{41} Fussilat / فصلت | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الزخرف / Az-Zukhruf {43} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Asy-Syura الشورى (Musyawarah) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 42 Tafsir ayat Ke 23.
ذَٰلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ ﴿٢٣﴾
żālikallażī yubasysyirullāhu ‘ibādahullażīna āmanụ wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāt, qul lā as`alukum ‘alaihi ajran illal-mawaddata fil-qurbā, wa may yaqtarif ḥasanatan nazid lahụ fīhā ḥusnā, innallāha gafụrun syakụr
QS. Asy-Syura [42] : 23
Itulah (karunia) yang diberitahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan kebaikan baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.
Wahai sekalian manusia, kenikmatan dan kemuliaan akhirat yang dikabarkan Allah adalah kabar gembira bagi hamba yang beriman di dunia dan taat kepada-Nya. Wahai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik kaummu yang meragukan datangnya hari Kiamat, “Aku tidak meminta imbalan harta kekayaan atas dakwah menyampaikan kebenaran kecuali kalian mencintaiku dalam kekerabatan. Kalian menyambungkan tali persaudaraan antaraku dengan kalian. Barangsiapa berbuat baik, Kami akan melipatgandakanya menjadi sepuluh kalian lipat, bahkan lebih. Sesungguhnya Allah Maha Mengampuni dosa hamba-hamba-Nya, Maha Membalas kebaikan dan ketaatan hamba kepada-Nya.
Setelah menceritakan taman-taman surga untuk hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh, lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyebutkan dalam firman selanjutnya:
Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Asy-Syura: 23)
Yakni hal ini pasti diperoleh mereka sebagai berita gembira dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik dari kaum Quraisy, “Aku tidak meminta sesuatu harta pun dari kamu atas penyampaian dan nasihatku kepada kalian ini sebagai imbalannya yang kamu berikan kepadaku. Sesungguhnya yang aku minta dari kalian ialah hendaknya kalian menghentikan kejahatan kalian kepadaku, dan kalian biarkan aku menyampaikan risalah-risalah Tuhanku. Jika kalian tidak mau membantuku, maka janganlah kalian menggangguku, demi hubungan kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian.”
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abdul malik ibnu Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Tawus menceritakan hal berikut dari Ibnu Abbas r.a. Bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, “Kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” Maka Sa’id ibnu Jubair (yang ada di majelis itu) langsung menjawab, “Keluarga ahli bait Muhammad.” Ibnu Abbas r.a. berkata, “Engkau tergesa-gesa, sesungguhnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu tiada suatu puak pun dari kabilah Quraisy melainkan mempunyai hubungan kekerabatan dengan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Untuk itulah maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, ‘terkecuali bila kalian menghubungkan kekerabatan yang telah ada antara aku dan kalian’.”
Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid (tunggal).
