Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 158 البقرة Lengkap Arti Terjemah Indonesia

{1} Al-Fatihah / الفاتحة الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ آل عمران / Ali ‘Imran {3}

Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 158.

Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 158

۞ إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ ﴿١٥٨﴾

innaṣ-ṣafā wal-marwata min sya’ā`irillāh, fa man ḥajjal-baita awi’tamara fa lā junāḥa ‘alaihi ay yaṭṭawwafa bihimā, wa man taṭawwa’a khairan fa innallāha syākirun ‘alīm

QS. Al-Baqarah [2] : 158

Arti / Terjemah Ayat

Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.

Tafsir Al-Muyassar (Kementerian Agama Saudi Arabia)

Sesungguhnya Shafa dan Marwah, dua bukit kecil di dekat Ka’bah dari arah timur, termasuk syiar-syiar agama Allah yang nampak di mana hamba-hamba Allah beribadah kepada-Nya melalui sa’i di antara keduanya. Siapa yang mendatangi Ka’bah untuk menunaikan haji atau umrah, maka tiada dosa atasnya dan tidak masalah baginya untuk melakukan sa’i di antara keduanya, bahkan lebih dari itu ia wajib atasnya. Barangsiapa melakukan ketaatan-ketaatan dengan suka rela dari dalam jiwanya, ikhlas karena Allah semata, maka sesungguhnya Allah akan berterima kasiih kepadanya dengan membalasnya atas yang sedikit atau pun yang banyak. Dia Maha Mengetahui amal-amal perbuatan para hamba-Nya, sehingga Dia tidak menyia-nyiakan dan tidak menzalimi siapapun walau hanya seberat semut hitam.

Tafsir Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-Azhim)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Sa’d, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah. Urwah menceritakan bahwa Siti Aisyah pernah berkata kepadanya, bagaimanakah pendapatmu mengenai makna firman-Nya:

Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya.

Aku menjawab, “Demi Allah, tidak ada dosa bagi seseorang bila dia tidak melakukan tawaf di antara keduanya.” Siti Aisyah berkata, “Alangkah buruknya apa yang kamu katakan itu, hai anak saudara perempuanku. Sesungguhnya bila makna ayat ini seperti apa yang engkau takwilkan, maka maknanya menjadi ‘Tidak ada dosa bagi seseorang bila tidak tawaf di antara keduanya’. Akan tetapi, ayat ini diturunkan hanyalah karena orang-orang Ansar di masa lalu sebelum mereka masuk Islam, mereka selalu ber-ihlal untuk berhala Manat sesembahan mereka yang ada di Musyallal (tempat yang terletak di antara Safa dan Marwah), dan orang-orang yang pernah melakukan ihlal untuk berhala Manat merasa berdosa bila melakukan tawaf di antara Safa dan Marwah. Lalu mereka menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami merasa berdosa bila melakukan tawaf di antara Safa dan Marwah karena masa Jahiliah kami. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ menurunkan firman-Nya:

Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya ‘

Siti Aisyah r.a. berkata, “Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menetapkan (mewajibkan) sa’i antara keduanya, maka tiada alasan bagi seseorang untuk tidak melakukan sa’i di antara keduanya.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab Sahihain.

Di dalam sebuah riwayat dari Az-Zuhri disebutkan, ia mengatakan bahwa ia menceritakan hadis ini kepada Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam. Maka Abu Bakar ibnu Abdur Rahman menjawab, “Sesungguhnya pengetahuan mengenai ini belum pernah kudengar, dan sesungguhnya aku pernah mendengar dari banyak lelaki dari kalangan ahlul ‘ilmi. Mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya orang-orang —kecuali yang disebutkan oleh Siti Aisyah— mengatakan bahwa tawaf di antara kedua batu ini (Safa dan Marwah) termasuk perbuatan Jahiliah.’ Orang-orang lain dari kalangan Ansar mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya diperintahkan melakukan tawaf di Baitullah dan tidak diperintahkan untuk tawaf antara Safa dan Marwah.’ Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ menurunkan firman-Nya:

‘Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah ‘

Abu Bakar ibnu Abdur Rahman mengatakan, “Barangkali ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka (sebagian ahlul ilmi) dan mereka (kalangan orang-orang Ansar) yang lainnya.”

Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Malik, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang lafaznya semisal dengan hadis di atas.

Kemudian Imam Bukhari mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Asim ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah, bertanya kepada Anas r.a. tentang masalah Safa dan Marwah. Maka Anas r.a. menjawab, “Pada mulanya kami menganggap termasuk perkara Jahiliah. Ketika Islam datang, maka kami berhenti melakukan tawaf di antara keduanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya:

‘Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah bagian dari syiar Allah.’

Imam Qurtubi menyebutkan di dalam kitab tafsirnya, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa setan-setan menyebar di antara Safa dan Marwah di sepanjang malam, di antara keduanya banyak terdapat berhala-berhala. Ketika Islam datang, mereka bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang melakukan sa’i di antara keduanya, maka turunlah ayat ini (Al Baqarah:158).

Asy-Sya’bi mengatakan, “Dahulu berhala Isaf berada di atas Safa, dan berhala Nailah berada di atas Marwah, mereka selalu mengusap keduanya. Akhirnya mereka merasa berdosa sesudah masuk Islam untuk melakukan tawaf di antara keduanya. Maka turunlah ayat ini (Al Baqarah:158).

Menurut kami, Muhammad ibnu Ishaq menyebutkan di dalam kitab Sirah-nya bahwa berhala Isaf dan Nailah pada mulanya adalah dua orang manusia (laki-laki dan perempuan), lalu keduanya berzina di dalam Ka’bah, maka keduanya dikutuk menjadi batu. Kemudian orang-orang Quraisy memancangkan keduanya di dekat Ka’bah untuk dijadikan sebagai pelajaran bagi orang lain. Ketika masa berlalu cukup lama, keduanya disembah, kemudian letaknya dipindahkan ke Safa dan Marwah, lalu keduanya dipancangkan di tempat tersebut. Setiap orang yang melakukan tawaf (sa’i) di antara Safa dan Marwah selalu mengusap keduanya.

Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui hadis Jabir yang cukup panjang, bahwa ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selesai dari tawafnya di Baitullah, maka beliau kembali ke rukun, lalu mengusapnya, kemudian keluar dari pintu Safa seraya membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Kemudian beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:

Aku memulai dengan apa yang dimulai oleh Allah (yakni dari Safa ke Marwah).

Di dalam riwayat Imam Nasai disebutkan:

Mulailah oleh kalian dengan apa yang dimulai oleh Allah!

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abdullah Muammal, dari Ata ibnu Abu Rabah, dari Safiyyah binti Syaibah, dari Habibah binti Abu Tajrah yang menceritakan: Aku melihat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sa’i antara Safa dan Marwah, sedangkan orang-orang berada di bagian depannya dan beliau di belakang mereka seraya bersa’i, hingga aku melihat kedua lutut-nya, karena sa’inya yang kencang hingga kain sarungnya berputar seraya mengatakan, “Bersa’ilah kalian, karena sesungguhnya Allah telah memfardukan sa’i atas kalian.”

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan pula dari Abdur Razzaq yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Wasil maula Abu Uyaynah, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Safiyyah binti Syaibah, bahwa ada seorang wanita menceritakan kepadanya, dia pernah mendengar Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di antara Safa dan Marwah menyerukan: Telah difardukan atas kalian sa’i. Karena ilu, bersa’ilah kalian!

Hadis ini dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan bahwa sa’i antara Safa dan Marwah merupakan salah satu dari rukun ibadah haji, seperti yang dikatakan oleh mazhab Syafii dan para pengikutnya, dan menurut salah satu riwayat dari Imam Ahmad yang merupakan pendapat yang terkenal dari Imam Malik.

Menurut suatu pendapat, sa’i bukan rukun haji, tetapi hukumnya wajib. Karena itu, barang siapa yang meninggalkannya —baik dengan sengaja atau lupa— ia dapat menggantinya dengan menyembelih kurban. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan dijadikan pegangan oleh segolongan ulama.

