yang dipimpin oleh Aryat dan Abrahah, maka pasukan ini menyelamatkan negeri Yaman dari cengkeraman orang-orang yang beragama Yahudi. Sedangkan Zu Nuwas sendiri melarikan diri melalui jalan laut, dan di laut ia tenggelam.
Kemudian negeri Yaman dikuasai oleh orang-orang Nasrani Habsyah selama tujuh puluh tahun, kemudian negeri Yaman diselamatkan oleh Saif ibnu Zu Yazin Al-Himyari dari tangan orang-orang Nasrani Habsyah. Hal ini terjadi ketika Saif bergabung dengan Kisra, Raja Persia. Maka Raja Persia mengirimnya bersama-sama dengan orang-orang yang dipenjara yang jumlah mereka kurang lebih tujuh ratus orang. Lalu Saif menaklukkan negeri Yaman dengan bala tentaranya, lalu dia sendiri pulang ke Himyar. Dan kami akan mengetengahkan sekelumit kisahnya, insya Allah dalam tafsir firman-Nya.: Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah. (Al-Fil: l).
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm yang menceritakan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Najran di masa pemerintahan Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. menggali sebuah reruntuhan peninggalan zaman dahulu di negeri Najran untuk suatu keperluannya. Maka ia mejumpai Abdullah ibnut Tamir berada di dalam sebuah kuburan yang ia dikebumikan di dalamnya dalam keadaan duduk dan memegangkan tangannya pada bekas luka pukulan di kepalanya. Apabila ia mengangkat tangan Abdullah ibnut Tamir, maka keluarlah dari lukanya darah yang mengalir, dan apabila dilepaskan, maka lukanya itu kembali tertutup dan tidak mengalirkan darah lagi. Di tangan Abdullah ibnut Tamir (yakni jenazahnya) terdapat sebuah cincin yang bertuliskan sebuah prasasti yang artinya, “Tuhanku Allah.”
Kemudian lelaki itu berkirim surat kepada Khalifah Umar ibnul Khattab untuk meminta saran dan pendapatnya tentang apa yang harus ia lakukan terhadap jenazah Abdullah ibnut Tamir itu. Maka Khalifah Umar membalas suratnya seraya memerintahkan, “Tetapkanlah dia di tempat semula dan kembalikanlah kepadanya apa yang dijumpai ada bersamanya,” maka mereka melakukan perintah itu.
Abu Bakar alias Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abud Dunia rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bilal Al-Asy’ari, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Ja’far ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepadaku salah seorang ahlul’ilmi, bahwa ketika Abu Musa menaklukkan Asbahan, ia menjumpai suatu tembok dari tembok yang mengelilingi kota itu telah runtuh. Maka ia membangunnya kembali tetapi ternyata runtuh lagi, kemudian ia bangun lagi, dan ternyata runtuh lagi.
Kemudian dikatakan kepadanya bahwa sesungguhnya di bawah fondasi tembok itu terdapat makam seorang lelaki yang saleh. Maka digalilah fondasinya, dan ternyata ia menjumpai jenazah-seorang lelaki yang sedang berdiri dengan membawa sebilah pedang yang termaktub di dalam pedangnya tulisan yang berbunyi, “Aku adalah Al-Haris ibnu Madad, akulah yang membela orang-orang yang dimasukkan ke dalam parit.” Akhirnya Abu Musa mengeluarkan jenazah itu dan membangun tembok tersebut, maka ternyata tembok itu berdiri dengan kokohnya dan tidak runtuh lagi.
Menurutku jenazah tersebut adalah Al-Haris ibnu Madad ibnu Amr ibnu Madad Al-Jurhumi, salah seorang Raja Jurhum. Raja-raja Jurhumlah yang mengurus Ka’bah sesudah anak-anak Sabit ibnu Ismail ibnu Ibrahim. Dan keturunan Al-Haris ini (yaitu Amr ibnul Haris ibnu Madad) adalah Raja Jurhum terakhir di Mekah sebelum mereka diusir oleh Khuza’ah dan memindahkan mereka ke negeri Yaman.
Hal ini menunjukkan bahwa kisah ini terjadi di masa dahulu sesudah zaman Nabi Ismail a.s. dalam jarak masa kurang lebih lima ratus tahun. Sedangkan apa yang diketengahkan oleh Ibnu Ishaq memberikan pengertian bahwa kisah ini terjadi di masa fatrah (kekosongan kenabian) antara masa Nabi Isa dan Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tetapi pendapat yang kedua ini lebih mendekati kebenaran, hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.