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Yahya Al-Qattan, dari Syu’bah dengan sanad yang sama.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Amir Asy-Syabi, Ad-Dahhak, Ali ibnu Abu Talhah, Al-Aufi, dan Yusuf ibnu Mahran serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ibnu Abbas r.a. dengan lafaz yang semisal.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, As-Saddi, Abu Malik, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam serta lain-lainnya.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim ibnu Zaid At-Tabrani dan Ja’far Al-Qalansi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Khasif, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata kepada mereka (orang-orang musyrik Mekah): Aku tidak meminta kepada kalian atas seruanku ini suatu upah pun kecuali kecintaanmu kepadaku mengingat kekeluargaanku dengan kalian, dan hendaknya kalian pelihara kekeluargaan yang ada antara aku dan kalian ini.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Hasan ibnu Musa, bahwa telah menceritakan kepada kami Quz’ah (yakni Ibnu Suwaid) dan Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Muslim ibnu Ibrahim, dari Quz’ah ibnu Suwaid, dari Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Aku tidak meminta kepada kalian atas keterangan dan petunjuk yang kusampaikan kepada kalian ini sesuatu upah pun, kecuali ketaatan kalian kepada Allah dan pendekatan diri kalian kepada-Nya dengan cara taat kepada-Nya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Qatadah, dari Al-Hasan Al-Basri. Dan hal ini bagaikan pendapat yang kedua seakan-akan disebutkan:
kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan. (Asy-Syura: 23)
Yakni kecuali bila kalian mengerjakan amal ketaatan yang mendekatkan diri kalian kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Pendapat yang ketiga ialah seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lain-lainnya melalui riwayat Sa’id ibnu Jubair dengan kesimpulan bahwa makna yang dimaksud yaitu, ‘kecuali bila kalian menunaikan hak kekeluargaan kalian denganku’. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa terkecuali kalian berbuat baik kepada kaum kerabat kalian.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Abud Dailam yang telah menceritakan bahwa ketika Ali ibnul Husain didatangkan sebagai tawanan dan diberdirikan di atas tangga kota Dimasyq, maka berdirilah seorang lelaki dari kalangan penduduk negeri Syam, lalu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membunuh dan memberantas kalian serta memotong sumber fitnah (kekacauan).” Maka Ali ibnul Husain bertanya kepada lelaki itu, “Apakah engkau membaca Al-Qur’an?” Lelaki itu menjawab, “Ya.” Ali ibnul Husain bertanya, “Tidakkah engkau membaca Ali Ha Mim?” Lelaki itu menjawab, “Aku telah membaca seluruh Al-Qur’an, tetapi belum pernah menemukan yang namanya Ali Ha Mim.” Ali ibnul Husain berkata, bahwa tidakkah engkau pernah membaca firman-Nya: Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Lelaki itu berkata, “Sesungguhnya kamukah yang dimaksud dengan mereka itu (ahlul bait)?” Ali ibnul Husain menjawab, “Ya.”
Abu Ishaq As-Subai’i mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Amr ibnu Syu’aib tentang firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,: Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Maka Amr ibnu Syu’aib menjawab, bahwa yang dimaksud adalah kaum kerabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Riwayat ini dan yang sebelumnya kedua-duanya diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Ziad, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa orang-orang Ansar pernah mengatakan anu dan anu seakan-akan mereka membangga-banggakan dirinya. Maka Ibnu Abbas atau Al-Abbas —Abdus Salam atau perawi ragu—mengatakan, “Kamilah yang lebih utama daripada kamu.” Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah Saw, maka beliau mendatangi majelis mereka, lalu bersabda, “Hai orang-orang Ansar, bukankah dahulu kalian dalam keadaan hina, lalu Allah memuliakan kalian melaluiku?” Mereka menjawab, “Memang benar, ya Rasulullah.” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Bukankah dahulu kamu dalam keadaan sesat, lalu Allah memberimu petunjuk melaluiku?” Mereka menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Mengapa kamu tidak menjawabku?”Mereka balik bertanya, “Apakah yang harus kami katakan, ya Rasulullah?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Tidakkah kamu katakan bahwa bukankah kaummu telah mengusirmu, lalu kami memberimu tempat tinggal. Bukankah mereka mendustakanmu, lalu kami membenarkanmu. Dan bukankah mereka menghinamu, lalu kami menolongmu? Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terus-menerus mengatakan hal itu sehingga mereka terduduk di atas lutut mereka (merendahkan diri) dan mereka mengatakan, “Semua harta yang ada pada tangan kami untuk Allah dan Rasul-Nya.” Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah,- “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Ali ibnul Husain, dari Abdul Mu’min ibnu Ali, dari Abdus Salam, dari Yazid ibnu Abu Ziad, tetapi ini daif, dengan sanad yang semisal atau mendekatinya.
