{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 41.
وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ ۖ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ ﴿٤١﴾
wa āminụ bimā anzaltu muṣaddiqal limā ma’akum wa lā takụnū awwala kāfirim bihī wa lā tasytarụ bi`āyātī ṡamanang qalīlaw wa iyyāya fattaqụn
QS. Al-Baqarah [2] : 41
Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur’an) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (Taurat) yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan bertakwalah hanya kepada-Ku.
Wahai Bani Israil, berimanlah kalian kepada Al Qur’an yang telah Aku turunkan kepada Muhammad, Nabi Allah dan utusan-Nya, karena hal itu sesuai dengan keterangan yang shahih dalam Taurat yang kalian ketahui. Jangan menjadi orang pertama di kalangan Ahli Kitab yang pertama kali ingkar kepadanya. Jangan menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit dalam bentuk harta dunia yang fana. Beramallah kalian hanya demi Aku, taatilah Aku dan tinggalkan kemaksiatan kepada-Ku.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya.
Menurut sebagian ulama ahli i’rab (Nahwu) mengatakan bahwa bentuk lengkap ayat ialah awwala fariqin kafirin bihi (golongan pertama yang kafir kepadanya), atau kalimat yang semakna.
Menurut Ibnu Abbas r.a., janganlah kalian merupakan orang pertama yang kafir kepadanya, mengingat pada kalian terdapat pengeta-uan mengenainya yang tidak dimiliki oleh selain kalian.
Abul Aliyah mengatakan, janganlah kalian menjadi orang pertama yang kafir kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yakni dia sejenis dengan kalian karena dia mempunyai Al-Kitab (Al-Qur’an), maka janganlah kalian kafir kepadanya sesudah kalian mendengar kerasulannya. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, As-Saddi, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas.
Akan tetapi, Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa damir bihi merujuk kepada Al-Qur’an yang telah disebut dalam kalimat sebelumnya, yaitu bima anzaltu (apa yang telah Aku turunkan). Tetapi kedua pendapat tersebut (yang mengatakan bahwa damir kembali kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan Al-Qur’an) kedua-duanya benar, mengingat satu sama lain saling menguatkan. Dengan kata lain, orang yang kafir kepada Al-Qur’an berarti sama saja kafir kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Orang yang kafir kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berarti sama saja dengan kafir kepada Al-Qur’an.
Adapun mengenai firman-Nya, “Awwala kafirin bihi,” artinya orang pertama yang kafir kepadanya dari kalangan Bani Israil, mengingat banyak orang yang kafir kepadanya lebih dahulu daripada mereka, yaitu dari kalangan orang-orang kafir Quraisy dan lain-lainnya dari kalangan orang-orang Arab.
Sesungguhnya makna yang dimaksud dari kalimat ‘hanya kaum Bani Israil sebagai orang pertama kafir kepadanya’, mengingat orang-orang Yahudi Madinah merupakan orang pertama dari kalangan Bani Israil yang diajak berbicara oleh Al-Qur’an. Kekafiran mereka berarti menyimpulkan bahwa mereka adalah orang pertama kafir kepadanya dari kalangan ahli kitab.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah.
Maksudnya, janganlah kalian menukar iman kepada ayat-ayat-Ku dan percaya kepada Rasul-Ku (Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dengan harta keduniawian dan kelezatannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu dinilai sedikit tak ada artinya lagi fana (bila dibandingkan dengan pahala di akhirat yang kekal dan abadi).
Pengertian ini diungkapkan oleh Abdullah ibnul Mubarak melalui riwayatnya yang menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Jabir, dari Harun ibnu Yazid yang telah menceritakan bahwa Al-Hasan (yakni Al-Basri) pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, “Samanan qalila” (harga yang sedikit atau rendah), bahwa yang dimaksud adalah dunia berikut segala isinya.
Ibnu Luhai’ah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Ata ibnu Dinar, dari Sa’id ibnu Jubair, sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah.
Sesungguhnya yang dimaksud dengan ayat-ayat Allah ialah Kitab-Nya yang diturunkan-Nya kepada mereka, sedangkan yang dimaksud dengan harga yang sedikit ialah duniawi dan kesenangannya.
Menurut As-Saddi, makna ‘janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit’ ialah janganlah kalian mengambil keinginan yang sedikit dan janganlah kalian menyembunyikan asma Allah, ketamakan tersebut adalah harganya.
Abu Ja’far meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah.
Yakni janganlah kalian menerima upah atasnya. Abul Aliyah mengatakan, bahwa hal ini telah tertera dalam kitab terdahulu yang ada pada mereka, yaitu: “Hai anak Adam, ajarkanlah ilmu dengan cuma-cuma sebagaimana kamu mempelajarinya secara cuma-cuma.”