Dapat pula dihipotesiskan bahwa peristiwa ini banyak terjadi di berbagai kawasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Safwan, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa peristiwa parit terjadi di negeri Yaman di masa Tubba’, dan di Konstantinopel terjadi di masa Kaisar Konstantinopel, yaitu ketika kaum Nasrani dipaksa untuk berpaling dari kiblat mereka, yaitu agama Al-Masih dan ajaran tauhid. Maka kaisar membuat dapur besar, lalu orang-orang Nasrani yang berpegangan kepada agama Al-Masih dan ajaran tauhid dilemparkan ke dalamnya yang dipenuhi dengan api yang bergejolak.
Dan di negeri Irak peristiwa ini terjadi di negeri Babilonia yang rajanya bernama Bukhtanasar. Dia membuat patung dan memerintahkan kepada semua rakyatnya untuk bersujud menyembah patung itu. Tetapi Nabi Danial dan kedua sahabatnya yang bernama Ezria dan Misyail menolak, maka dibuatkan bagi mereka tungku api yang besar, lalu dilemparkan ke dalam tungku itu kayu bakar dan api sehingga apinya besar sekali. Kemudian kedua sahabat Danial dilemparkan ke dalam tungku api itu. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjadikan tungku api itu terasa sejuk oleh keduanya dan menjadi keselamatan, Allah menyelamatkan keduanya dan sebaliknya orang-orang yang tadinya berbuat aniaya terhadap Danial dimasukkan ke dalam tungku api itu, mereka terdiri dari sembilan golongan yang semuanya mati terbakar oleh api.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi sehubungan dengan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:4) Bahwa parit itu di masa lalu ada tiga, yaitu di Irak, di Syam, dan di Yaman. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Diriwayatkan dari Muqatil bahwa peristiwa parit itu ada tiga, yaitu di Najran di negeri Yaman, yang lainnya di negeri Syam, dan yang terakhir di Persia, mereka dibakar dengan api dalam parit-parit tersebut. Pelakunya yang di negeri Syam adalah Antonius dan orang-orang Romawi, dan yang di negeri Persia adalah Bukhtanasar, sedangkan yang di negeri Arab (yaitu negeri Yaman) adalah Yusuf alias Zu Nuwas. Adapun mengenai yang terjadi di negeri Persia dan negeri Syam, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى tidak menyebutkannya di dalam Al-Qur’an, dan hanya menyebutkan apa yang terjadi di Najran saja.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ja’far, dari ayahnya, dari Ar-Rabi’ ibnu Anas sehubungan dengan makna firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. (Al-Buruj:4)
Kami telah mendengar bahwa mereka adalah suatu kaum yang ada di masa fatrah. Ketika mereka melihat fitnah dan kejahatan yang melanda manusia di masa mereka yang membuat mereka menjadi bergolong-golongan, dan masing-masing golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri, maka mereka memisahkan diri ke sebuah kampung, lalu mereka di dalam kampung itu menegakkan ibadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada-Nya, mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat.
Demikianlah yang mereka lakukan selama beberapa waktu hingga perihal mereka terdengar oleh seorang raja yang angkara murka dan sewenang-wenang. Maka terjadilah peristiwa yang menimpa mereka, yang bermula raja memanggil mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk menyembah berhala-berhala yang disembah oleh raja dan orang-orangnya. Orang-orang yang beriman itu menolak dan mengatakan, “Kami tidak mau menyembah selain hanya kepada Allah semesta, tiada sekutu bagi-Nya.”
Raja berkata kepada mereka, “Jika kamu tidak mau menyembah sembahan-sembahan ini yang kami puja-puja, maka sesungguhnya aku akan membunuh kamu semuanya’ Mereka tetap menolak kehendak rajanya, maka raja itu membuat parit-parit yang di dalamnya dinyalakan api. Kemudian si raja berkata kepada para prajuritnya, “Perintahkanlah mereka supaya berdiri di pinggir parit itu dan suruhlah mereka memilih antara masuk ke dalam parit itu atau mau menyembah berhala-berhala kita.”