Di dalam kitab Sahihain, dalam Bab “Pembagian Ganimah Hunain” disebutkan hal yang semisal dengan konteks ini, tetapi tidak disebutkan turunnya ayat terebut. Mengenai penyebutan turunnya ayat ini di Madinah masih diragukan kebenarannya, mengingat suratnya adalah Makkiyyah. Dan tidak ada kaitan yang jelas antara ayat dan riwayat ini; hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami seorang lelaki yang senama dengannya (yakni Ali), telah menceritakan kepada kami Husain Al-Asyqar, dari Qais, dari Al-A’masy, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (Asy-Syura: 23) Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang diperintahkan oleh Allah agar kita mencintainya?” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Fatimah dan anaknya.”
Sanad hadis ini daif, karena didalamnya terdapat seseorang yang tidak dikenal yang menerima hadis ini dari seorang guru beraliran Syi’ah yang ekstrim. Dia adalah Husain Al-Asyqar yang beritanya tidak dapat diterima dalam masalah ini. Dan penyebutan mengenai turunnya ayat di Madinah jauh dari kebenaran, karena sesungguhnya ayat ini Makkiyyah, dan pada saat itu Fatimah r.a. belum mempunyai anak sama sekali. Mengingat sesungguhnya Fatimah r.a. baru menikah dengan sahabat Ali r.a. hanya setelah Perang Badar, yaitu di tahun kedua Hijrah.
Pendapat yang benar sehubungan dengan tafsir ayat ini adalah apa yang telah diketengahkan oleh ulama umat ini juru penafsir Al-Qur’an, yaitu Abdullah ibnu Abbas r.a, seperti yang disebutkan dalam riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari darinya. Dan memang tidak diingkari adanya wasiat (anjuran) serta perintah untuk memperlakukan ahli bait dengan perlakuan yang baik dan menghormati serta memuliakan mereka. Karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan yang suci dari ahli bait yang paling mulia di muka bumi ini dipandang dari segi keturunan, kedudukan, dan kebanggaannya. Terlebih lagi bila mereka benar-benar mengikuti sunnah nabi yang sahih, jelas, dan gamblang; seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka, misalnya Al-Abbas dan kedua putranya, Ali dan ahli bait serta keturunannya. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.
Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam khotbahnya di Gadir Khum (nama sebuah mata air) telah bersabda:
Sesungguhnya aku menitipkan kepada kalian dua perkara yang berat, yaitu Kitabullah dan keturunanku (ahli baitku), dan sesungguhnya keduanya tidak dapat dipisahkan sebelum keduanya sampai di telaga (ku).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abu Khalid, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Quraisy itu apabila sebagian dari mereka bersua dengan sebagian yang lain, mereka menjumpainya dengan wajah, yang cerah dan baik. Tetapi bila mereka bersua dengan kami, maka mereka menjumpai kami dengan wajah yang kami tidak kenal (dengan muka tidak sedap).” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ marah sekali, lalu bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, iman masih belum meresap ke dalam hati seseorang sebelum dia menyukai kalian karena Allah dan Rasul-Nya.
Yakni sebelum mencintai ahli bait Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ demi karena Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Yazid ibnu Abu Ziad, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdul Muttalib ibnu Rabi’ah yang menceritakan bahwa Al-Abbas r.a. masuk menemui Rasulullah Saw, lalu berkata, “Sesungguhnya kami benar-benar keluar dan kami lihat orang-orang Quraisy sedang berbicara dengan asyik. Tetapi bila mereka melihat kami, maka mendadak mereka diam.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ marah dan mengernyitkan dahinya, kemudian bersabda: Demi Allah, iman masih belum meresap ke dalam kalbu seseorang muslim sebelum dia mencintai kamu karena Allah dan karena kekerabatanku.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Khalid, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Waqid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan dari Ibnu Umar r.a, dari Abu Bakar r.a. yang mengatakan, “Ingatlah Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terhadap ahli baitnya.”
Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Abu Bakar As-Siddiq r.a. pernah berkata kepada Ali r.a, “Demi Allah, sesungguhnya hubungan kerabat dengan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lebih aku sukai daripada aku menghubungkan persaudaraan dengan kerabatku sendiri.”
