{50} Qaf / ق | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الطور / At-Thur {52} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Adh-Dhariyat الذاريات (Angin Yang Menerbangkan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 51 Tafsir ayat Ke 37.
وَتَرَكْنَا فِيهَا آيَةً لِلَّذِينَ يَخَافُونَ الْعَذَابَ الْأَلِيمَ ﴿٣٧﴾
wa taraknā fīhā āyatal lillażīna yakhāfụnal-‘ażābal-alīm
QS. Adh-Dhariyat [51] : 37
Dan Kami tinggalkan padanya (negeri itu) suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada azab yang pedih.
Kami tinggalkan di negeri yang disebutkan itu bekas dari azab yang tersisa sebagai tanda atas kekuasaan Allah untuk menyiksa kaum kafir. Itu adalah pelajaran bagi orang yang takut akan azab Allah yang pedih dan menyakitkan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih. (Adz-Dzariyat: 37)
Yakni Kami jadikan negeri itu sebagai pelajaran bagi yang lainnya tentang azab, pembalasan, dan batu dari tanah yang keras yang Kami timpakan kepada mereka; dan Kami jadikan bekas tempat mereka danau yang airnya berbau busuk lagi kotor. Hal ini akan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.
bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih. (Adz-Dzariyat: 37)
وَتَرَكْنَا فِيهَا آيَةً لِلَّذِينَ يَخَافُونَ الْعَذَابَ الألِيمَ “Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut pada siksa yang pedih,” agar mereka dapat mengambil pelajaran dan mengetahui bahwa siksaan Allah جَلَّ جَلالُهُ, sangat dahsyat dan sesungguhnya semua RasulNya صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَdalah orang-orang yang benar lagi dibenarkan.
Di dalam kisah ini terdapat beberapa hikmah dan hukum: Pertama, di antara hikmah kisah yang dituturkan Allah جَلَّ جَلالُهُ kepada para hambaNya tentang orang-orang baik dan orang-orang keji, adalah agar para hamba bisa mengambil pelajaran dari mereka dan sampai di manakah kondisi mereka.
Kedua, keutamaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kekasih Allah جَلَّ جَلالُهُ, di mana Allah جَلَّ جَلالُهُ memulai kisah kaum Nabi Luth ‘alaihissalam dengan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, yang menunjukkan perhatian Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadap kondisinya.
Ketiga, anjuran menjamu tamu. Menjamu tamu termasuk salah satu sunnah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, kekasih Allah جَلَّ جَلالُهُ, di mana Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan umatnya untuk mengikuti Agama Ibrahim ‘alaihissalam. Kisah yang disebutkan Allah جَلَّ جَلالُهُ dalam topik ini adalah sebagai pujian dan sanjungan untuk Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Keempat, tamu harus dihormati dengan berbagai macam penghormatan, baik dengan perkataan maupun perbuatan, sebab Allah جَلَّ جَلالُهُ menggambarkan tamu-tamu Ibrahim ‘alaihissalam sebagai orang-orang yang dimuliakan. Artinya, mereka dimuliakan oleh Ibrahim ‘alaihissalam. Allah جَلَّ جَلالُهُ menggambarkan bagaimana jamuan yang dilakukan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dan para tamu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga dimuliakan di sisi Allah جَلَّ جَلالُهُ.
Kelima, rumah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjadi tempat persinggahan tamu yang datang di malam hari, sebab para tamu Ibrahim ‘alaihissalam itu langsung masuk tanpa izin, namun menempuh cara beradab dengan memulai salam, kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membalas salam mereka secara lengkap dan sempurna. Balasan salam yang disebutkan Ibrahim berbentuk jumlah ismiyyah yang menunjukkan keteguhan dan ketetapan.
Keenam, anjuran untuk mengenal orang yang datang atau ketika terjadi semacam interaksi dengan seseorang, karena hal itu memiliki banyak manfaat.
Ketujuh, sopan santun Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan kelembutannya ketika berbicara, karena beliau berkata, “Kaum yang tidak dikenal,” tidak berkata, “Aku tidak mengenal kalian,” terdapat perbedaan jelas antara kedua kata tersebut.