Menurut pendapat yang lain, sa’i hukumnya sunat. Hal ini dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, As’-Sauri, Asy-Sya’bi, dan Ibnu Sirin yang bersumberkan dari riwayat Anas, Ibnu Umar, dan Ibnu Abbas, juga diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Al-Utabiyyah. Menurut Imam Qurtubi, alasan mereka mengatakannya sunat berdasarkan firman-Nya: Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati. (Al Baqarah:158)

Akan tetapi, pendapat yang pertama lebih kuat karena Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan sa’i antara keduanya seraya mengucapkan:

Hendaklah kalian mengambil dariku manasik-manasik kalian.

Semua yang dilakukan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam hajinya itu hukumnya wajib dan harus dikerjakan dalam ibadah haji, kecuali hal-hal yang dikecualikan berdasarkan dalil.

Dalam keterangan terdahulu telah disebutkan sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan:

Bersa’ilah kalian! Karena sesungguhnya Allah telah memfardukan sa’i atas kalian.

Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ telah menjelaskan bahwa sa’i antara Safa dan Marwah termasuk salah satu syiar Allah, yakni salah satu syiar yang disyariatkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ kepada Nabi Ibrahim a.s. dalam manasik haji. Telah dijelaskan pula dalam hadis Ibnu Abbas bahwa asal mula hal tersebut diambil dari tawaf Siti Hajar, ia pulang pergi antara Safa dan Marwah dalam rangka mencari air untuk putranya ketika persediaan air dan bekal mereka habis setelah mereka ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim a.s. di tempat tersebut. Sedangkan di tempat itu tidak ada seorang manusia pun selain mereka berdua.

Ketika Siti Hajar merasa khawatir terhadap kelangsungan hidup putranya di tempat itu karena perbekalannya telah habis, maka Siti Hajar meminta pertolongan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ Ia mondar-mandir antara Safa dan Marwah seraya merendahkan diri, penuh dengan rasa takut kepada Allah dan sangat mengharapkan pertolongan-Nya, hingga Allah membebaskannya dari kesusahannya itu, dan mengusir rasa keterasingannya, melenyapkan kesengsaraannya, serta menganugerahkan kepadanya zamzam yang airnya merupakan makanan yang mengenyangkan dan obat penawar bagi segala penyakit.

Karena itu, orang yang melakukan sa’i di antara Safa dan Marwah hendaknya melakukannya dengan hati yang penuh harap kepada Allah, rendah diri dan memohon petunjuk serta perbaikan keadaannya, dan mengharapkan ampunan-Nya. Hendaknya dia berlindung kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎ agar dibebaskan dari semua kekurangan dan aib yang ada pada dirinya, dan memohon hidayah-Nya akan jalan yang lurus. Hendaknya dia memohon kepada Allah agar hatinya ditetapkan pada hidayah itu (Islam) hingga akhir hayatnya. Hendaknya ia memohon kepada Allah agar Dia mengalihkan keadaan dirinya yang penuh dengan dosa dan kedurhakaan kepada keadaan yang sempurna, ampunan, keteguhan hati dalam menempuh jalan yang lurus, seperti apa yang dialami oleh Siti Hajar a.s.

Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎:

Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati.

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah melakukan sa’i lebih dari yang telah diwajibkan, misalnya delapan kali putaran atau sembilan kali putaran.

Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah melakukan sa’i di antara Safa dan Marwah dalam haji tatawwu’ (sunat) dan ‘umrah tatawwu’.

Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah melakukan tambahan kebaikan dalam semua jenis ibadah. Semuanya diriwayatkan oleh Ar-Razi, dan pendapat yang ketiga dikaitkan dengan Al-Hasan Al-Basri.

Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى‎:

Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui

Yakni Allah memberi pahala kepada amal yang sedikit dan amal yang banyak tanpa pandang bulu, lagi Maha Mengetahui kadar pahala yang diberikan-Nya, maka tiada seorang pun dirugikan dalam menerima pahala dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang, walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (An Nisaa:40)

Tafsir as-Sa’di (Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan)

Tafsir Ayat:

Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan, إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ “Sesungguhnya Shafa dan Marwa,” keduanya adalah tempat yang telah diketahui, مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ “adalah sebagian dari syiar Allah,” yakni tanda-tanda agamaNya yang jelas yang dipakai oleh hamba-hambaNya untuk beribadah kepada Allah dengannya, dan apabila kedua tempat itu adalah di antara syiar-syiar Allah, maka Allah telah memerintah-kan untuk mengagungkan syiar-syiarNya seraya berfirman,

وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesung-guhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

Kedua nash di atas menunjukkan bahwa kedua tempat ter-sebut adalah di antara syiar-syiar Allah, dan mengagungkan syiar-syiar Allah itu timbul dari ketakwaan hati, sedangkan ketakwaan itu wajib atas orang-orang yang telah terbebani kewajiban (mukallaf). Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa melakukan Sa’i di antara dua tempat itu adalah sebuah kewajiban yang pasti dalam ibadah Haji dan Umrah, sebagaimana yang disepakati oleh mayo-ritas ulama, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits dan perbuatan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah (contoh) dariku dalam manasik Haji (dan Umrah) kalian.”

(Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1297 dari Jabir dengan lafazh,

لِتَأْخُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ.

“Hendaklah kalian mengambil contoh dariku tentang manasik haji (atau Umrah) kalian.”)

فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا

“Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa bagi-nya mengerjakan Sa’i antara keduanya.” Ayat ini adalah jawaban bagi orang yang ragu dan merasa bersalah di antara kaum Muslimin yang melakukan Sa’i antara keduanya, karena pada masa jahiliyah dulu, kedua tempat tersebut menjadi tempat disembahnya patung-patung, lalu Allah meniadakan dosa untuk menolak keraguan tersebut, bukan karena ia merupakan suatu yang tidak wajib. Pembatasan peniadaan dosa bagi orang yang sa’i di antara kedua tempat itu saat ibadah Haji dan Umrah menunjukkan bahwa tidaklah seseorang melakukan Sa’i secara tersendiri kecuali disertai dengan Haji atau Umrah, berbeda dengan thawaf di Baitullah, karena ia disyariatkan bersama umrah dan haji karena ia merupakan ibadah yang tersendiri.

Adapun Sa’i, Wuquf di Arafah dan Muzdalifah, serta melem-par Jumrah adalah bagian kegiatan yang mengikuti nusuk (tata cara haji), sekiranya Anda melakukannya tanpa mengikuti nusuk, maka perbuatan itu adalah sebuah bid’ah, karena bid’ah itu ada dua macam: Pertama adalah yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang tidak disyariatkan sama sekali, dan kedua adalah yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang disyariatkan oleh-Nya dalam bentuk tertentu tapi dikerjakan dengan bentuk yang lain; dan perbuatan ini termasuk dalam kategori kedua.

FirmanNya, وَمَنْ تَطَوَّعَ “Dan barangsiapa dengan kerelaan hati,” maksudnya, melakukan suatu ketaatan dengan ikhlas karena Allah semata, خَيْرًا “yang baik,” seperti Haji, Umrah, Thawaf, Shalat, Puasa dan sebagainya, maka hal itu adalah baik baginya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali ketaatan seorang hamba bertambah kepada Allah, maka bertambah pula kebaikannya, kesempurnaan-nya, dan derajatnya di sisi Allah جَلَّ جَلالُهُ, karena bertambahnya keimanan dalam dirinya dan juga menunjukkan akan batas kerelaan hatinya dengan yang baik, dan bahwa barangsiapa yang melakukan suatu bid’ah dengan kerelaan hati, yang tidak disyariatkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ dan tidak pula oleh RasulNya صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, niscaya dia tidak akan memperoleh apa-apa kecuali lelah semata, dan bukan suatu yang baik untuknya, bahkan kemungkinan bisa menjadi suatu yang buruk baginya jikalau dia melakukannya secara sengaja dan mengetahui tentang tidak disyariatkannya amalan tersebut.

فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ “Maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” Asy-Syakir dan asy-Syakur (yang Maha Mensyukuri) adalah di antara nama-nama Allah جَلَّ جَلالُهُ yang baik, di mana Dia جَلَّ جَلالُهُ menerima perbuatan yang sedikit sekali pun dari hamba-Nya, lalu Dia membalasnya dengan pahala yang besar, yakni bila seorang hamba menunaikan perintah-perintahNya dan menunai-kan ketaatan kepadaNya, niscaya Dia akan menolongnya, memu-jinya, dan membalasnya dengan memberikan cahaya (hidayah), keimanan, dan kelapangan dalam hatinya, kekuatan dan semangat dalam dirinya, tambahan keberkahan dan peningkatan dalam segala kondisinya, bertambahnya taufik dalam perbuatannya, kemudian setelah itu Dia mendahulukan balasan yang ditangguhkan di sisi Rabbnya secara sempurna dan lengkap, yang tidak dikurangi oleh perkara-perkara tersebut.

Dan di antara syukur Allah kepada hambaNya adalah bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik darinya, barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaNya sejengkal, Dia akan mendekat kepadanya satu hasta, barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaNya satu hasta, Dia akan mendekat kepadanya satu depa, barangsiapa yang menuju kepadaNya dengan berjalan, Dia akan menuju kepadanya dengan berlari kecil, dan barangsiapa yang bermuamalah denganNya, niscaya dia akan beruntung berlipat-lipat ganda. Dan di samping bahwa Allah adalah Maha Bersyukur, Dia pun Maha Mengetahui siapa yang berhak memperoleh balasan sempurna sesuai dengan niat, keimanan, dan ketakwaannya dari orang yang tidak seperti itu, Maha Mengetahui perbuatan hamba-hambaNya, tidak menyia-nyiakannya bahkan mereka akan mendapat balasan paling sempurna sesuai niat mereka yang diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Tafsir Ringkas Kemenag (Kementrian Agama Republik Indonesia)

Usai menjelaskan perihal kiblat, Allah lalu beralih menguraikan apa yang terkait dengan masjidilharam, yaitu bukit safa dan marwah. Sesungguhnya safa dan marwah, dua bukit di dekat kakbah (sekarang dalam lingkup masjidilharam) merupakan sebagian syi’ar agama Allah, karena orang yang haji dan umrah melakukan ritual ubudiyah dengan berlari kecil di antara keduanya. Maka barang siapa beribadah haji ke baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Lakukanlah sai sesuai tuntunan Allah dan janganlah kamu merasa berdosa oleh istiadat kaum jahiliah yang mengusap patung di pucuk kedua bukit itu. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah maha mensyukuri dengan memberikan pahala yang agung atas kebajikannya itu, dan dia pun maha mengetahui. Allah mengimbau umat islam untuk menyampaikan kebenaran. Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan, yakni kitab-kitab samawi sebelum Al-Qur’an, dengan tidak memaparkannya kepada masyarakat atau menggantinya dengan yang lain, berupa keterangan-keterangan tentang satu kebenaran dan petunjuk, seperti sifat-sifat nabi Muhammad atau hukum syariat tertentu setelah kami jelaskan kepada manusia dalam kitab Al-Qur’an, mereka itulah orang yang dilaknat Allah, dijauhkan dari rahmat-Nya, dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat: para malaikat dan kaum mukmin. Ayat ini berlaku bagi setiap orang yang sengaja menyembunyikan kebenaran dari Allah. Laknat itu akan selalu meliputi mereka, kecuali mereka yang telah bertobat dan menyesali dosa mereka, dan mengadakan perbaikan dengan berbuat saleh, dan menjelaskan-Nya; mereka itulah yang aku terima tobatnya, dan akulah yang maha penerima tobat, maha penyayang.


Al-Baqarah Ayat 158 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 158, Makna Al-Baqarah Ayat 158, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 158, Al-Baqarah Ayat 158 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 158


Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286