Umar ibnul Khattab pernah berkata kepada Al-Abbas r.a, “Demi Allah, sesungguhnya keislamanmu di hari engkau masuk Islam lebih aku sukai ketimbang keislaman Al-Khattab seandainya dia masuk Islam. Karena sesungguhnya keislamanmu lebih disukai oleh rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ daripada keislaman Al-Khattab.”
Demikianlah sikap kedua Syekh (Abu Bakar dan Umar) dan hal ini merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk meniru jejaknya. Karena itulah maka keduanya merupakan orang mukmin yang paling utama sesudah para nabi dan para rasul; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada keduanya, juga kepada semua sahabat Rasulullah.
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, dari Abu Hayyan At-Taimi; telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Hayyan yang mengatakan, “Aku dan Husain ibnu Maisarah serta Umar ibnu Muslim berangkat menuju ke rumah Zaid ibnu Arqam r.a. Dan ketika kami sampai di rumahnya, Husain berkata, ‘Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mendengar hadis langsung darinya, ikut berperang bersamanya, dan salat bersamanya. Sesungguhnya engkau, hai Yazid, telah menjumpai kebaikan yang banyak. Maka ceritakanlah kepada kami sebagian dari apa yang engkau telah dengar dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ’ Maka Zaid ibnu Arqam r.a. menjawab, ‘Hai anak saudaraku, sesungguhnya usiaku telah tua dan sudah cukup lama hidup sehingga aku lupa kepada sebagian yang pernah kuhafal dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Karena itu, apa yang akan kuceritakan kepadamu, terimalah; dan yang tidak dapat kuceritakan, janganlah kamu memaksaku untuk menceritakannya’.” Kemudian Zaid ibnu Arqam melanjutkan, bahwa di suatu hari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bangkit melakukan khotbah di sebuah mata air yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekah dan Madinah. Pertama beliau mengucapkan hamdalah dan sanjungan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, lalu memberikan peringatan dan pelajaran (nasihat). Setelah itu beliau bersabda: Ammd ba’du. Hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang hampir kedatangan utusan Tuhanku, lalu aku menyambutnya. Dan sesungguhnya aku titipkan kepada kalian dua perkara yang berat; yang pertama ialah Kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah Kitabullah dan berpegang teguhlah kepadanya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menganjurkan (mereka) untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan memberikan dorongan (kepada mereka) untuk mengamalkannya, lalu beliau bersabda: Dan (yang kedua ialah) ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Maka Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam r.a, “Hai Zaid, siapakah yang dimaksud dengan ahli baitnya? Bukankah istri-istri beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ termasuk ahli baitnya juga?” Zaid menjawab, “Sesungguhnya istri-istri beliau bukan termasuk ahli baitnya, tetapi yang termasuk ahli baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima zakat sesudah beliau tiada.” Husain bertanya, “Siapa sajakah mereka itu?” Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu ‘anhum.” Husain bertanya, “Apakah mereka semua tidak boleh menerima harta zakat?” Zaid menjawab, “Ya.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Hibban dengan sanad yang sama.
Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Munzir Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa’id dan Al-A’masy, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Zaid ibnu Arqam r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian sesuatu yang selama kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat sesudahku. salah satunya lebih besar daripada yang lain, yaitu kitabullah yang merupakan tali yang terjulurkan dari langit ke bumi. Dan yang lainnya ialah keluargaku, yakni ahli baitku; keduanya tidak akan terpisahkan sebelum keduanya mendatangi telaga (ku). Maka perhatikanlah, bagaimanakah kalian menggantikan diriku terhadap keduanya.
Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini secara tunggal, kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.
Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hasan, dari Ja’far ibnu Muhammad ibnul Hasan, dari ayahnya, dari Jabir, bin Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam hajinya di hari Arafah menunggang unta qaswa-nya seraya berkhotbah, dan ia mendengarnya bersabda: Hai manusia, sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian suatu perkara yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat, yaitu kitabullah dan keturunanku, yakni ahli baitku.
Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini secara tunggal pula, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib.
