Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 57 البقرة Lengkap Arti Terjemah Indonesia

{1} Al-Fatihah / الفاتحة الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ آل عمران / Ali ‘Imran {3}

Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 57.

Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 57

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَـٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ ﴿٥٧﴾

wa ẓallalnā ‘alaikumul-gamāma wa anzalnā ‘alaikumul-manna was-salwā, kulụ min ṭayyibāti mā razaqnākum, wa mā ẓalamụnā wa lāking kānū anfusahum yaẓlimụn

QS. Al-Baqarah [2] : 57

Arti / Terjemah Ayat

Dan Kami menaungi kamu dengan awan, dan Kami menurunkan kepadamu mann dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidak menzalimi Kami, tetapi justru merekalah yang menzalimi diri sendiri.

Tafsir Al-Muyassar (Kementerian Agama Saudi Arabia)

Ingatlah kalian terhadap nikmat Kami yang diberikan kepada kalian ketika kalian berputar-putar karena tersesat di muka bumi, yakni ketika Kami menjadikan awan menaungi kalian dari panas matahari. Kami pun menurunkan Manna kepada kalian, yaitu sejenis getah yang manisnya seperti madu. Kami juga menurunkan Salwa, yaitu sejenis burung puyuh. Kami katakan kepada kalian, “Makanlah oleh kalian sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian dan janganlah melanggar aturan agama kalian.” Akan tetapi, kalian tidak melakukannya. Tidaklah mereka menzalimi Kami karena kufur atas nikmat-nikmat itu. Namun, hakikatnya mereka menzalimi diri sendiri karena akibat dari perbuatan zalim itu kembali kepada mereka.

Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-Azhim)

Setelah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ menyebutkan perihal murka yang Dia hapuskan terhadap mereka, maka Allah kembali mengingatkan mereka akan limpahan nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh-Nya kepada mereka. Untuk itu Allah berfirman:

Dan Kami naungi kalian dengan awan.

Al-gamam adalah bentuk jamak dari gamamah, dinamakan demikian karena gamamah menutupi langit, artinya awan putih. Mereka dinaungi oleh awan agar terhindar dari sengatan panas matahari padang pasir yang sangat terik itu. Imam Nasai dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam hadis Al-Futun, bahwa mereka dinaungi oleh awan ketika berada di padang pasir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Abul Mijlaz, Ad-Dahhak, dan As-Saddi hal yang semisal dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas.

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Wazallalna ‘alaikumul gamama,” bahwa hal ini terjadi di padang pasir, mereka dinaungi oleh awan tersebut hingga terhindar dari teriknya matahari. Ibnu Jarir dan lain-lainnya mengatakan bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih baik daripada awan biasa.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syiblun, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya ini, bahwa yang dimaksud dengan awan di sini bukanlah awan yang Allah datangkan dengannya kelak di hari kiamat, melainkan awan yang khusus hanya bagi mereka. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna ibnu Ibrahim, dari Abu Huzaifah. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Sauri dan lain-lainnya, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.

Seakan-akan dimaksudkan —hanya Allah yang mengetahui— bahwa awan tersebut bukanlah seperti awan yang ada pada kita, melainkan jauh lebih indah dan lebih semerbak serta lebih baik pemandangannya.

Sunaid di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:

Dan Kami naungi kalian dengan awan.

Bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih semerbak baunya daripada awan biasa. Awan inilah yang Allah datang dengan memakainya, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:

Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al Baqarah:210)

Awan inilah yang para malaikat datang dengan membawanya dalam Perang Badar. Ibnu Abbas mengatakan, awan tersebutlah yang menaungi mereka (Bani Israil) ketika di padang pasir.

Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎:

dan Kami turunkan kepada kalian manna.

Keterangan para ahli tafsir berbeda-beda sehubungan dengan hakikat dari manna ini. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa manna turun pada mereka di pohon-pohon, lalu mereka menaikinya dan memakannya dengan sepuas-puasnya.

Mujahid mengatakan bahwa manna adalah getah. Ikrimah mengatakan bahwa manna ialah sesuatu makanan yang diturunkan oleh Allah kepada mereka seperti hujan gerimis.