Orang-orang yang beriman itu menjawab, “Parit ini lebih kami sukai daripada menuruti kehendakmu.” Sedangkan di antara mereka terdapat kaum wanita dan anak-anak, maka anak-anak mereka merasa takut dengan api itu. Lalu orang-orang tua mereka berkata kepada mereka, “Hai anak-anakku, tiada api lagi sesudah hari ini.” Maka mereka memasukkan dirinya ke dalam parit itu yang penuh dengan api, dan arwah mereka telah dicabut sebelum tubuh mereka tersentuh oleh panasnya api.
Setelah itu api yang ada dalam parit itu keluar dari tempatnya dan mengamuk mengepung orang-orang yang sewenang-wenang tersebut dan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى membakar mereka dengan api itu. Berkenaan dengan kisah inilah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyebutkannyadi dalam firman-Nya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. (Al-Buruj : 4-9)
Ayat 4-9
“Telah dibinasakan orang-orang yang membuat parit.” Ini adalah doa kebinasaan atas mereka. Parit adalah lubang yang dibuat di dalam tanah. Orang-orang yang membuat parit adalah orang-orang kafir dan di tengah-tengah mereka terdapat segolongan orang-orang yang beriman. Mereka mengajak orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam agama mereka, tapi orang-orang beriman tidak mau. Kemudian orang-orang kafir membuat parit di tanah. Mereka menyalakan api di parit itu. Mereka duduk di sekeliling parit itu. Mereka menguji orang-orang yang beriman dan mendekatkan mereka ke parit. Yang menerima ajakan mereka akan dilepaskan, sedangkan yang terus beriman dilemparkan ke dalam api. Ini adalah puncak perang melawan Allah dan golonganNya, orang-orang yang beriman. Karena itu, Allah melaknat, membinasakan, dan mengancam mereka, “Telah dibinasakan orang-orang yang membuat parit.” Kemudian Allah menjelaskan parit yang dimaksud denagn FirmanNya, “Yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman.” Ini adalah puncak kesombongan dan kerasnya hati, karena mereka menyatukan antara kufur terhadap tanda-tanda kebesaran Allah, menentangnya, memerangi, dan menyiksa orang-orang beriman dengan siksaan seperti ini yang memiriskan hati, yang disatukan dengan hadirnya mereka pada saat orang-orang beriman dilemparkan ke dalam parit berapi. Padahal mereka tidaklah menyiksa orang-orang beriman kecuali karena kondisi yang membuat mereka terpuji dan karenanya mereka berbahagia, karena mereka, “beriman kepada Allah yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji,” yakni yang memiliki keperkasaan, yang dengan keperkasaan itu Dia memaksa segala sesuatu. Dia Terpuji dalam perkataan, perbuatan, dan sifat-sifatNya. “Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi,” sebagai pencipta dan yang disembah, serta manusia yang diperlakukan sesuai kehendakNya. “Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu,” secara pengetahuan, pendengaran, dan penglihatan. Apakah mereka yang membangkang itu tidak merasa takut pada Allah bila menyiksa mereka? Atau apakah mereka tidak tahu bahwa mereka semua adalah milik Allah? Tidak ada seorang pun yang berkuasa atas yang lain tanpa izin dari Allah. Ataukah mereka tidak tahu bahwa Allah Maha Melihat amal perbuatan mereka dan akan membalasnya? Sekali-kali tidak, sesungguhnya orang-orang kafir berada dalam tipuan, sedangkan orang bodoh berada dalam kebutaan dan tersesat dari jalan yang lurus.
Dialah tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi; dan Allah maha menyaksikan segala sesuatu yang terjadi di alam semesta karena semua itu masuk dalam wilayah kekuasaan-Nya. Allah menyaksikan perbuatan orang mukmin dan kafir untuk memberi mereka balasan yang sesuai. 10. Sungguh, orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan dengan menghadapkan mereka pada pilihan mempertahankan keimanan atau disiksa dalam api yang membara, lalu mereka tidak bertobat dari kekejian mereka, kemudian melakukan amal saleh sebagai tanda tobat mereka, maka mereka akan mendapat azab jahanam dan mereka akan mendapat azab neraka yang membakar. Allah menyediakan bagi mereka azab dari jenis yang sama dengan apa yang mereka timpakan kepada kaum beriman, namun kadarnya lebih hebat.
Al-Buruj Ayat 9 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Buruj Ayat 9, Makna Al-Buruj Ayat 9, Terjemahan Tafsir Al-Buruj Ayat 9, Al-Buruj Ayat 9 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Buruj Ayat 9
Tafsir Surat Al-Buruj Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)