Dalam bab yang sama telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abu Zar, Abu Sa’id, Zaid ibnu Arqam, dan Huzaifah ibnu Usaid radiyallahu ‘anhum.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Daud Sulaiman ibnul Asy’as, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Mu’in, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Abdullah ibnu Sulaiman An-Naufali, dari Muhammad ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas, dari ayahnya, dari kakeknya (yakni Abdullah ibnu Abbas r.a.) yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Cintailah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى karena Dia telah melimpahkan kepada ‘kalian sebagian dari nikmat-nikmat-Nya. Dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan gharib, sesungguhnya kami mengenalnya hanya melalui jalur ini.
Dan sesungguhnya telah diketengahkan banyak hadis menyangkut hal ini dengan penjabaran yang sudah cukup dan tidak perlu diulangi lagi di sini, yaitu pada tafsir firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33)
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa’id telah menceritakan kepada kami Mufaddal ibnu Abdullah, dari Abu Ishaq, dari Hanasy yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Zar r.a. berkata seraya memegang pegangan pintu, “Hai manusia, barang siapa yang mengenalku, maka sesungguhnya dia mengenalku. Dan barang siapa yang tidak kenal denganku, maka aku adalah Abu Zar. Aku pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: ‘Sesungguhnya perumpamaan ahli baitku di kalangan kalian hanyalah seperti bahtera Nabi Nuh a.s.; barang siapa yang masuk ke dalamnya selamat, dan barang siapa yang tertinggal darinya (tidak masuk) niscaya ia binasa’.”
Bila ditinjau dari segi sanadnya hadis ini daif.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. (Asy-Syura: 23)
Yakni barang siapa yang mengerjakan suatu kebaikan, maka Kami tambahkan baginya dalam kebaikan itu kebaikan lagi, sebagai imbalan dan pahalanya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah. Dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An-Nisa: 40)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa sesungguhnya sebagian dari pahala kebaikan ialah kebaikan yang lain sesudahnya, dan sesungguhnya balasan keburukan ialah keburukan lain sesudahnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (Asy-Syura: 23)
Artinya, Dia mengampuni orang yang banyak dosanya dan memperbanyak pahala kebaikan bagi orang yang beramal sedikit. Maka Dia menutupi, mengampuni, dan melipatgandakannya sebagai tanda terima kasih dariNya.
Tafsir Ayat:
{ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ “Itulah yang disampaikan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman dan mengerjakan amal shalih.” Ini adalah berita gembira yang sangat agung yang merupakan berita gembira paling besar secara total yang disampaikan oleh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang melalui manusia yang paling utama untuk orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Maka ia adalah tujuan yang paling tinggi, dan sarana yang bisa mengantarkan kepadanya merupakan sarana yang paling utama. قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku tidak meminta kepadamu atasnya’,” maksudnya, atas penyampaian al-Qur`an yang aku lakukan kepada kalian dan atas seruanku kepada hukum-hukumnya, أَجْرًا “suatu upah pun.” Jadi, aku tidak ingin mengambil harta kalian, tidak pula ingin menjadi penguasa terhadap kalian atau tujuan-tujuan lainnya, إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.”
Bisa jadi makna lainnya adalah: Aku tidak meminta kepada kalian atas seruan ini suatu upah pun selain satu saja, ia adalah milik kalian dan manfaatnya kembali kepada kalian, yaitu kalian menyayangi dan mencintaiku dalam kekerabatan, yakni, karena hubungan kerabat. Maka ini berarti kasih sayang lebih dari kasih sayang karena iman. Sebab kasih sayang karena iman kepada Rasul dan mengutamakan kecintaan kepadanya atas seluruh yang dicintai sesudah kecintaan kepada Allah itu fardhu atas setiap Muslim. Mereka diminta lebih dari itu, yaitu mencintainya karena hubungan kerabat. Sebab, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah melakukan dakwahnya kepada manusia yang paling dekat kepadanya, hingga dikatakan bahwa tidak ada seorang pun dari suku Quraisy melainkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memiliki hubungan kekerabatan dengannya.