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah janganlah kalian menukar penjelasan, keterangan, dan menyiarkan ilmu yang bermanfaat di kalangan manusia dengan cara menyembunyikannya dan memutarbalikkan kenyataan, dengan tujuan agar kalian tetap lestari dalam menguasai keduniawian yang sedikit lagi rendah dan pasti lenyap dalam waktu yang dekat itu.
Di dalam kitab Sunan Abu Daud disebutkan sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya diniatkan untuk memperoleh rida Allah, lalu ia mempelajarinya hanya untuk memperoleh sejumlah harta duniawi, niscaya ia tidak dapat mencium bau surga kelak di hari kiamat.
Mengajarkan ilmu dengan imbalan upah, jika orang yang bersangkutan telah beroleh gaji, tidak boleh baginya mengambil upah sebagai imbalannya. Diperbolehkan baginya mengambil gaji dari baitul mal dalam jumlah yang cukup untuk keperluan dirinya dan orang-orang yang berada di dalam tanggungannya.
Tetapi jika dia tidak memperoleh suatu gaji pun dari baitul mal, sedangkan tugas mengajarnya telah menyita banyak waktu hingga ia tidak dapat mencari nafkah, maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menerima gaji (yakni boleh mengambil upah). Apabila dia tidak menerima gaji, maka ia diperbolehkan mengambil upah mengajar, menurut pendapat Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad, dan jumhur ulama. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam hadis sahih Bukhari, dari Abu Sa’id, mengenai kisah orang yang disengat binatang berbisa, yaitu sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan:
Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil atas sesuatu jasa ialah Kitabullah.
Demikian pula sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam kisah wanita yang dilamar (dinikahi), yaitu:
Aku nikahkan kamu dengan dia dengan imbalan mengajarkan Al-Qur’an yang kamu kuasai (hafalannya).
Hadis Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Ubadah ibnus Samit pernah mengajarkan sesuatu dari Al-Qur’an kepada seorang lelaki dari kalangan ahli suffah, lalu lelaki tersebut menghadiahkan sebuah busur kepadanya. Kemudian Ubadah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengenai hal itu, maka beliau bersabda:
Jikalau kamu kelak suka dibelit oleh busur api neraka, maka terimalah. Lalu Ubadah menolak hadiah itu.
(Hadis riwayat Abu Daud)
Hadis semisal diriwayatkan pula melalui Ubay ibnu Ka’b secara marfu. Seandainya hadis ini sahih, maka pengertian yang dimaksud menurut kebanyakan ulama —antara lain ialah Abu Umar ibnu Abdul Bar— bahwa Abu Ubadah mengajar demi mengharapkan pahala Allah, maka tidak boleh baginya menukar pahala Allah dengan busur tersebut Jika seseorang sejak pertama mengajar biasa menerima upah, maka ia diperbolehkan menerima upah, seperti yang telah dinyatakan di dalam hadis orang yang disengat binatang berbisa dan hadis Sahl mengenai wanita yang dilamar tadi.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail (seorang pendidik), dari Asim Al-Ahwal, dari Abul Aliyah, dari Talq ibnu Habib yang mengatakan bahwa pengertian takwa itu ialah hendaknya kami mengamalkan ketaatan kepada Allah karena mengharapkan rahmat Allah atas dasar nur (petunjuk) dari Allah. Hendaknya kamu meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah atas dasar nur dari Allah karena takut terhadap siksa Allah.
Makna firman-Nya,
Dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa
ialah bahwa Allah mengancam mereka terhadap perbuatan yang sengaja mereka lakukan, yaitu menyembunyikan perkara yang hak dan menampakkan hal yang bertentangan dan menentang Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tafsir Ayat:
وَآمِنُوا بِمَا أَنْزَلْتُ “Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan,” maksudnya al-Qur`an, yang Allah turunkan kepada hamba dan RasulNya, Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Allah memerintahkan mereka untuk beriman kepadanya dan mengikutinya, hal ini mengharuskan keimanan kepada seseorang yang kitab tersebut diturunkan kepadanya, dan Allah menyebutkan pendorong dalam keimanan mereka, seraya berfirman, مُصَدِّقًا “Yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat),” maksudnya, kitab yang sesuai dengan kitab yang berada di sisi kalian, tidak berbeda dan tidak pula bertentangan, lalu apabila ia sesuai dengan apa yang ada pada kalian yang tidak berbeda dengannya, maka tidaklah ada peng-halang bagi kalian untuk beriman kepadanya, karena ia membawa ajaran yang dibawa oleh para rasul, dan kalian lebih patut beriman kepadanya dan mempercayainya, karena kalian adalah ahli kitab dan ahli ilmu.