As-Saddi mengatakan bahwa mereka berkata, “Hai Musa, bagaimanakah kami dapat hidup di sini tanpa ada makanan?” Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna itu turun, lalu terjatuh pada pohon zanjabil (jahe).

Qatadah mengatakan bahwa manna turun di tempat mereka berada seperti turunnya salju, bentuknya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu, manna turun kepada mereka mulai dari terbitnya fajar hingga matahari terbit. Seseorang dari mereka mengambil sekadar apa yang cukup bagi keperluannya di hari itu. Apabila ia mengambil lebih dari itu, maka manna menjadi busuk dan tidak tersisa. Akan tetapi, bila hari yang keenam tiba —yakni hari Jum’at— maka seseorang mengambil kebutuhannya dari manna untuk hari itu dan hari besoknya, mengingat hari besoknya adalah hari Sabtu. Karena hari Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja pada hari itu untuk penghidupannya, hal ini semua terjadi di daratan.

Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan bahwa manna adalah minuman yang diturunkan kepada mereka (kaum Bani Israil), rupanya seperti madu, mereka mencampurnya dengan air, lalu meminumnya.

Abu Ja’far ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Jabir, dari Amir (yaitu Asy-Sya’bi) yang mengatakan bahwa madu kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari manna. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa manna adalah madu.

Allah melihat bahwa mereka berada di tempat yang tandus, tiada tanaman dan tiada buah-buahan. Maka Dia menyirami mereka dengan hujan, dan mereka melihat hujan yang menimpa mereka berupa tetesan madu dan air yang jernih serta air susu yang murni lagi cemerlang.

An-natif artinya cairan, sedangkan al-halibul mazmur artinya susu yang murni lagi jernih. Tujuan utama dari semuanya dapat disimpulkan bahwa ungkapan para ahli tafsir mengenai hakikat manna berdekatan dan tidak terlalu jauh. Di antara mereka ada yang menafsirkannya sebagai minuman. Akan tetapi, kenyataannya hanya Allah yang mengetahui, dapat disimpulkan bahwa manna adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada mereka, baik berupa makanan atau minuman atau lainnya, yang dihasilkan tanpa susah payah.

Manna yang dikenal ialah ‘jika dimakan dengan sendirinya, maka merupakan makanan dan manisan, jika dicampur dengan air, maka merupakan minuman yang enak, jika dicampur dengan lainnya merupakan jenis yang lain’. Akan tetapi, hal ini semata bukanlah makna yang dimaksud oleh ayat. Sebagai dalilnya ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari.

Imam Bukhari telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair ibnu Hurayyis, dari Sa’id ibnu Zaid r.a. yang menceritakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna: airnya mengandung obat penawar bagi mata.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abdul Malik (yaitu Ibnu Umair) dengan lafaz yang sama. Jama’ah mengetengahkan hadis ini di dalam kitabnya masing-masing —kecuali Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Abdul Malik alias Ibnu Umair dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Al-Hakam, dari Al-Hasan Al-‘Urni dari Amr ibnu Hurayyis dengan lafaz yang sama.

Imam Turmuzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah ibnu Abus Safar dan Mahmud ibnu Gailan, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Amri, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Ajwah (buah kurma masak) berasal dari surga, di dalamnya terkandung obat penyembuh dari keracunan, dan jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi (penyakit) mata.

Hadis ini hanya diketengahkan oleh Imam Turmuzi, kemudian dia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kami tidak mengetahuinya melainkan melalui hadis Muhammad ibnu Muhammad ibnu Amr, jika tidak demikian, berarti dari hadis Sa’id ibnu Amr dari Muhammad ibnu Amr. Di dalam bab ini diriwayatkan pula dari Sa’id ibnu Zaid dan Abu Sa’id serta Jabir, menurut Imam Turmuzi.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula di dalam kitab tafsirnya melalui jalur lain dari Abu Hurairah. Untuk itu dia mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hasan ibnu Ahmad Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Aslam ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Talhah ibnu Abdur Rahman, dari Qatadah, dari Sa’id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. telah menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi penyakit mata.