Bisa juga maksudnya adalah, kecuali mencintai Allah dengan kecintaan yang tulus, yaitu kecintaan yang disertai dengan taqarrub kepada Allah dan bertawassul dengan ketaatan kepadaNya yang membuktikan kebenaran dan ketulusan cintanya. Maka dari itu Allah berfirman, إِلا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “Kecuali kasih sayang dalam al-Qurba” yakni, taqarrub kepada Allah.
Berdasarkan dua makna ini, maka pengecualian tersebut membuktikan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sama sekali tidak meminta upah apa pun atas seruannya, kecuali sesuatu yang manfaatnya kembali kepada mereka sendiri. Maka ini sama sekali bukan upah, bahkan itu adalah upah dari beliau untuk mereka, sebagaimana Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang yang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Buruj: 8).
Dan seperti ucapan mereka: Si fulan itu tidak punya dosa padamu selain dia adalah seorang yang berbuat baik kepadamu.
وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً “Dan siapa yang mengerjakan kebaikan” berupa Shalat, Puasa, Haji atau perbuatan baik kepada manusia, نزدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا “akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu” yaitu berupa: Allah melapangkan dadanya, memudahkan urusannya dan ia menjadi sebab untuk memperoleh taufik untuk mengerjakan amal baik yang lain, yang dengannya amal seorang Mukmin bertambah dan derajatnya naik di sisi Allah dan di kalangan makhlukNya, dan ia juga memperoleh pahala di dunia dan di akhirat. إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri,” Dia mengampuni dosa-dosa yang sangat besar, sekalipun seperti apa pun besarnya dosa itu saat dilakukan taubat da-rinya, dan Dia mensyukuri amal yang sedikit (kecil) dengan pahala yang berlimpah ruah. Maka dengan ampunanNya, Dia mengampuni dosa-dosa dan menghapus berbagai aib, dan dengan syukur-Nya, Dia menerima kebajikan-kebajikan dan melipatgandakannya dengan berlipat-lipat kali.
Itulah karunia besar yang di beritahukan Allah untuk menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan kebajikan yang telah di perintahkan oleh Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Katakanlah kepada mereka yang kafir itu, wahai nabi Muhammad, ‘aku tidak akan pernah meminta kepadamu sesuatu imbalan apa pun walau sedikit atas seruanku kepadamu untuk beriman kecuali jalinan kasih sayang di antara aku dan kalian dalam ke keluargaan. ‘ dan barang siapa mengerjakan kebaikan dengan penuh keimanan dan ketulusan akan kami tambahkan dengan melipat gandakan kebaikan baginya. Sungguh, Allah maha pengampun kepada siapa pun yang memohon ampun atas dosa-dosa yang mereka lakukan, maha mensyukuri kepada siapa pun dari hamba-hamba-Nya atas perbuatan baik yang telah di lakukannya sehingga Allah menambahkan pahalanya. 24. Ataukah mereka, orang-orang kafir itu masih terus mengatakan, ‘dia, Muhammad, telah mengada-adakan kebohongan tentang Allah dengan mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah firman-Nya, padahal dia bukan firman-Nya. ‘ lalu sekiranya Allah menghendaki dengan izin dan kekuasaan-Nya niscaya dia kunci hatimu. Dan Allah menghapus yang batil dengan cara menimbulkan sebab-sebab yang dapat menghancurkannya dan membenarkan yang benar yang di tunjukkan-Nya dengan firman-Nya, yaitu wahyu-wahyu yang di turunkannya melalui Al-Qur’an. Sungguh, dia maha mengetahui segala isi hati, baik yang di nyatakan maupun yang di sembunyikan.
Asy-Syura Ayat 23 Arab-Latin, Terjemah Arti Asy-Syura Ayat 23, Makna Asy-Syura Ayat 23, Terjemahan Tafsir Asy-Syura Ayat 23, Asy-Syura Ayat 23 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Asy-Syura Ayat 23
Tafsir Surat Asy-Syura Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)