Kemudian dalam Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ, مُصَدِّقًا لِمَا مَعَكُمْ “Yang membenarkan (Taurat) yang ada padamu,” terkandung isyarat bahwa bila kalian tidak beriman kepadanya, maka itu akan kembali kepada kalian sendiri dengan pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian, karena ajaran yang dibawa kitab tersebut adalah sama dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa ‘alaihissalam, Nabi Isa ‘alaihissalam dan lain-lainnya dari para Nabi. Maka pendustaan kalian terhadapnya adalah pendustaan kalian terhadap apa yang ada pada kalian.
Yang demikian itu ditambah lagi dengan kenyataan bahwa dalam kitab yang ada pada kalian ada berita tentang Nabi yang membawa al-Qur`an tersebut, dan telah disampaikan sebagai kabar gembira (kepada kalian), dan apabila kalian tidak beriman kepadanya niscaya kalian telah mendustai sebagian yang telah turun kepada kalian, padahal orang yang mendustai sebagian yang diturunkan kepadanya, maka dia telah mendustai seluruhnya, sebagaimana orang yang mendustai seorang Rasul, maka dia telah mendustai para Rasul seluruhnya. Dan ketika Allah memerintahkan kepada mereka untuk beriman kepadanya, Allah melarang dan mengingatkan mereka dari kebalikannya yaitu kafir terhadapnya, Allah berfirman, وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ “Dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya,” maksudnya kafir kepada Rasul dan al-Qur`an. Dalam FirmanNya, أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ “Orang yang pertama kafir kepadanya” adalah statemen yang lebih kuat daripada kalau mengatakan, “dan janganlah kalian kafir kepadanya.” Karena apabila mereka yang pertama kafir kepadanya, maka itu menunjukkan bahwa mereka bersegera kepada kekafiran, suatu tindakan terbalik dari yang seharusnya mereka lakukan, sehingga dosa-dosa mereka dan dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti mereka dibebankan kepada mereka.
Kemudian Allah menyebutkan tentang penghalang bagi mereka dari keimanan mereka tersebut yaitu memilih penawaran yang paling rendah daripada kebahagiaan yang abadi, seraya berfirman, وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا “Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayatKu dengan harga yang rendah,” maksudnya, kedudukan dan penghidupan yang mereka peroleh di mana mereka mengira itu semua akan lenyap jika mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka mereka menukarkan hal itu dengan ayat-ayat Allah, mereka menyukainya dan mendahulukannya, وَإِيَّايَ “dan hanya kepada Aku-lah” maksudnya tidak kepada selainKu, فَاتَّقُونِ “kamu harus bertakwa,” karena bila kalian bertakwa kepada Allah semata, niscaya ketakwaan kalian itu mendorong kalian untuk mendahulukan keimanan kepada ayat-ayatNya daripada penawaran yang rendah itu, sebagaimana juga bila kalian memilih penawaran yang rendah itu, maka hal itu adalah bukti petunjuk akan hilangnya ketakwaan dalam hati kalian.
Tuntunan pada ayat di atas dipertegas lagi dengan mengajak mereka memeluk islam yang dibawa oleh nabi Muhammad. Dan berimanlah kamu kepada apa, yakni Al-Qur’an, yang telah aku turunkan kepada nabi Muhammad yang membenarkan apa, yakni taurat, zabur, dan lain-lain, yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama, yakni yang paling gigih dan paling keras mengingkari dan kafir kepadanya. Janganlah kamu jual, campakkan, atau tukar ayat-ayat ku dengan kemegahan duniawi dan dengan harga yang pada hakikatnya murah walaupun tampak mahal, dan bertakwalah hanya kepada-ku, sebab dengan itu kamu akan dapat menjalankan perintah-ku dan meninggalkan larangan-ku, sehingga kamu tidak terjerumus dalam kesesatan. Pada ayat ini, Allah memberikan larangan kepada bani israil untuk tidak mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Dan janganlah kamu, wahai bani israil, campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dengan memasukkan apa yang bukan firman Allah ke dalam kitab taurat, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran firman-firman Allah seperti berita akan datangnya nabi Muhammad, sedangkan kamu mengetahuinya. Orang-orang yahudi menyembunyikan berita tentang kedatangan nabi Muhammad yang termaktub di dalam taurat dengan maksud untuk menghalangi manusia beriman kepadanya.
Al-Baqarah Ayat 41 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 41, Makna Al-Baqarah Ayat 41, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 41, Al-Baqarah Ayat 41 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 41
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)