Kedelapan, bersegera dalam menjamu tamu, sebab kebaikan yang paling utama adalah yang segera. Karena itulah Ibrahim ‘alaihissalam segera menghidangkan jamuan makanan untuk para tamunya.
Kesembilan, hewan sembelihan yang sudah ada yang telah disiapkan untuk selain tamu sebelum tamu datang lalu disuguhkan untuk tamu bukan suatu penghinaan sama sekali, namun hal itu sebagai salah satu bentuk memuliakan tamu sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Allah جَلَّ جَلالُهُ sendiri memberitahukan bahwa para tamunya adalah terhormat.
Kesepuluh, Ibrahim adalah orang yang menjamu tamunya meski dia adalah kekasih Allah جَلَّ جَلالُهُ Yang Maha Pengasih dan pemimpin para orang yang menjamu tamu.
Kesebelas, Ibrahim menyuguhkan makanan di tempat yang dekat dengan para tamu, tidak diletakkan di tempat yang agak jauh dengan mengatakan, “Silahkan,” atau “Datangilah,” karena hal itu lebih mudah dan lebih baik.
Kedua belas, melayani tamu dengan perkataan yang lembut khususnya ketika menghidangkan makanan, seperti yang dilakukan Ibrahim ‘alaihissalam yang menyuguhkan makanan dengan tutur kata yang lembut, “Apakah kalian tidak makan?” Bukan dengan tutur kata, “Makanlah,” dan tutur kata lain yang lebih baik lagi, boleh menggunakan etika menawarkan makanan untuk tamu dengan kata, “Apakah kalian tidak makan?” “Apakah kalian tidak mempersilahkan diri kalian?” “Kami mendapatkan kemuliaan dan kalian berbuat baik terhadap kami…” atau kata-kata yang lain.
Ketiga belas, orang yang merasa takut pada seseorang karena adanya suatu sebab, maka yang ditakuti itu harus menghilangkan perasaan takutnya dengan menyebutkan sesuatu yang bisa memberinya rasa aman dari rasa takut dan menentramkan kegelisahannya, sebagaimana yang dikatakan oleh para malaikat itu kepada Nabi Ibrahim ketika Nabi Ibrahim takut terhadap mereka, “Jangan takut,” kemudian mereka memberitahukan kabar gembira yang menyenangkan setelah sebelumnya Nabi Ibrahim ketakutan.
Keempat belas, Sarah, istri Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, begitu gembira sehingga terjadilah apa yang terjadi, dengan memukul-mukul mukanya serta tingkah lakunya yang tidak seperti biasa.
Kelima belas, kemuliaan yang diberikan Allah جَلَّ جَلالُهُ kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan istri beliau berupa berita gembira akan lahirnya seorang putra yang alim.
Kami turunkan azab sebagai peringatan bagi mereka yang ingkar, dan kami telah tinggalkan pula padanya, yaitu negeri nabi lut, suatu tanda yang sangat jelas tentang kebesaran dan kekuasaan kami. Kami menjadikannya pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab yang pedih. 38. Usai menceritakan azab yang Allah timpakan kepada kaum nabi lut yang ingkar, pada ayat-ayat berikut Allah menyebut kisah umat masa lalu yang mengingkari nabinya. Kisah-kisah itu menunjukkan betapa Allah mahakuasa, dan pada kisah nabi musa juga terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah. Bukti-bukti itu antara lain terlihat ketika kami mengutusnya kepada fira’un, yaitu penguasa mesir kuno, dengan membawa tanda kekuasaan kami, yaitu mukjizat yang nyata dan tidak terbantahkan.
Adh-Dhariyat Ayat 37 Arab-Latin, Terjemah Arti Adh-Dhariyat Ayat 37, Makna Adh-Dhariyat Ayat 37, Terjemahan Tafsir Adh-Dhariyat Ayat 37, Adh-Dhariyat Ayat 37 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Adh-Dhariyat Ayat 37
Tafsir Surat Adh-Dhariyat Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”
(HR. Muslim no. 1893)
Jazakumullahu Khayran