Hadis ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanad ini, dan Talhah ibnu Abdur Rahman ini adalah As-Sulami Al-Wasiti, dijuluki dengan sebutan Abu Muhammad. Menurut pendapat lain, dia adalah Abu Sulaiman Al-Muaddib, dan Al-Hafiz Abu Ahmad ibnu Abdi mengatakan sesuatu tentang dirinya. Dia meriwayatkan dari Qatadah banyak riwayat yang tidak dapat diikuti (dipakai).

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa para sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan, “Kam’ah merupakan akar yang ada di dalam tanah.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi (penyakit) mata. Dan ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat penawar untuk racun.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Basysyar dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Gundar, dari Syu’bah ibnu Abu Bisyr Ja’far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Abdul A’la, dari Khalid Al-Hazza, dari Syahr ibnu Hausyab, tetapi hanya kisah mengenai kam’ah saja.

Sebagai buktinya ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam Bab “Walimah”, di dalam kitab Sunannya:

dari Ali ibnul Husain Ad-Dirhami, dari Abdul A’la, dari Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ keluar (menemui mereka) yang saat itu mereka sedang membicarakan tentang kam’ah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kam’ah adalah akar yang ada di dalam tanah. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Kam’ah berasal dari manna yang airnya mengandung obat bagi (penyakit) mata.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa’id dan Jabir, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:

telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Ja’far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Jabir ibnu Abdullah dan Abu Sa’id Al-Khudri, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat bagi mata. Dan ‘ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat untuk keracunan.

Imam Nasai mengatakan pula di dalam Bab “Walimah”,

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bisyr Ja’far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa’id dan Jabir, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya merupakan obat penawar bagi (penyakit) mata.

Keduanya —yakni Ibnu Majah dan Imam Nasai— meriwayatkannya pula, Imam Nasai meriwayatkannya dari hadis Jarir, sedangkan Ibnu Majah dari hadis Sa’id ibnu Salamah, keduanya dari Al-A’masy, dari Ja’far ibnu Iyas, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa’id, menurut riwayat Nasai. Sedangkan hadis Jabir menyebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:

Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penyembuh bagi mata.

Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dari Ahmad ibnu Usman, dari Abbas Ad-Dauri, dari Lahiq ibnu Sawab, dari Ammar ibnu Raziq, dari Al-A’masy, seperti halnya ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih juga berkata:

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abbas Ad-Dauri. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi’, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A’masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sa’id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ keluar menjumpai kami, sedangkan di tangan beliau tergenggam kam’ah, lalu beliau bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penawar bagi mata.

Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Nasai, dari Amr ibnu Mansur, dari Al-Hasan ibnur Rabi’ dengan lafaz yang sama. Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dari Abdullah Ibnu Ishaq, dari Al-Hasan ibnu Salam, dari Ubaidillah ibnu Musa, dari Syaiban, dari Al-A’masy dengan lafaz yang sama. Demikian pula Imam Nasai, ia telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Usman ibnu Hakim, dari Ubaidillah ibnu Musa.

Telah diriwayatkan melalui hadis Anas ibnu Malik r.a. seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Murdawaih.

Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hamdun ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Juwairah ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Syu’aib ibnul Habhab, dari Anas, bahwa para sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersegera melihat suatu pohon yang dicabut dari tanah karena pohon itu sudah tidak tegak lagi, maka sebagian dari mereka mengatakan, “Kami kira kam’ah.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung kesembuhan bagi (penyakit) mata. Dan ‘ajwah berasal dari surga, di dalamnya terkandung kesembuhan dari keracunan.

Pokok hadis ini terpelihara melalui riwayat Hammad ibnu Salamah. Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan melalui jalurnya sesuatu dari hadis ini.

Diriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas hal yang sama seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam Bab “Walimah”-nya:

dari Abu Bakar Ahmad ibnu Ali ibnu Sa’id, dari Abdullah ibnu Aun Al-Kharraz, dari Abu Ubaidah Al-Haddad, dari Abdul Jalil ibnu Atiyyah, dari Abdullah ibnu Abbas, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat bagi mata.

Seperti yang Anda ketahui sendiri, hal yang diperselisihkan adalah terletak pada Syahr ibnu Hausyab.

