{56} Al-Waqi’ah / الواقعة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المجادلة / Al-Mujadilah {58} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hadid الحديد (Besi) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 57 Tafsir ayat Ke 16.
۞ أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ ﴿١٦﴾
a lam ya`ni lillażīna āmanū an takhsya’a qulụbuhum liżikrillāhi wa mā nazala minal-ḥaqqi wa lā yakụnụ kallażīna ụtul-kitāba ming qablu fa ṭāla ‘alaihimul-amadu fa qasat qulụbuhum, wa kaṡīrum min-hum fāsiqụn
QS. Al-Hadid [57] : 16
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
Sudah datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya serta mengikuti petunjuk-Nya untuk berlembut hati mengingat Allah dan mendengarkan Al Qur’an? Janganlah mereka berhati keras, seperti orang-orang sebelumnya yang telah diturunkan kitab suci kepada mereka (umat Yahudi dan Nasrani) kemudian setelah kurun waktu yang panjang, mereka mengganti firman Allah sehingga hati mereka menjadi keras. Kebanyakan di antara mereka yang keluar dari ketaatan kepada Allah. Ayat ini mendorong perilaku lemah lembut dan khusyuk di hadapan Allah ketika mendengar bacaan kitab suci-Nya, juga menjadi peringatan untuk bersikap tasyabuh (menyerupai) Yahudi dan Nasrani dalam hal kekerasan hati dan keluar dari ketaatan kepada Allah.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman bahwa bukankah telah datang waktunya bagi orang-orang mukmin untuk tunduk hati mereka mengingat Allah? Yakni hati mereka lunak di saat mengingat Allah dan mendengar nasihat serta mendengar bacaan Al-Qur’an, lalu hati mereka memahaminya, tunduk patuh dan mendengarkannya.
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan, telah menceritakan kepada kami Saleh Al-Murri, dari Qatadah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah merasa kesal terhadap keterlambatan hati orang-orang mukmin untuk tunduk hati mereka mengingat Allah, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menegur mereka setelah tiga belas tahun diturunkan-Nya Al-Qur’an. Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. (Al-Hadid: 16), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pendapat ini dari Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, dari Husain Al-Marwazi, dari Ibnul Mubarak dengan sanad yang sama. Kemudian Ibnu Abu Hatim dan Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Sa’id ibnu Hilal Al-Laisi, dari Aun ibnu Abdullah, dari ayahnya, dari Ibnu Mas’ud r.a. yang telah mengatakan, bahwa tiada tenggang masa antara keislaman kami dan teguran Allah kepada kami selain dari empat tahun, yaitu melalui firman-Nya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. (Al-Hadid: 16), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam akhir kitabnya. Imam Nasai mengetengahkannya dalam kitab tafsirnya sehubungan dengan tafsir ayat ini dari Harun ibnu Sa’id Al-Aili, dari Ibnu Wahb dengan sanad yang sama. Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Musa ibnu Ya’qub Az-Zam’i, dari Abu Hazim, dari Amir ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari ayahnya dengan lafaz yang semisal, dan ia menjadikannya ke dalam kelompok musnad Ibnuz Zubair. Tetapi Al-Bazzar meriwayatkannya melalui jalur Musa ibnu Ya’qub, dari Abu Hazim, dari Amir, dari Ibnuz Zubair, dari Ibnu-Mas’ud, lalu disebutkan hal yang semisal.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-Mas’udi, dari Al-Qasim yang mengatakan bahwa di suatu hari sahabat-sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ merasa bosan (jenuh), lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf: 3) Kemudian mereka merasa jenuh lagi, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az-Zumar: 23) Kemudian mereka merasa jenuh lagi, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. (Al-Hadid: 16)
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. (Al-Hadid: 16) Telah diceritakan kepada kami bahwa Syaddad ibnu Aus telah meriwayatkan dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sabda beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan:
Sesungguhnya hal yang mula-mula diangkat dari manusia adalah khusyuk.
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. (Al-Hadid: 16)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melarang orang-orang mukmin menyerupai orang-orang yang telah diberikan kepada mereka Al-Kitab sebelum masa kaum mukmin, dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Setelah masa berlalu cukup panjang atas mereka, lalu mereka mengganti Kitabullah yang ada di tangan mereka dan menukarnya dengan harga yang sedikit, dan mencampakkannya ke belakang punggung mereka. Dan sebagai gantinya mereka menerima berbagai pendapat yang beraneka ragam dan yang dibuat-buat, serta membebek kepada pendapat orang banyak dalam agama Allah, dan mereka menjadikan pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Maka pada saat itulah hati mereka menjadi keras dan tidak mau menerima pelajaran serta tidak mau lunak dengan janji maupun ancaman.