Menurut kami, Syahr ibnu Hausyab menghafal dan meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur yang semuanya telah disebutkan di atas, dan memang dia mendengarnya dari sebagian sahabat, sedangkan sebagian yang lain diterimanya dari orang lain. Semua sanad yang disandarkan kepadanya berpredikat jayyid, dan dia tidak bermaksud dusta dalam hal ini. Pokok hadis terpelihara dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, seperti yang disebutkan di atas melalui riwayat Sa’id ibnu Zaid r.a.

Mengenai salwa, disebutkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa salwa adalah sejenis burung yang mirip dengan burung samani yang biasa mereka makan.

As-Saddi mengatakan dalam kisahnya yang ia ketengahkan dari Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas r.a., juga dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud, dari sejumlah sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa salwa adalah burung yang mirip dengan burung samani.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Khalid, dari Jahdam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa salwa adalah burung samani.

Diriwayatkan dari Ikrimah, salwa adalah sejenis burung seperti burung yang kelak ada di surga, bentuknya lebih besar daripada burung pipit atau sama dengannya.

Qatadah mengatakan bahwa salwa adalah sejenis burung yang berbulu merah yang datang digiring oleh angin selatan. Seorang lelaki dari kalangan mereka menyembelih sebagian darinya dalam kadar yang cukup untuk keperluan hari itu, dan apabila ia melampaui batas dalam pengambilannya, maka daging burung itu membusuk dan tak tersisa. Tetapi jika ia berada di hari yang keenam (yakni hari Jumat), maka ia mengambil bagian untuk keperluan hari itu dan hari esoknya, yakni hari keenam dan hari ketujuhnya. Karena hari yang ketujuh atau hari Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja di hari itu dan tiada seorang pun yang mencari sesuatu padanya.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa salwa adalah burung yang gemuk seperti burung merpati, burung-burung tersebut datang kepada mereka dengan berbondong-bondong dari Sabtu ke Sabtu yang lainnya, kemudian mereka mengambil sebagian darinya.

Di dalam riwayat yang lain dari Wahb disebutkan bahwa kaum Bani Israil meminta kepada Musa a.s. agar diberi daging, lalu Allah berfirman, “Aku benar-benar akan memberi mereka makan berupa daging yang paling sedikit didapat di muka bumi.” Kemudian Allah mengirimkan angin kepada mereka, lalu berjatuhanlah salwa di ternpat tinggal mereka, salwa tersebut adalah samani yang berbondong-bondong terbang setinggi tombak. Mereka menyimpan daging burung samani itu untuk keesokan harinya, tetapi daging itu membusuk dan roti pun menjadi basi.

As-Saddi mengatakan bahwa tatkala Bani Israil memasuki padang Sahara, mereka berkata kepada Musa a.s., “Bagaimana kami dapat tahan di tempat seperti ini? Di manakah makanannya?” Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna turun kepada mereka berjatuhan di atas pohon jahe. Sedangkan salwa adalah sejenis burung yang bentuknya mirip dengan burung samani, tetapi lebih besar sedikit.

Seseorang dari mereka bila menangkap burung salwa itu terlebih dahulu mereka melihatnya. Jika burung yang ditangkapnya itu gemuk, maka mereka menyembelihnya, tetapi jika kurus, mereka melepa-kannya, jika telah gemuk, maka burung itu baru ditangkap. Mereka berkata (kepada Musa a.s.), “Ini makanannya, manakah minuman-nya?” Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s. untuk memukulkan tongkatnya pada sebuah batu besar. Setelah batu itu dipukul dengan tongkatnya, memancarlah dua belas mata air yang mengalir, hingga tiap-tiap puak dari Bani Israil mempunyai mata airnya sendiri-sendiri. Mereka berkata lagi, “Ini minuman, maka manakah naungannya?” Mereka dinaungi oleh awan, dan mereka berkata lagi, “Ini naungan, manakah pakaiannya?” Tersebutlah bahwa pakaian mereka tahan lama dan tidak robek-robek. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Kami naungi kalian dengan awan dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa. (Al Baqarah:57)

Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memancarlah darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (Al Baqarah:60)

Telah diriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam hal yang semisal dengan apa yang telah diriwayatkan oleh As-Saddi.

Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang menceritakan, “Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan bahwa Allah menciptakan bagi mereka di padang pasir pakaian yang anti robek dan anti kotor.”

Ibnu Juraij mengatakan, “Seorang lelaki (dari kalangan mereka) apabila mengambil manna dan salwa dalam jumlah lebih dari keperluan seharinya, maka manna dan salwa itu membusuk. Hanya saja pada hari Jumat mereka mengambil makanan dalam jumlah lebih karena untuk hari Sabtunya, dan pada pagi hari Sabtu makanan tersebut tidak rusak.”

Al-Huzali menduga bahwa salwa itu adalah madu.

Al-Qurtubi mengatakan, pengakuan yang mendakwakan adanya kesepakatan (bahwa salwa adalah sejenis burung) tidak sah, karena Muwarrij —seorang ulama bahasa dan tafsir— mengatakan bahwa salwa adalah madu. Kemudian ia mengemukakan dalilnya dengan berpegang kepada perkataan Al-Huzali tadi. Ia menjelaskan, memang demikianlah sebutannya di dalam dialek Kinanah, mengingat madu merupakan minuman yang lezat, termasuk ke dalam pengertian ini ialah ‘ainun silwan (mata air yang menyegarkan).

Nama air yang diminum dengan memakai wadah tersebut adalah sul-wan. Sebagian orang mengatakan bahwa sulwan merupakan obat penawar yang dapat menyembuhkan karena lupa kepada kesedihan. Para tabib menamakannya dengan sebutan mufarrij.

Mereka mengatakan bahwa salwa adalah bentuk jamak, bentuk tunggalnya pun sama, sama halnya dengan samani yang bentuk tunggal dan jamaknya sama. Tetapi dapat pula dikatakan salwa adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah waili.

Imam Kisai mengatakan bahwa salwa adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah salawa. Semua pendapat di atas telah dinukil oleh Al-Qurtubi.

Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎:

Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian.

Perintah dalam ayat ini mengandung makna ibahah (boleh), pengarahan, dan sebagai anugerah.

Sedangkan mengenai firman-Nya:

Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Makna yang dimaksud dengan ayat sebelumnya yaitu ‘Kami perintahkan mereka untuk memakan rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, dan hendaklah mereka beribadah (kepada-Nya)’, seperti pengertian yang terdapat pada ayat lainnya, yaitu firman-Nya:

Makanlah oleh kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya. (Saba’: 15)

Akan tetapi, mereka (Bani Israil) menentang dan kafir, sehingga jadilah mereka orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, padahal mereka telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri semua tanda kebesaran Allah yang jelas, mukjizat-mukjizat yang pasti, dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam.

Dari keterangan ini tampak jelas keutamaan para sahabat Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang berada di atas semua sahabat nabi-nabi lainnya dalam hal kesabaran, keteguhan, dan ketegaran mereka yang tidak pernah surut. Padahal mereka selalu bersamanya dalam semua perjalanan dan peperangan, antara lain ialah dalam Perang Tabuk yang situasinya sangat panas dan melelahkan. Sekalipun demikian, mereka tidak pernah meminta kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengadakan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam dan hal-hal yang aneh, padahal hal tersebut amatlah mudah bagi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Hanya ketika rasa lapar sangat melemahkan tubuh mereka, mereka meminta kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ agar makanan yang mereka bawa diperbanyak. Untuk itu mereka mengumpulkan semua makanan yang ada pada mereka, lalu terkumpullah makanan yang jumlah keseluruhannya sama dengan tinggi seekor kambing yang sedang duduk istirahat. Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa agar makanan tersebut diberkahi, ternyata akhirnya mereka dapat memenuhi semua wadah makanan yang mereka bawa.

Demikian pula ketika mereka memerlukan air, Nabi memohon kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎, lalu datanglah awan yang langsung menghujani mereka. Akhirnya mereka minum dan memberi minum ternak mereka hingga dapat memenuhi wadah air minum yang mereka bawa. Kemudian mereka melihat keadaan hujan tersebut, ternyata hujan tidak melampaui batas pasukan kaum muslim bermarkas.

Hal ini jelas lebih utama dan lebih sempurna, yang menunjukkan keikhlasan mereka dalam mengikuti Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, padahal Allah berkuasa untuk memenuhi apa yang diminta oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ buat pasukan kaum muslim yang mengikutinya saat itu.

Tafsir as-Sa’di (Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan)

Tafsir Ayat:

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ “Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna,” yaitu sebuah kata yang mencakup setiap rizki atau kebaikan yang dihasilkan tanpa keringat, di antaranya, jahe, cendawan dan roti, dan sebagainya, وَالسَّلْوَى “dan salwa,” berupa burung kecil yang disebut “as-Samany,” suatu nama burung yang dagingnya sangat lezat, dan kepada mereka diturunkan hal-hal tersebut, berupa Manna dan Salwa yang mencukupi kebutuhan mereka dan menjadi makanan pokok mereka. كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ “Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu,” yaitu rizki yang tidak ada ban-dingannya bagi penduduk kota yang telah hidup mewah. Namun mereka tidak mensyukuri nikmat tersebut dan mereka selalu ber-ada dalam kekerasan hati dan kemaksiatan mereka yang banyak, وَمَا ظَلَمُونَا “dan tidaklah mereka menganiaya Kami,” maksudnya tidaklah mereka menganiaya Kami dengan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang telah Kami perintahkan, karena Allah جَلَّ جَلالُهُ tidaklah mendapatkan mudarat dari kemaksiatan pelaku maksiat sebagaimana juga tidak bermanfaatnya ketaatan seseorang yang melakukan ketaatan kepadaNya, وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ “akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri,” maka kemudaratannya kembali kepada mereka sendiri.

Tafsir Ringkas Kemenag (Kementrian Agama Republik Indonesia)

Generasi tersisa bani israil yang dibangkitkan itu diriwayatkan terse-sat selama 40 tahun di padang pasir dataran sinai yang sangat panas. Mereka tersesat karena enggan memerangi orang-orang yang durhaka di syam. Dan kami menaungi kamu dengan awan, sehingga kamu ti-dak merasa kepanasan lagi di tengah padang pasir yang terik itu, dan kami menurunkan kepadamu mann, makanan sejenis madu, dan salwa’, burung kecil sejenis puyuh yang dapat dibakar untuk dimakan. Ma-kanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah kami berikan kepadamu sehingga kamu tidak perlu lagi bersusah-payah mencari bahan makanan di padang pasir itu. Kedurhakaan yang dilakukan oleh bani israil itu sedikit pun tidak mencederai Allah. Mereka tidak menzalimi kami, dan bahkan sedikit pun tidak menodai keagungan Allah. Ditaati atau tidak ditaati, didurhakai atau tidak didurhakai, Allah tetap Allah dengan kemahaagungan-Nya. Oleh sebab itu, bukan Allah yang teraniaya, tetapi justru merekalah yang menzalimi diri sendiri karena merekalah yang akan menanggung akibat kedurhakaan mereka itu. Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan beragam anugerah yang terlimpah kepada bani israil, sedang ayat ini menerangkan nikmat-nikmat yang lain. Dan selain anugerah yang telah dilimpahkan, ingatlah juga ketika kami berfirman kepada bani israil, masuklah ke negeri ini, yaitu baitulmaqdis setelah dapat mengalahkan lawan-lawanmu. Sesudah itu maka makanlah dengan nikmat berbagai makanan yang ada di sana sesukamu. Dan selanjutnya masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk sebagai tanda kerendahan hati dan penyesalan atas semua dosa yang telah diperbuat masa lalu, dan kemudian katakanlah dengan penuh harap, ‘bebaskanlah kami dari dosa-dosa kami yang demikian banyak. ‘ bila hal ini kamu lakukan dengan penuh kesadaran, niscaya kami ampuni dosa-dosa dan kesalahan-kesalahanmu. Dan selain dari yang telah dianugerahkan, kami juga akan menambah karunia dan nikmat, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak, bagi orang-orang yang benar-benar selalu berbuat kebaikan.


Al-Baqarah Ayat 57 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 57, Makna Al-Baqarah Ayat 57, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 57, Al-Baqarah Ayat 57 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 57


Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286