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (Al-Hadid: 16)
Yakni dalam sepak terjang mereka, hati mereka telah rusak, dan amal perbuatan mereka batil semuanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya. (Al-Maidah: 13)
Yaitu hati mereka telah rusak dan keras membatu, maka sudah menjadi watak mereka suka mengubah perkataan Allah dari tempat-tempatnya, dan meninggalkan amal-amal yang justru mereka diperintahkan untuk mengerjakannya, dan mereka lebih senang melanggar hal-hal yang mereka dilarang melakukannya. Karena itulah maka Allah melarang orang-orang mukmin menyerupai apa pun dari urusan mereka, baik yang pokok maupun yang cabang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Syihab ibnu Khirasy, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Dinar, dari Mansur ibnul Mu’tamir, dari Ar-Rabi’ ibnu Abu Amilah Al-Fazzari yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mas’ud suatu hadis (kisah) yang belum pernah aku mendengar suatu kisah yang lebih kukagumi daripadanya kecuali sesuatu dari Kitabullah atau sesuatu yang dikatakan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa sesungguhnya kaum Bani Israil di masa silam telah berlalu masa yang panjang atas mereka, dan menjadi keraslah hati mereka. Lalu mereka membuat suatu kitab dari diri mereka sendiri sesuai dengan apa yang digandrungi oleh hati mereka dan dianggap halal oleh lisan mereka serta enak diucapkan oleh lisan mereka, karena kitab yang hak merupakan penghalang utama yang menghambat antara mereka dan apa yang disukai oleh hawa nafsu mereka. Mereka berkata, “Marilah kita ajak orang-orang Bani Israil kepada kitab kita ini. Maka barang siapa yang mau mengikuti kita, maka ia kita biarkan. Dan barang siapa yang tidak mau mengikuti kita, maka ia kita perangi.” Mereka lakukan hal itu, dan tersebutlah bahwa di kalangan mereka terdapat seorang lelaki ahli fiqih. Ketika ia melihat apa yang dilakukan oleh mereka, maka ia menghimpun apa yang telah dia ketahui dari Kitabullah, lalu menulisnya pada lembaran yang tipis, kemudian dia lipat dan dia masukkan ke dalam sebuah tanduk, lalu tanduk itu ia kalungkan pada lehernya.
Ketika pembunuhan akibat hal tersebut banyak terjadi, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Hai kamu sekalian, sesungguhnya kalian telah banyak membunuh orang-orang Bani Israil. Sebaiknya kamu seru si Fulan dan tawarkanlah kepadanya kitab kalian ini. Karena sesungguhnya jika dia mau mengikuti kalian, maka orang-orang lain dengan sendirinya akan mengikuti kalian. Dan jika dia menolak, bunuh saja dia.” Kemudian mereka memanggil si Fulan ahli fiqih itu, lalu mereka berkata kepadanya, “Apakah engkau beriman kepada kitab kami ini?” Si Fulan balik bertanya, “Apakah kandungan isinya, coba bacakan kepadaku,” lalu mereka membacakan isi kitab mereka sampai tamat. Setelah itu mereka kembali bertanya, “Apakah kamu beriman kepada kitab ini?” Si Fulan menjawab, “Ya, aku beriman dengan apa yang terkandung dalam kitab ini,” seraya menunjuk ke arah kalung tanduk yang dikenakannya. Mereka tidak memahaminya, akhirnya mereka membiarkannya.
Setelah si Fulan itu meninggal dunia, mereka menggeledahnya dan ternyata mereka menjumpainya memakai kalung tanduk itu dan di dalam kalungtanduk itu mereka menjumpai apa yang dikenal sebagai kandungan dari Kitabullah yang asli. Lalu sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lainnya, “Hai kamu semua, sesungguhnya kami belum pernah mendengar hal seperti ini.” Maka terjadilah fitnah dan kaum Bani Israil berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sebaik-baik aliran yang diikuti oleh sebagian mereka adalah aliran si Fulan pemilik kitab yang disimpan dalam kalung tanduknya.
Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya sudah dekat pula masanya bagi kamu semua atau sebagian dari kamu yang masih hidup akan menyaksikan berbagai perkara yang kamu ingkari, tetapi kamu tidak mampu mengubahnya. Maka sudah dianggap cukup bagi seseorang dari kamu saat itu membencinya sebagai tanggung jawabnya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Abu Ja’far At-Tabari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mugirah, dari Abu Ma’syar, dari Ibrahim yang menceritakan bahwa Itris ibnu Urqub datang kepada Ibnu Mas’ud, lalu bertanya, “Hai Abu Abdullah, sudah pasti binasalah orang yang tidak memerintahkan kepada kebajikan dan tidak mencegah hal yang mungkar.” Ibnu Mas’ud menjawab, “Binasalah orang yang hatinya tidak mengenal perkara yang baik dan tidak mengingkari perkara yang mungkar.” Ibnu Mas’ud melanjutkan bahwa sesungguhnya kaum Bani Israil ketika telah berlalu atas mereka masa yang panjang, menjadi keraslah hati mereka, lalu mereka membuat sebuah kitab dari diri mereka sendiri sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka. Kemudian mereka berkata, “Marilah kita tawarkan kitab ini kepada Bani Israil. Maka barang siapa dari mereka yang beriman, akan kita biarkan; dan barang siapa yang tidak mau beriman, maka akan kita bunuh dia.”
Ibnu Mas’ud melanjutkan bahwa lalu seseorang dari Bani Israil menyimpan kitab yang asli di dalam sebuah tanduk dan menjadikan tanduk itu sebagai liontin kalungnya. Dan ketika dikatakan kepadanya, “Apakah kamu beriman kepada kitab (palsu) ini?” Dia menjawab, “Aku beriman kepadanya,” seraya berisyarat kepada kalung tanduk yang ada di dadanya, “Dan mengapa aku tidak beriman kepada Kitab ini?” Maka sebaik-baik aliran mereka di masa itu adalah aliran pemilik kalung tanduk itu.
Pada saat Allah جَلَّ جَلالُهُ menjelaskan kondisi orang-orang Mukmin dan munafik di akhirat, baik lelaki maupun perempuan, hal itu menyerukan hati agar khusyu’ terhadap Rabbnya serta merasa rendah karena keagunganNya. Allah جَلَّ جَلالُهُ mencela seraya mendidik orang Mukmin karena tidak mengkhusyu’kan dan merendahkan hati di hadapan keagunganNya seraya berfirman, أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نزلَ مِنَ الْحَقِّ “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka terhadap dzikrullah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka),” maksudnya, apakah belum tiba waktunya bagi hati untuk melunak dan merasa khusyu’ terhadap dzikrullah, yaitu al-Qur`an, serta taat terhadap perintah-perintah dan laranganNya dan kebenaran yang diturunkan pada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Dalam ayat ini terdapat dorongan untuk mengkhusyu’kan hati kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ secara sungguh-sungguh, mengkhusyu’kan hati terhadap al-Qur`an dan as-Sunnah serta mengingat petuah-petuah ilahiyah serta hukum-hukum syariat di setiap waktu serta mengintrospeksi diri untuk hal itu, وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأمَدُ “Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka,” maksudnya, jangan menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya yang mengharuskan mereka untuk khusyu’ dan taat secara total, namun mereka tidak bisa menunaikannya dengan lama bahkan masa pun berlalu, kelalaian mereka berlanjut hingga keimanan dan keyakinan mereka lenyap, فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ “lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” Hati setiap saat memerlukan peringatan al-Qur`an yang diturunkan Allah جَلَّ جَلالُهُ dan berbicara dengan hikmah, tidak sepatutnya lalai dari hal itu, karena lalai dari al-Qur`an dan berdzikir merupakan sebab kerasnya hati dan membekunya air mata.
Usai menjelaskan balasan bagi orang munafik dan kafir, pada ayat ini Allah memberi teguran kepada orang mukmin yang lalai pada ibadahnya. Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang tidak meragukan janji Allah, untuk secara khusyuk mengingat Allah dengan berzikir dan beribadah, dan mematuhi kebenaran Al-Qur’an yang telah diwahyukan kepada mereka’ dan janganlah mereka berperilaku seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, di mana sebagia dari mereka mengingkari hukumnya dan sebagian yang lain menyembunyikan atau mengubah isinya, kemudian mereka melalui masa yang panjang tanpa adanya rasul yang mengingatkan mereka se-hingga pada akhirnya hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik karena tidak ada yang mengingatkan kekeliruannya. 17. Wahai orang yang beriman, ketahuilah bahwa Allah berkuasa menghidupkan bumi setelah mati dan kering-Nya dengan menurunkan hujan sehingga bumi menjadi subur dan menjadi media tumbuh tanaman. Sungguh, telah kami jelaskan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami, baik yang ada di alam semesta atau pada dirimu sendiri, agar kamu mengerti.
Al-Hadid Ayat 16 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hadid Ayat 16, Makna Al-Hadid Ayat 16, Terjemahan Tafsir Al-Hadid Ayat 16, Al-Hadid Ayat 16 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hadid Ayat 16
Tafsir Surat Al-Hadid Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)